Jokowi, Para Orang Kaya, dan Anjloknya Rupiah Hingga 20%

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
28 August 2018 11:10
Jokowi, Para Orang Kaya, dan Anjloknya Rupiah Hingga 20%
Foto: Presiden Jokowi/CNBC Indonesia/Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah kesekian kalinya memanggil kalangan pengusaha hingga konglomerat tajir. Pembahasan masih sama, bagaimana menyelamatkan nilai tukar rupiah.

Sebenarnya seperti apa pelemahan rupiah terhadap dolar AS selama ini?

Kembali ke awal setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilantik menggantikan Presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), nilai tukar rupiah per dolar AS kala itu berada di posisi Rp 12.215/US$.





Pada tahun tersebut, mengutip Laporan Perekonomian Indonesia 2014, kondisi ekonomi global tidak secerah prakiraan semula. Pemulihan memang terus berlangsung di berbagai ekonomi utama dunia, namun dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan harapan dan tidak merata.

"Harga komoditas dunia pun terus melemah karena permintaan belum cukup kuat, khususnya dari Tiongkok. Di sektor keuangan, ketidakpastian kebijakan the Fed telah meningkatkan kerentanan dan volatilitas di pasar keuangan dunia," papar laporan tersebut.


Sebagai negara berkembang (emerging market), Indonesia turut merasakan adanya pergeseran arus modal asing keluar dari Indonesia. Selain itu, terjadi juga divergensi kebijakan moneter di negara-negara maju. Berbeda dengan the Fed yang berencana melakukan normalisasi kebijakan moneternya, bank sentral Jepang dan Eropa masih perlu menempuh kebijakan moneter yang sangat akomodatif.


Kondisi 2015

(NEXT)



Sementara gejolak ekonomi global juga terjadi di 2015.

Perubahan konstelasi ekonomi global sejak krisis 2008 lalu, yang terasa begitu luas dan mendalam, telah memunculkan berbagai tantangan baru yang semakin komplek dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi.

"Di tengah berbagai upaya yang terus ditempuh untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural di dalam negeri, perekonomian Indonesia selama tahun 2015 dihadapkan pada rangkaian kejutan eksternal dalam perekonomian global, yang berdampak ke Indonesia baik melalui jalur keuangan maupun perdagangan," kembali mengutip Laporan Perekonomian Indonesia 2015 yang dipublikasikan BI.

Kemerosotan harga komoditas yang semakin berdampak terhadap memburuknya kinerja ekonomi negara berkembang dan ketidakpastian mengenai kecepatan dan besarnya kenaikkan suku bunga di Amerika Serikat menjadi dua kekuatan utama yang mewarnai rangkaian gejolak di pasar keuangan global selama tahun 2015, yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya arus modal ke negara berkembang termasuk ke Indonesia.

Atas hal tersebut nilai tukar rupiah periode 2015 mencapai nilai terendahnya terhadap dolar AS hingga Rp 14.680/US$.

Nilai rupiah sempat menguat hingga awal 2018 di mana mencapai nilai tertingginya ke posisi Rp 13.048/US$ namun kembali anjlok di 2018 ini sampai ke posisi Rp 14.640/US$.

Yang terjadi tahun ini, ketidakpastian ekonomi global meningkat di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata, menurut BI. 

"Ekonomi AS diprakirakan tetap tumbuh kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang dan Tiongkok masih cenderung menurun," jelas BI dalam siaran pers terakhirnya di Agustus 2018.

Dengan perkembangan tersebut, the Fed diprakirakan tetap melanjutkan rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual, sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ) cenderung masih menahan kenaikan suku bunga.

Di samping kenaikan suku bunga FFR, meningkatnya ketidakpastian ekonomi global dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara, yang mendorong kebijakan balasan yang lebih luas, termasuk melalui pelemahan mata uang di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS secara global.

Selama masa kepemimpinan Presiden Jokowi, tercatat pelemahan rupiah telah mencapai nyaris 20% atau tepatnya 19,61%.

Jokowi, Para Orang Kaya, dan Anjloknya Rupiah Hingga 20%Foto: CNBC Indonesia



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular