Rupiah di Posisi Terlemah Sejak September 2015
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 August 2018 12:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Bahkan rupiah telah menyentuh titik terlemahnya sepanjang 2018 dan sejak September 2015.
Pada Kamis (30/8/2018) pukul 12:15 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 14.670. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Bukan hanya itu, rupiah pun berada di posisi terlemahnya sepanjang 2018. Ditambah lagi, rupiah juga menyentuh level terlemah sejak 25 September 2015 atau nyaris 3 tahun terakhir.
Rupiah dibuka stagnan pada perdagangan hari ini. Tidak lama selepas pembukaan, rupiah bergerak melemah tetapi masih terbatas.
Namun jelang tengah hari, depresiasi rupiah malah menjadi. Rupiah pun tidak kuasa membendung dolar AS yang kian perkasa, seperti kebanyakan mata uang Asia lainnya.
Di Asia, laju greenback memang sulit tertahan. Hingga siang ini, hanya yen Jepang dan won Korea Selatan yang mampu menguat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang utama Asia pada pukul 12:22 WIB:
Kekuatan dolar AS datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang kian mengemuka. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pada rapat edisi September mencapai 96%. Artinya, sudah hampir pasti ada kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%.
Keyakinan investor semakin menebal dengan rilis data pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS. Pada kuartal II-2018, angka pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya direvisi ke atas dari 4,1% menjadi 4,2$.
Data ini sangat mungkin membuat The Fed tergugah untuk menaikkan suku bunga acuan. Sebab, Gubernur The Fed Jerome Powell sudah bersumpah untuk menjauhkan ekonomi AS dari overheating karena aktivitas ekonomi yang terlampau cepat. Caranya adalah mengubah posisi (stance) kebijakan moneter dari akomodatif menjadi ketat dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kabar kenaikan suku bunga tentu memancing minat terhadap dolar AS. Kenaikan suku bunga berpotensi membuat nilai mata uang menguat karena menjangkar ekspektasi inflasi. Artinya, memegang mata uang ini tidak akan rugi karena nilainya tidak tergerus inflasi.
Dilatarbelakangi perkembangan ini, aksi buru terhadap dolar AS pun terjadi. Akibatnya, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 12:41 WIB.
Instrumen-instrumen berbasis dolar AS pun tidak luput dari radar. Pelaku pasar terlihat meminati obligasi pemerintah AS. Ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik karena maraknya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 12:43 WIB:
Aksi perburuan ini menyebabkan greenback menguat secara luas, termasuk di Asia. Rupiah pun tidak luput dari terkaman dolar AS, dan akhirnya terjerembab ke posisi terlemahnya dalam nyaris 3 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Pada Kamis (30/8/2018) pukul 12:15 WIB, US$ 1 di pasar spot dihargai Rp 14.670. Rupiah melemah 0,14% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Bukan hanya itu, rupiah pun berada di posisi terlemahnya sepanjang 2018. Ditambah lagi, rupiah juga menyentuh level terlemah sejak 25 September 2015 atau nyaris 3 tahun terakhir.
Rupiah dibuka stagnan pada perdagangan hari ini. Tidak lama selepas pembukaan, rupiah bergerak melemah tetapi masih terbatas.
Namun jelang tengah hari, depresiasi rupiah malah menjadi. Rupiah pun tidak kuasa membendung dolar AS yang kian perkasa, seperti kebanyakan mata uang Asia lainnya.
Di Asia, laju greenback memang sulit tertahan. Hingga siang ini, hanya yen Jepang dan won Korea Selatan yang mampu menguat.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang utama Asia pada pukul 12:22 WIB:
Kekuatan dolar AS datang dari potensi kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang kian mengemuka. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pada rapat edisi September mencapai 96%. Artinya, sudah hampir pasti ada kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,25%.
Keyakinan investor semakin menebal dengan rilis data pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS. Pada kuartal II-2018, angka pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya direvisi ke atas dari 4,1% menjadi 4,2$.
Data ini sangat mungkin membuat The Fed tergugah untuk menaikkan suku bunga acuan. Sebab, Gubernur The Fed Jerome Powell sudah bersumpah untuk menjauhkan ekonomi AS dari overheating karena aktivitas ekonomi yang terlampau cepat. Caranya adalah mengubah posisi (stance) kebijakan moneter dari akomodatif menjadi ketat dengan menaikkan suku bunga acuan.
Kabar kenaikan suku bunga tentu memancing minat terhadap dolar AS. Kenaikan suku bunga berpotensi membuat nilai mata uang menguat karena menjangkar ekspektasi inflasi. Artinya, memegang mata uang ini tidak akan rugi karena nilainya tidak tergerus inflasi.
Dilatarbelakangi perkembangan ini, aksi buru terhadap dolar AS pun terjadi. Akibatnya, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 12:41 WIB.
Instrumen-instrumen berbasis dolar AS pun tidak luput dari radar. Pelaku pasar terlihat meminati obligasi pemerintah AS. Ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik karena maraknya permintaan.
Berikut perkembangan yield obligasi AS pada pukul 12:43 WIB:
Aksi perburuan ini menyebabkan greenback menguat secara luas, termasuk di Asia. Rupiah pun tidak luput dari terkaman dolar AS, dan akhirnya terjerembab ke posisi terlemahnya dalam nyaris 3 tahun terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Most Popular