Turki Gaduh Lagi, Rupiah Melemah Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 August 2018 08:38

Setelah dini hari tadi sempat melemah, dolar AS mulai bangkit. Pada pukul 08:19 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,04%.
Dolar AS punya dasar untuk menguat yaitu rilis data keyakinan konsumen. Pada Agustus, Indeks Keyakinan Konsumen versi The Conference Board ada di 133,4, mengungguli konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 126,7. Indeks yang di atas 100 menunjukkan konsumen optimistis dengan situasi ekonomi terkini.
Sebagai informasi, pencapaian Agustus merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2000 atau nyaris 18 tahun. Ini menunjukkan konsumsi di Negeri Adidaya semakin membaik, dan tentunya berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 68% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) di AS. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi akan sangat berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi.
Tidak heran The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III-2018 bisa mencapai 4,6%. Lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yaitu 4,1%. Artinya, The Fed jadi semakin punya alasan untuk menaikkan suku bunga. Tanpa kenaikan suku bunga, perekonomian AS bisa terus melaju tanpa kendali dan menciptakan overheat.
Meski berfungsi untuk mengendalikan perekonomian AS supaya baik jalannya, kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu memancing arus modal. Dengan kenaikan suku bunga, maka imbalan berinvestasi di instrumen-instrumen berbasis dolar AS (terutama yang berpendapatan tetap/fixed income) akan naik. Bagi investor yang selalu mencari cuan, ini tentu sangat menggoda.
Aliran modal yang deras mengalir ke pasar keuangan AS otomatis membuat greenback menguat. Dolar AS pun kembali garang dan siap menerkam berbagai mata uang, termasuk rupiah.
(aji/aji)
Dolar AS punya dasar untuk menguat yaitu rilis data keyakinan konsumen. Pada Agustus, Indeks Keyakinan Konsumen versi The Conference Board ada di 133,4, mengungguli konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 126,7. Indeks yang di atas 100 menunjukkan konsumen optimistis dengan situasi ekonomi terkini.
Sebagai informasi, pencapaian Agustus merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2000 atau nyaris 18 tahun. Ini menunjukkan konsumsi di Negeri Adidaya semakin membaik, dan tentunya berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.
Tidak heran The Federal Reserve/The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III-2018 bisa mencapai 4,6%. Lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya yaitu 4,1%. Artinya, The Fed jadi semakin punya alasan untuk menaikkan suku bunga. Tanpa kenaikan suku bunga, perekonomian AS bisa terus melaju tanpa kendali dan menciptakan overheat.
Meski berfungsi untuk mengendalikan perekonomian AS supaya baik jalannya, kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu memancing arus modal. Dengan kenaikan suku bunga, maka imbalan berinvestasi di instrumen-instrumen berbasis dolar AS (terutama yang berpendapatan tetap/fixed income) akan naik. Bagi investor yang selalu mencari cuan, ini tentu sangat menggoda.
Aliran modal yang deras mengalir ke pasar keuangan AS otomatis membuat greenback menguat. Dolar AS pun kembali garang dan siap menerkam berbagai mata uang, termasuk rupiah.
(aji/aji)
Next Page
Investor Cemaskan SItuasi Turki
Pages
Most Popular