
Utak Atik Kebijakan Demi Selamatkan Rupiah
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 August 2018 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus berupaya memperbaiki defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang selama ini membuat nilai tukar rupiah cukup rentan terhadap tekanan eksternal.
Terbaru, pemerintah membuka opsi penambahan barang impor konsumsi baru yang bakal dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) impor. Bukan tidak mungkin, nantinya barang impor konsumsi yang terkena tarif tersebut berjumlah ribuan.
Bahkan, pemerintah siap mengorbankan salah satu proyek strategis nasional yang memang digenjot sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, yaitu mega proyek kelistrikan 35.000 Mega Watt (MW).
Simak selengkapnya :
(NEXT)
Data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menunjukan, saat ini ada sekitar 900 barang impor konsumsi yang dikenakan tarif PPh 22 impor yang beragam, berkisar antara 2,5%, 7,5%, bahkan hingga 10%.
Rencananya, dalam mengendalikan lonjakan impor barang konsumsi, pemerintah bakal menaikkan tarif PPh 22 impor. Saat ini, pemerintah tengah mengkaji ulang barang mana saja yang terkena kenaikan tarif.
Namun, ada opsi baru yang mengemuka di benak pemerintah untuk mengendalikan impor barang konsumsi, yaitu menambah jumlah barang impor konsumsi baru, yang nantinya bakal dikenakan tarif PPh 22 impor.
“Barangnya harus barang konsumsi, harus barang yang diproduksi di dalam negeri, dan merupakan barang hasil pencocokan dengan Bea Cukai,” kata Kepala BKF Suahasil Nazara.
BKF, pun mengaku sudah menerima daftar barang-barang impor konsumsi dari data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Nantinya, BKF dan Ditjen Bea Cukai akan memadukan kedua data yang dimiliki masing-masing.
“Jadi kami mau cocokan lagi sudah ada atau belum. Kalau ada yang perlu ditambahkan, karena impornya tinggi banget, dan produksi ada, kami tambahkan,” katanya. Selain mengendalikan impor melalui instrumen fiskal, pemerintah pun akan mengevaluasi sejumlah proyek-proyek infrastruktur prioritas. Tak terkecuali, mega proyek kelistrikan 35.000 Mega Watt (MW).
Evaluasi tersebut, tak lepa dari adanya arahan Presiden Joko Widodo yang berkeinginan untuk membatasi impor barang-barang pengadaan dalam rangka pembangunan sejumlah proyek infrastruktur.
Adapun proyek pembangkit listrik yang saat ini masih dalam tahap perencanaan, akan dikaji ulang. Selain itu, proyek pembangkit yang belum jelas pendanannya atau belum financial close juga dikaji.
“Paling yang bakal tertunda sekitar 3-4% [dari proyek 35.000 MW],” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andy N Sommeng.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengemukakan, review ulang proyek kelistrikan juga akan mempertimbangkan aspek proyek yang memiliki kandungan bahan baku impor dalam jumlah besar.
“Apakah bisa direview menggunakan tingkat kandungan dalam negeri, sehingga tidak harus impor,” tegasnya.
(dru) Next Article Kuartal IV-2021: Surplus Transaksi Berjalan RI US$ 1,4 M
Terbaru, pemerintah membuka opsi penambahan barang impor konsumsi baru yang bakal dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) impor. Bukan tidak mungkin, nantinya barang impor konsumsi yang terkena tarif tersebut berjumlah ribuan.
Bahkan, pemerintah siap mengorbankan salah satu proyek strategis nasional yang memang digenjot sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, yaitu mega proyek kelistrikan 35.000 Mega Watt (MW).
(NEXT)
Rencananya, dalam mengendalikan lonjakan impor barang konsumsi, pemerintah bakal menaikkan tarif PPh 22 impor. Saat ini, pemerintah tengah mengkaji ulang barang mana saja yang terkena kenaikan tarif.
Namun, ada opsi baru yang mengemuka di benak pemerintah untuk mengendalikan impor barang konsumsi, yaitu menambah jumlah barang impor konsumsi baru, yang nantinya bakal dikenakan tarif PPh 22 impor.
“Barangnya harus barang konsumsi, harus barang yang diproduksi di dalam negeri, dan merupakan barang hasil pencocokan dengan Bea Cukai,” kata Kepala BKF Suahasil Nazara.
BKF, pun mengaku sudah menerima daftar barang-barang impor konsumsi dari data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Nantinya, BKF dan Ditjen Bea Cukai akan memadukan kedua data yang dimiliki masing-masing.
“Jadi kami mau cocokan lagi sudah ada atau belum. Kalau ada yang perlu ditambahkan, karena impornya tinggi banget, dan produksi ada, kami tambahkan,” katanya. Selain mengendalikan impor melalui instrumen fiskal, pemerintah pun akan mengevaluasi sejumlah proyek-proyek infrastruktur prioritas. Tak terkecuali, mega proyek kelistrikan 35.000 Mega Watt (MW).
Evaluasi tersebut, tak lepa dari adanya arahan Presiden Joko Widodo yang berkeinginan untuk membatasi impor barang-barang pengadaan dalam rangka pembangunan sejumlah proyek infrastruktur.
Adapun proyek pembangkit listrik yang saat ini masih dalam tahap perencanaan, akan dikaji ulang. Selain itu, proyek pembangkit yang belum jelas pendanannya atau belum financial close juga dikaji.
“Paling yang bakal tertunda sekitar 3-4% [dari proyek 35.000 MW],” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andy N Sommeng.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengemukakan, review ulang proyek kelistrikan juga akan mempertimbangkan aspek proyek yang memiliki kandungan bahan baku impor dalam jumlah besar.
“Apakah bisa direview menggunakan tingkat kandungan dalam negeri, sehingga tidak harus impor,” tegasnya.
(dru) Next Article Kuartal IV-2021: Surplus Transaksi Berjalan RI US$ 1,4 M
Most Popular