Per Agustus, Rupiah Keok Lawan Mata Uang Mitra Dagang Utama

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
03 September 2018 11:43
Per Agustus, Rupiah Keok Lawan Mata Uang Mitra Dagang Utama
Foto: REUTERS/Jason Lee
Jakarta, CNBC Indonesia--Pelemahan rupiah akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan setelah menyentuh level psikologis lebih rendah yaitu Rp 14.700/US$, menyusul defisit neraca perdagangan Indonesia terhadap mayoritas mitra dagang utamanya.

Tim Riset CNBC Indonesia berusaha membandingkan pergerakan mata uang Garuda terhadap beberapa mitra dagang utamanya, untuk menunjukkan sejalan tidaknya efek neraca perdagangan terhadap nilai tukar mata uang nasional.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Juli, sebanyak 12 negara tercatat menjadi mitra dagang utama Indonesia, dengan China bercokol di posisi teratas sebagai negara dengan total perdagangan terbesar diikuti Jepang dan Amerika Serikat (AS).

Per Agustus, Rupiah Keok Lawan Mata Uang Mitra Dagang UtamaSumber: Reuters

Dari lima negara yang menduduki posisi teratas, rupiah keok terhadap empat di antaranya dengan pelemahan terparah dibukukan terhadap yen, yakni sebesar 2,9% dalam sebulan terakhir. Kesemuanya merupakan negara yang mencatatkan surplus terhadap Indonesia, kecuali AS.

Mata uang AS tetap melibas Indonesia sebesar 2,15% meski Negeri Sam ini memikul defisit perdagangan terhadap Nusantara. Faktor normalisasi kebijakan moneter negara Adidaya tersebut menjadi penyebabnya, memicu pelarian modal dari negara berkembang seperti Indonesia ke negara maju.

Sebaliknya, penguatan rupiah terjadi terhadap rupee India, menyusul tercapainya surplus perdagangan bulan lalu. Berikut ini laporannya secara lebih detil. 

1. Yuan China
Pergerakan rupiah terhitung loyo terhadap mata uang tersebut, setidaknya dalam sebulan terakhir. Defisit neraca perdagangan yang mencapai US$2,07 miliar pada Juli kemarin, disinyalir ikut mempengaruhi kondisi tersebut. Akibatnya, rupiah terdepresiasi 1,91%. 

Selain faktor perdagangan, pertumbuhan sektor manufaktur di China juga yang menggeliat ikut mendorong penguatan yuan. Data kantor statistik China menunjukkan, indeks manufaktur per Juli 2018 tumbuh ke 51,3 atau lebih tinggi dari konsensus (51,2).
 

2. Yen Jepang
Rupiah juga ikut-ikutan loyo di hadapan yen, sebesar 2,9%. Sama seperti halnya dengan yuan, Indonesia juga mengalami defisit perdagangan yang tidak kecil. Per Juli, defisit telah mencapai US$231,4 juta.

Selain faktor defisit, situasi global yang kurang kondusif seperti perang dagang antara AS dan China juga mendorong tingginya permintaan investor terhadap yen.

Akibatnya, yen pun perkasa di hadapan rupiah
dengan laju penguatan tertinggi dibandingkan dengan negara mitra dagang utama Indonesia lainnya.

(NEXT)


3. Dolar Singapura
Selain yuan dan yen, rupiah pun juga tertekan di hadapan dolar Singapura. Rupiah mengalami depresiasi hingga 1,48%. Bahkan pada Agustus ini, rupiah menembus posisi terlemahnya sepanjang sejarah di Rp 10.750/SG$.

Neraca perdagangan yang minus hingga US$225,7 juta juga menjadi salah satu biang keroknya. Di sisi lain, perkembangan sektor manufaktur di Negeri Singa ikut mendorong penguatan mata uang domestik.

Data per Juli 2018 menyebutkan produksi sektor manufaktur tumbuh hingga 6% atau lebih tinggi dari konsensus yang tercatat sebesar 5,4%. Situasi ini menjadi bahan bakar tambahan bagi dolar Singapura untuk semakin digdaya.    

4. Dolar Amerika Serikat (AS)
Seperti halnya dolar Singapura, rupiah pun menembus level terlemahnya sejak krisis moneter 1998 yaitu di posisi Rp 14.725/US$. Selama Agustus, depresiasi rupiah mencapai 2,15%.

Padahal, Indonesia mampu mencetak surplus perdagangan hingga US$600 juta pada Juli. Namun hal ini tidak cukup membawa rupiah perkasa. Normalisasi kebijakan moneter Federal Reserve menjadi faktor pemberatnya.

Sinyal kenaikan suku bunga acuan pada September mendatang semakin kuat, seiring dengan tingginya tingkat inflasi yang telah mencapai target sebesar 2%. Akibatnya, dolar AS pun kebanjiran permintaan dan menekan mata uang global termauk rupiah.  

5. Rupee India
Untuk mata uang yang satu ini, nasib rupiah jauh lebih baik. Selama Agustus, rupiah mampu menguat hingga 1,49%. Hal tersebut sejalan dengan surplus perdagangan yang didapatkan Indonesia sebesar US$ 520 juta.

Lonjakan inflasi di Negeri Bollywood tersebut membuat investor cenderung menghindari rupee, apalagi di tengah defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan melebar menjadi 2,6% dari produk domestik bruto (PDB), dari posisi tahun lalu 1,9%.  

Di sisi lain, bank sentral India cenderung bergerak lambat menaikkan suku bunganya (behind the curve) dibandingkan dengan negara maju, sehingga investor cenderung menghindari memegang surat utang negara tersebut yang pada gilirannya membuat nilai tukar rupee melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular