Harga Batu Bara Terjun ke Titik Terendah Dalam 2 Bulan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 September 2018 11:12
Harga batu bara masih suram di bulan September ini. Harga si batu hitam anjlok hingga 0,77% ke US$115,35/metrik ton (MT)
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara masih suram di bulan September ini. Harga si batu hitam anjlok hingga 0,77% ke US$115,35/metrik ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/9/2018).

Pelemahan itu menjadi yang kedua kalinya berturut-turut, pasca sehari sebelumnya harga si batu hitam juga amblas hingga 1,48%. Harga batu bara kini sudah menyentuh titik terendahnya dalam 2 bulan terakhir, atau sejak 3 Juli 2018.

Faktor pemberat bagi harga batu bara masih datang dari ekspektasi permintaan yang melambat dari China, importir batu bara terbesar di dunia. Selain itu, kondisi ekonomi negara berkembang yang loyo dan perkasanya dolar AS, juga turut membebani harga salah satu komoditas energi utama dunia ini.



Pada hari Senin (3/9/2018), indeks manufaktur PMI China (versi Caixin/Markit) bulan Agustus 2018 diumumkan turun ke angka 50,6. Nilai itu merupakan yang terendah sejak Juni 2017. Penyebabnya adalah penjualan ekspor industri manufaktur Negeri Panda turun selama 5 bulan berturut-turut.

Data ini semakin mepertegas bahwa aktivitas ekonomi di Negeri Tirai Bambu semakin melambat. Sebelumnya, pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY.

Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan Juli juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.

Sementara itu, investasi aset tetap di China hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.

Saat aktivitas ekonomi di China melambat, pelaku pasar khawatir bahwa permintaan batu bara (sebagai sumber energi utama) akan melambat. Sentimen ini lantas menjadi pemberat utama bagi harga batu bara kemarin.

BACA: Ekonomi China Melambat, Harga Batu Bara Turun 1,5%

Tidak hanya itu, investor kini juga dibuat ketar-ketir oleh lesunya aktivitas ekonomi negara berkembang. Padahal, pasar negara berkembang adalah penggerak utama dari permintaan energi global.

Teranyar, setelah Turki dan Argentina, kini giliran ekonomi Afrika Selatatan (Afsel) yang terpukul. Perekonomian terbesar di Benua Afrika ini resmi jatuh ke jurang resesi setelah mengalami kontraksi ekonomi 0,7% pada kuartal II-2018. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Afsel juga terkontraksi 2,6%.

Merespons data tersebut, mata uang rand amblas 3,3% pada perdagangan kemarin. Sejak awal tahun, mata uang Negeri Nelson Mandela sudah anjlok 16,7%.

Terakhir, harga batu bara mendapatkan energi negatif dari dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa. Seperti diketahui, komoditas batu bara yang diperdagangkan dengan mata uang dolar AS akan relatif lebih mahal saat dolar AS terapresiasi. Hal ini tentunya memberikan sentimen bahwa permintaan batu bara pun akan tertekan.

Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, bergerak menguat 0,31% pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/9/2018). Indeks itu sudah menguat selama 3 hari berturut-turut. Sepanjang tahun ini, Dollar Index bahkan sudah menguat sebesar 3,6%.



(RHG/roy) Next Article Telisik Penyebab Harga Batu Bara Tak Lagi Membara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular