Rupiah di Posisi Terlemah Sejak September 2015
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 August 2018 12:58

Kekuatan dolar AS datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang kian mengemuka. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pada rapat edisi September mencapai 96%. Artinya, sudah hampir pasti ada kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%.
Keyakinan investor semakin menebal dengan rilis data pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS. Pada kuartal II-2018, angka pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya direvisi ke atas dari 4,1% menjadi 4,2$.
Data ini sangat mungkin membuat The Fed tergugah untuk menaikkan suku bunga acuan. Sebab, Gubernur The Fed Jerome Powell sudah bersumpah untuk menjauhkan ekonomi AS dari overheating karena aktivitas ekonomi yang terlampau cepat. Caranya adalah mengubah posisi (stance) kebijakan moneter dari akomodatif menjadi ketat dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kabar kenaikan suku bunga tentu memancing minat terhadap dolar AS. Kenaikan suku bunga berpotensi membuat nilai mata uang menguat karena menjangkar ekspektasi inflasi. Artinya, memegang mata uang ini tidak akan rugi karena nilainya tidak tergerus inflasi.
Dilatarbelakangi perkembangan ini, aksi buru terhadap dolar AS pun terjadi. Akibatnya, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 12:41 WIB.
Instrumen-instrumen berbasis dolar AS pun tidak luput dari radar. Pelaku pasar terlihat meminati obligasi pemerintah AS. Ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik karena maraknya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 12:43 WIB:
Aksi perburuan ini menyebabkan greenback menguat secara luas, termasuk di Asia. Rupiah pun tidak luput dari terkaman dolar AS, dan akhirnya terjerembab ke posisi terlemahnya dalam nyaris 3 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Keyakinan investor semakin menebal dengan rilis data pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS. Pada kuartal II-2018, angka pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya direvisi ke atas dari 4,1% menjadi 4,2$.
Data ini sangat mungkin membuat The Fed tergugah untuk menaikkan suku bunga acuan. Sebab, Gubernur The Fed Jerome Powell sudah bersumpah untuk menjauhkan ekonomi AS dari overheating karena aktivitas ekonomi yang terlampau cepat. Caranya adalah mengubah posisi (stance) kebijakan moneter dari akomodatif menjadi ketat dengan menaikkan suku bunga acuan.
Dilatarbelakangi perkembangan ini, aksi buru terhadap dolar AS pun terjadi. Akibatnya, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 12:41 WIB.
Instrumen-instrumen berbasis dolar AS pun tidak luput dari radar. Pelaku pasar terlihat meminati obligasi pemerintah AS. Ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik karena maraknya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 12:43 WIB:
Aksi perburuan ini menyebabkan greenback menguat secara luas, termasuk di Asia. Rupiah pun tidak luput dari terkaman dolar AS, dan akhirnya terjerembab ke posisi terlemahnya dalam nyaris 3 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular