
RAPBN Tahun Politik, Realistis atau Populis?
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
29 August 2018 13:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menilaiĀ Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 justru tidak realiastis.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menyebut, rencana Pemerintah yang tertuang dalam RAPBN 2019 sebenarnya tergolong baik. Itu terlihat dari, misalnya, peningkatan transfer dana transfer ke daerah, termasuk dana desa.
Selain itu, keseimbangan primer yang ditarget mengalami defisit semakin tipis, yakni sekitar Rp 64 triliun, turun drastis dibanding tahun 2017 lalu yang mencapai Rp 140 triliun.
"Yang harus kita perhatikan [dari RAPBN 2019] adalah bagaimana postur tersebut menjawab, apakah target yang ada bersifat populis atau realistis?" tutur Enny di kawasan Pasar Minggu, Rabu (29/8/2018).
Dia mencontohkan, target kenaikan pajak untuk tahun depan yang naik hampir Rp 300 triliun dibanding outlook tahun ini. Cara untuk memenuhi target itu pun dipertanyakan oleh Enny.
Bila melihat catatan penerimaan pajak sebelumnya, misal patokan utama semester I-2018 yang telah mencapai 52%. Memang memuaskan, tapi itu pun terdorong oleh kenaikan signifikan dari pajak sektor migas karena harga minyak yang tinggi.
"Seperti, terutama 2016 yang waktu kan target sangat confidence. Untuk pertama kali melampaui Rp 1.000 triliun, tapi tiba-tiba pemerintah ribut ingin bikin tax amnesty. Kesimpulannya, kalau saat itu tidak ada tax amnesty tetap defisit 3% [APBN]," papar Enny.
Pajak, menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan Pemerintah. Sebab, di sisi lain pajak sebagai bentuk kebijakan fiskal merupakan sumber pembayaran utang Pemerintah yang kian meningkat.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Capai Rp 4.528 T di April 2019, Bahayakah?
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menyebut, rencana Pemerintah yang tertuang dalam RAPBN 2019 sebenarnya tergolong baik. Itu terlihat dari, misalnya, peningkatan transfer dana transfer ke daerah, termasuk dana desa.
Selain itu, keseimbangan primer yang ditarget mengalami defisit semakin tipis, yakni sekitar Rp 64 triliun, turun drastis dibanding tahun 2017 lalu yang mencapai Rp 140 triliun.
Dia mencontohkan, target kenaikan pajak untuk tahun depan yang naik hampir Rp 300 triliun dibanding outlook tahun ini. Cara untuk memenuhi target itu pun dipertanyakan oleh Enny.
Bila melihat catatan penerimaan pajak sebelumnya, misal patokan utama semester I-2018 yang telah mencapai 52%. Memang memuaskan, tapi itu pun terdorong oleh kenaikan signifikan dari pajak sektor migas karena harga minyak yang tinggi.
"Seperti, terutama 2016 yang waktu kan target sangat confidence. Untuk pertama kali melampaui Rp 1.000 triliun, tapi tiba-tiba pemerintah ribut ingin bikin tax amnesty. Kesimpulannya, kalau saat itu tidak ada tax amnesty tetap defisit 3% [APBN]," papar Enny.
Pajak, menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan Pemerintah. Sebab, di sisi lain pajak sebagai bentuk kebijakan fiskal merupakan sumber pembayaran utang Pemerintah yang kian meningkat.
(dru) Next Article Utang Pemerintah Capai Rp 4.528 T di April 2019, Bahayakah?
Most Popular