Dolar AS Sudah Kembali dari 'Pertapaan'
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 September 2018 15:20

Sebab, sekarang sedang banyak alasan untuk memburu mata uang tersebut. Pertama, pada Kamis waktu AS, tahapan dengar pendapat untuk aturan pengenaan bea masuk baru bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar akan berakhir.
Beredar kabar bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir. Investor menantikan apakah Trump akan benar-benar menerapkan bea masuk baru kepada China.
Namun baru rencana saja sudah membuat Beijing geram bukan kepalang. "Metode keras dan menekan AS tidak akan berhasil kepada China. Itu juga tidak akan menyelesaikan masalah," tegas Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, dikutip dari Reuters.
Jika Trump nekat menerapkan bea masuk bagi impor senilai US$ 200 miliar itu, maka akan sangat mungkin China bakal membalas. Saling 'balas pantun' ini berbahaya, karena bisa mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Investor pun dibuat khawatir dan hanya bisa menunggu kabar terbaru dari Washington. Saat isu perang dagang mengemuka, pelaku pasar biasanya akan ogah mengambil risiko dan mengoleksi aset-aset aman.
Apa itu? Dolar AS. Permintaan dolar AS yang meningkat sudah terlihat saat ini, sebagai cerminan sikap investor yang cenderung bermain aman.
Kedua adalah, penguatan dolar AS akan ditopang oleh rilis data indeks manufaktur ISM yang sebesar 61,3 pada Agustus 2018. Capaian itu mampu mengungguli ekspektasi pasar di angka 57,5, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 2004.
Artinya, industri manufaktur AS kini semakin ekspansif, dan memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa melesat lebih kencang pada kuartal III-2018. Saat ekonomi AS terus melaju, peluang kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali sepanjang tahun ini kembali terbuka lebar. Naiknya suku bunga menjadi perlu dilakukan untuk mencegah perekonomian AS mengalami overheating.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan ini sudah mencapai 99,8%. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, dengan probabilitas 69,5%.
Didorong kabar kenaikan suku bunga, dolar AS akan semakin diburu pelaku pasar. Akibatnya, laju greenback akan sulit dihentikan.
Oleh karena itu, rupiah harus berhati-hati. Sebab begitu BI mengendurkan intervensi, maka dolar AS akan siap menerkam dam membawa rupiah kembali ke zona depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Beredar kabar bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir. Investor menantikan apakah Trump akan benar-benar menerapkan bea masuk baru kepada China.
Namun baru rencana saja sudah membuat Beijing geram bukan kepalang. "Metode keras dan menekan AS tidak akan berhasil kepada China. Itu juga tidak akan menyelesaikan masalah," tegas Hua Chunying, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, dikutip dari Reuters.
Investor pun dibuat khawatir dan hanya bisa menunggu kabar terbaru dari Washington. Saat isu perang dagang mengemuka, pelaku pasar biasanya akan ogah mengambil risiko dan mengoleksi aset-aset aman.
Apa itu? Dolar AS. Permintaan dolar AS yang meningkat sudah terlihat saat ini, sebagai cerminan sikap investor yang cenderung bermain aman.
Kedua adalah, penguatan dolar AS akan ditopang oleh rilis data indeks manufaktur ISM yang sebesar 61,3 pada Agustus 2018. Capaian itu mampu mengungguli ekspektasi pasar di angka 57,5, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 2004.
Artinya, industri manufaktur AS kini semakin ekspansif, dan memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi masih bisa melesat lebih kencang pada kuartal III-2018. Saat ekonomi AS terus melaju, peluang kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed sebanyak empat kali sepanjang tahun ini kembali terbuka lebar. Naiknya suku bunga menjadi perlu dilakukan untuk mencegah perekonomian AS mengalami overheating.
Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan ini sudah mencapai 99,8%. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, dengan probabilitas 69,5%.
Didorong kabar kenaikan suku bunga, dolar AS akan semakin diburu pelaku pasar. Akibatnya, laju greenback akan sulit dihentikan.
Oleh karena itu, rupiah harus berhati-hati. Sebab begitu BI mengendurkan intervensi, maka dolar AS akan siap menerkam dam membawa rupiah kembali ke zona depresiasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular