
Di Mana-Mana Krisis, Harga Minyak Tergelincir ke Zona Merah
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 September 2018 10:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 melemah 0,38% ke level US$78,05/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak Oktober 2018 malah naik sebesar 0,33% ke US$70,03/barel, hingga pukul 10.30 WIB hari ini.
Harga minyak berbalik arah ke zona merah, pasca kemarin mampu menguat tipis. Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/9/2018) harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat 0,1%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa naik 0,03%.
Sentimen negatif yang membayangi harga minyak hari ini datang dari terhindarnya bencana badai Gordon di Teluk Meksiko, serta krisis yang terjadi di beberapa negara berkembang.
Badai Gordon yang tadinya mengarah ke Teluk Meksiko bagian utara kini berubah jalur ke arah timur. Hal ini lantas mengurangi ancaman bagi produsen minyak di Teluk Meksiko serta sebagian besar pengilangan minyak di pesisir.
Sebelumnya, Anandarko Petroleum Corp menyatakan telah mengevakuasi dan menutup produksi minyak mentah di dua kilang minyak offshore yang terletak di Teluk Meksiko bagian utara. Tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi datangnya badai Gordon, yang diperkirakan datang dalam bentuk angin ribut.
Saat ancaman bencana kini berkurang, sentimen disrupsi pasokan minyak ke AS juga ikut menyusut. Alhasil, hal tersebut memberikan tekanan bagi harga sang emas hitam hari ini.
Di sisi lain, harga brent masih mendapat tekanan dari India yang mengizinkan kilang minyak di negaranya untuk mengimpor minyak dari Iran, jika pihak Teheran mau mengelola dan mengasuransikan tanker minyak.
Hal ini serupa dengan langkah dari China, dimana para pembeli asal Negeri Tirai Bambu memindahkan hampir seluruh impor minyak mentah asal Iran ke kapal-kapal yang dimiliki oleh National Iranian Tanker Co. (NITC).
Dengan perkembangan ini, dua importir terbesar di Asia berpeluang untuk membelikan pembelian minyak dari Iran, meskipun ada tekanan dari Washington untuk menghentikan pemesanan minyak dari Negeri Persia.
BACA: China dan India Mau Beli Minyak dari Iran, Harga Minyak Turun
Secara keseluruhan, harga minyak juga dibebani oleh lesunya aktivitas ekonomi negara berkembang. Padahal, pasar negara berkembang adalah penggerak utama dari permintaan minyak global.
Teranyar, setelah Turki dan Argentina, kini giliran ekonomi Afrika Selatatan (Afsel) yang terpukul. Perekonomian terbesar di Benua Afrika ini resmi jatuh ke jurang resesi setelah mengalami kontraksi ekonomi 0,7% pada kuartal II-2018. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Afsel juga terkontraksi 2,6%.
Merespons data tersebut, mata uang rand amblas 3,3% pada perdagangan kemarin. Sejak awal tahun, mata uang Negeri Nelson Mandela sudah anjlok 16,7%.
Kondisi ekonomi yang pelik juga dialami Indonesia. Hingga akhir perdagangan kemarin, rupiah melemah 0,81% di pasar spot ke level Rp 14.930/dolar AS. Mata uang rupiah bahkan menjadi mata uang dengan depresiasi paling dalam di Asia kemarin.
Selama sepekan terakhir, rupiah sudah melemah 1,36%. Kini,rupiah tidak hanya menyentuh posisi terlemah sepanjang 2018. Namun juga menjadi yang terlemah sejak Juli 1998, kala Indonesia babak-belur dihajar krisis ekonomi-sosial-politik.
"Jika pasar negara berkembang semakin buruk....akan memberikan dampak bagi pasar minyak mentah," ujar Greg Mc Kenna, chief market strategist di AxiTrader, seperti dilansir oleh Reuters.
(RHG/roy) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Harga minyak berbalik arah ke zona merah, pasca kemarin mampu menguat tipis. Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/9/2018) harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) menguat 0,1%, sementara brent yang menjadi acuan di Eropa naik 0,03%.
Sentimen negatif yang membayangi harga minyak hari ini datang dari terhindarnya bencana badai Gordon di Teluk Meksiko, serta krisis yang terjadi di beberapa negara berkembang.
Badai Gordon yang tadinya mengarah ke Teluk Meksiko bagian utara kini berubah jalur ke arah timur. Hal ini lantas mengurangi ancaman bagi produsen minyak di Teluk Meksiko serta sebagian besar pengilangan minyak di pesisir.
Sebelumnya, Anandarko Petroleum Corp menyatakan telah mengevakuasi dan menutup produksi minyak mentah di dua kilang minyak offshore yang terletak di Teluk Meksiko bagian utara. Tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi datangnya badai Gordon, yang diperkirakan datang dalam bentuk angin ribut.
Saat ancaman bencana kini berkurang, sentimen disrupsi pasokan minyak ke AS juga ikut menyusut. Alhasil, hal tersebut memberikan tekanan bagi harga sang emas hitam hari ini.
Di sisi lain, harga brent masih mendapat tekanan dari India yang mengizinkan kilang minyak di negaranya untuk mengimpor minyak dari Iran, jika pihak Teheran mau mengelola dan mengasuransikan tanker minyak.
Hal ini serupa dengan langkah dari China, dimana para pembeli asal Negeri Tirai Bambu memindahkan hampir seluruh impor minyak mentah asal Iran ke kapal-kapal yang dimiliki oleh National Iranian Tanker Co. (NITC).
Dengan perkembangan ini, dua importir terbesar di Asia berpeluang untuk membelikan pembelian minyak dari Iran, meskipun ada tekanan dari Washington untuk menghentikan pemesanan minyak dari Negeri Persia.
BACA: China dan India Mau Beli Minyak dari Iran, Harga Minyak Turun
Secara keseluruhan, harga minyak juga dibebani oleh lesunya aktivitas ekonomi negara berkembang. Padahal, pasar negara berkembang adalah penggerak utama dari permintaan minyak global.
Teranyar, setelah Turki dan Argentina, kini giliran ekonomi Afrika Selatatan (Afsel) yang terpukul. Perekonomian terbesar di Benua Afrika ini resmi jatuh ke jurang resesi setelah mengalami kontraksi ekonomi 0,7% pada kuartal II-2018. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Afsel juga terkontraksi 2,6%.
Merespons data tersebut, mata uang rand amblas 3,3% pada perdagangan kemarin. Sejak awal tahun, mata uang Negeri Nelson Mandela sudah anjlok 16,7%.
Kondisi ekonomi yang pelik juga dialami Indonesia. Hingga akhir perdagangan kemarin, rupiah melemah 0,81% di pasar spot ke level Rp 14.930/dolar AS. Mata uang rupiah bahkan menjadi mata uang dengan depresiasi paling dalam di Asia kemarin.
Selama sepekan terakhir, rupiah sudah melemah 1,36%. Kini,rupiah tidak hanya menyentuh posisi terlemah sepanjang 2018. Namun juga menjadi yang terlemah sejak Juli 1998, kala Indonesia babak-belur dihajar krisis ekonomi-sosial-politik.
"Jika pasar negara berkembang semakin buruk....akan memberikan dampak bagi pasar minyak mentah," ujar Greg Mc Kenna, chief market strategist di AxiTrader, seperti dilansir oleh Reuters.
(RHG/roy) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular