
Rupiah Wajib Waspada Sampai Akhir Pekan, Kenapa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 August 2018 14:46

Setidaknya ada 2 penyebab potensi penguatan greenback ke depan. Pertama, malam ini waktu Indonesia Bank Sentral Uni Eropa (ECB) akan merilis minutes meeting pertemuan Agustus 2018.
Tidak seperti The Fed, pelaku pasar tidak berharap banyak kepada Mario Draghi dan sejawat. ECB diperkirakan masih memutar kaset lawas yang menyebutkan pengurangan stimulus moneter mulai bulan depan dan mengakhirinya pada akhir tahun. Kenaikan suku bunga baru akan dibicarakan paling cepat musim panas atau pertengahan tahun depan.
Tidak adanya kejutan dari ECB membuat pelaku pasar lebih memilih The Fed. Artinya, arus modal akan tetap terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam dan memperkuat dolar AS.
Sementara faktor kedua adalah penantian pasar terhadap pidato Jerome Powell pada Jumat waktu AS di forum Jackson Hole Meeting. Acara ini merupakan pertemuan tahunan para pejabat The Fed.
Pelaku pasar ingin mencari kepastian apakah The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Investor memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018.
Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%.
Namun, kenaikan keempat masih agak samar-samar karena komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, beberapa hari lalu. Menurut Bostic, masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, investor ingin mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS akan lebih menggila.
Menghadapi dua perkembangan ini, rupiah harus ekstra waspada sampai akhir pekan. Sebab, ada peluang dolar AS terus melaju dan melibas mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed)
Tidak seperti The Fed, pelaku pasar tidak berharap banyak kepada Mario Draghi dan sejawat. ECB diperkirakan masih memutar kaset lawas yang menyebutkan pengurangan stimulus moneter mulai bulan depan dan mengakhirinya pada akhir tahun. Kenaikan suku bunga baru akan dibicarakan paling cepat musim panas atau pertengahan tahun depan.
Tidak adanya kejutan dari ECB membuat pelaku pasar lebih memilih The Fed. Artinya, arus modal akan tetap terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam dan memperkuat dolar AS.
Pelaku pasar ingin mencari kepastian apakah The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Investor memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018.
Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%.
Namun, kenaikan keempat masih agak samar-samar karena komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, beberapa hari lalu. Menurut Bostic, masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, investor ingin mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS akan lebih menggila.
Menghadapi dua perkembangan ini, rupiah harus ekstra waspada sampai akhir pekan. Sebab, ada peluang dolar AS terus melaju dan melibas mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed)
Pages
Most Popular