Per Agustus, Rupiah Keok Lawan Mata Uang Mitra Dagang Utama

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
03 September 2018 11:43
Surplus Dagang terhadap AS, Tapi Kalah dari Sisi Moneter
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
3. Dolar Singapura
Selain yuan dan yen, rupiah pun juga tertekan di hadapan dolar Singapura. Rupiah mengalami depresiasi hingga 1,48%. Bahkan pada Agustus ini, rupiah menembus posisi terlemahnya sepanjang sejarah di Rp 10.750/SG$.

Neraca perdagangan yang minus hingga US$225,7 juta juga menjadi salah satu biang keroknya. Di sisi lain, perkembangan sektor manufaktur di Negeri Singa ikut mendorong penguatan mata uang domestik.

Data per Juli 2018 menyebutkan produksi sektor manufaktur tumbuh hingga 6% atau lebih tinggi dari konsensus yang tercatat sebesar 5,4%. Situasi ini menjadi bahan bakar tambahan bagi dolar Singapura untuk semakin digdaya.    

4. Dolar Amerika Serikat (AS)
Seperti halnya dolar Singapura, rupiah pun menembus level terlemahnya sejak krisis moneter 1998 yaitu di posisi Rp 14.725/US$. Selama Agustus, depresiasi rupiah mencapai 2,15%.

Padahal, Indonesia mampu mencetak surplus perdagangan hingga US$600 juta pada Juli. Namun hal ini tidak cukup membawa rupiah perkasa. Normalisasi kebijakan moneter Federal Reserve menjadi faktor pemberatnya.

Sinyal kenaikan suku bunga acuan pada September mendatang semakin kuat, seiring dengan tingginya tingkat inflasi yang telah mencapai target sebesar 2%. Akibatnya, dolar AS pun kebanjiran permintaan dan menekan mata uang global termauk rupiah.  

5. Rupee India
Untuk mata uang yang satu ini, nasib rupiah jauh lebih baik. Selama Agustus, rupiah mampu menguat hingga 1,49%. Hal tersebut sejalan dengan surplus perdagangan yang didapatkan Indonesia sebesar US$ 520 juta.

Lonjakan inflasi di Negeri Bollywood tersebut membuat investor cenderung menghindari rupee, apalagi di tengah defisit neraca transaksi berjalan yang diperkirakan melebar menjadi 2,6% dari produk domestik bruto (PDB), dari posisi tahun lalu 1,9%.  

Di sisi lain, bank sentral India cenderung bergerak lambat menaikkan suku bunganya (behind the curve) dibandingkan dengan negara maju, sehingga investor cenderung menghindari memegang surat utang negara tersebut yang pada gilirannya membuat nilai tukar rupee melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular