Lengser Puncak Klasemen, Rupiah Jadi Terbaik Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 August 2018 17:05

Dolar AS memang sudah pulih setelah tertekan sejak akhir pekan lalu. Pada pukul 16:15 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,08%.
Mata uang Negeri Paman Sam melemah akibat pidato Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed, dalam pertemuan tahunan di Jackson Hole akhir pekan lalu. Dalam pidatonya, Powell tidak memberikan kejutan berarti terutama terkait arah kebijakan moneter ke depan. Powell hanya menegaskan hal-hal yang sudah diketahui pasar seperti kenaikan suku bunga secara bertahap akan terus dilakukan, pemulihan ekonomi AS semakin nyata, dan sebagainya.
Selain itu, Powell juga menyiratkan bahwa laju inflasi di Negeri Adidaya belum terlalu mengancam. Oleh karena itu, pasar valas menyikapi pidato Powell dengan pesimisme karena tidak ada petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif.
Namun, depresiasi dolar AS mulai tertahan setelah yuan melemah lumayan dalam. Mata uang Negeri Tirai Bambu sempat menguat lebih dari 1% menyusul kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang mengubah metodologi penentuan nilai tengah yuan.
Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8508/US$. Menguat 0,3% dibandingkan akhir pekan lalu. Selama ini, PBoC memang mematok nilai tengah harian yuan terhadap dolar AS, dengan hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari nilai tengah tersebut.
Awalnya, kebijakan ini direspons dengan penguatan yuan yang signifikan. Namun penguatan tajam ini memunculkan dampak negatif: ambil untung.
Melihat yuan yang sempat menguat lebih dari 1%, investor tergoda melakukan profit taking. Aksi jual masif yang melanda yuan menyebabkan mata uang ini berbalik melemah.
Pelemahan yuan memberi ruang bagi dolar AS untuk perlahan kembali menguat. Akibatnya, greenback mulai menipiskan pelemahannya di Asia, termasuk terhadap rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
![]() |
Mata uang Negeri Paman Sam melemah akibat pidato Jerome Powell, Gubernur The Federal Reserve/The Fed, dalam pertemuan tahunan di Jackson Hole akhir pekan lalu. Dalam pidatonya, Powell tidak memberikan kejutan berarti terutama terkait arah kebijakan moneter ke depan. Powell hanya menegaskan hal-hal yang sudah diketahui pasar seperti kenaikan suku bunga secara bertahap akan terus dilakukan, pemulihan ekonomi AS semakin nyata, dan sebagainya.
Selain itu, Powell juga menyiratkan bahwa laju inflasi di Negeri Adidaya belum terlalu mengancam. Oleh karena itu, pasar valas menyikapi pidato Powell dengan pesimisme karena tidak ada petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif.
Namun, depresiasi dolar AS mulai tertahan setelah yuan melemah lumayan dalam. Mata uang Negeri Tirai Bambu sempat menguat lebih dari 1% menyusul kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang mengubah metodologi penentuan nilai tengah yuan.
Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,8508/US$. Menguat 0,3% dibandingkan akhir pekan lalu. Selama ini, PBoC memang mematok nilai tengah harian yuan terhadap dolar AS, dengan hanya mengizinkan yuan melemah atau menguat maksimal 2% dari nilai tengah tersebut.
Awalnya, kebijakan ini direspons dengan penguatan yuan yang signifikan. Namun penguatan tajam ini memunculkan dampak negatif: ambil untung.
Melihat yuan yang sempat menguat lebih dari 1%, investor tergoda melakukan profit taking. Aksi jual masif yang melanda yuan menyebabkan mata uang ini berbalik melemah.
Pelemahan yuan memberi ruang bagi dolar AS untuk perlahan kembali menguat. Akibatnya, greenback mulai menipiskan pelemahannya di Asia, termasuk terhadap rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular