
Rupiah Wajib Waspada Sampai Akhir Pekan, Kenapa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 August 2018 14:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, rupiah bergerak melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed mampu membuat greenback melambung.
Dini hari tadi waktu Indonesia, notulensi rapat The Fed edisi Agustus 2018 menunjukkan Bank Sentral AS mempertahankan posisi yang cenderung ketat alias hawkish. Bahkan Jerome Powell dan kolega semakin menegaskan bahwa kebijakan moneter ke depan tidak lagi akomodatif.
"Para peserta rapat menyatakan bahwa jika data-data ke depan mendukung proyeksi ekonomi, maka sudah saatnya menempuh langkah lanjutan untuk menghilangkan kebijakan yang akomodatif," sebut notulensi itu.
The Fed melihat perekonomian AS, baik itu dari sisi pengusaha maupun rumah tangga, sedang dalam momentum yang bagus. Oleh karena itu, ekonomi akan tumbuh dan menciptakan dampak inflasi. Melihat hal tersebut, The Fed tidak akan lagi menyebut kebijakan moneter sebagai instrumen untuk mendorong perekonomian.
Rilis ini semakin menebalkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% dalam rapat tersebut mencapai 96%.
Didorong kenaikan suku bunga, dolar AS pun digdaya. Rupiah dibuat tak berdaya seharian ini. Pada pukul 14:14 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.625 di mana rupiah melemah 0,34%.
Tidak hanya terhadap rupiah, greenback pun perkasa di Asia. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 14:16 WIB:
Tidak hanya hari ini, sampai akhir pekan ini dolar AS masih berpotensi melanjutkan penguatan. Apa sebabnya? Setidaknya ada 2 penyebab potensi penguatan greenback ke depan. Pertama, malam ini waktu Indonesia Bank Sentral Uni Eropa (ECB) akan merilis minutes meeting pertemuan Agustus 2018.
Tidak seperti The Fed, pelaku pasar tidak berharap banyak kepada Mario Draghi dan sejawat. ECB diperkirakan masih memutar kaset lawas yang menyebutkan pengurangan stimulus moneter mulai bulan depan dan mengakhirinya pada akhir tahun. Kenaikan suku bunga baru akan dibicarakan paling cepat musim panas atau pertengahan tahun depan.
Tidak adanya kejutan dari ECB membuat pelaku pasar lebih memilih The Fed. Artinya, arus modal akan tetap terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam dan memperkuat dolar AS.
Sementara faktor kedua adalah penantian pasar terhadap pidato Jerome Powell pada Jumat waktu AS di forum Jackson Hole Meeting. Acara ini merupakan pertemuan tahunan para pejabat The Fed.
Pelaku pasar ingin mencari kepastian apakah The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Investor memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018.
Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%.
Namun, kenaikan keempat masih agak samar-samar karena komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, beberapa hari lalu. Menurut Bostic, masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, investor ingin mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS akan lebih menggila.
Menghadapi dua perkembangan ini, rupiah harus ekstra waspada sampai akhir pekan. Sebab, ada peluang dolar AS terus melaju dan melibas mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Dini hari tadi waktu Indonesia, notulensi rapat The Fed edisi Agustus 2018 menunjukkan Bank Sentral AS mempertahankan posisi yang cenderung ketat alias hawkish. Bahkan Jerome Powell dan kolega semakin menegaskan bahwa kebijakan moneter ke depan tidak lagi akomodatif.
"Para peserta rapat menyatakan bahwa jika data-data ke depan mendukung proyeksi ekonomi, maka sudah saatnya menempuh langkah lanjutan untuk menghilangkan kebijakan yang akomodatif," sebut notulensi itu.
Rilis ini semakin menebalkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% dalam rapat tersebut mencapai 96%.
Didorong kenaikan suku bunga, dolar AS pun digdaya. Rupiah dibuat tak berdaya seharian ini. Pada pukul 14:14 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.625 di mana rupiah melemah 0,34%.
Tidak hanya terhadap rupiah, greenback pun perkasa di Asia. Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang Asia terhadap dolar AS pada pukul 14:16 WIB:
Tidak hanya hari ini, sampai akhir pekan ini dolar AS masih berpotensi melanjutkan penguatan. Apa sebabnya? Setidaknya ada 2 penyebab potensi penguatan greenback ke depan. Pertama, malam ini waktu Indonesia Bank Sentral Uni Eropa (ECB) akan merilis minutes meeting pertemuan Agustus 2018.
Tidak seperti The Fed, pelaku pasar tidak berharap banyak kepada Mario Draghi dan sejawat. ECB diperkirakan masih memutar kaset lawas yang menyebutkan pengurangan stimulus moneter mulai bulan depan dan mengakhirinya pada akhir tahun. Kenaikan suku bunga baru akan dibicarakan paling cepat musim panas atau pertengahan tahun depan.
Tidak adanya kejutan dari ECB membuat pelaku pasar lebih memilih The Fed. Artinya, arus modal akan tetap terkonsentrasi ke Negeri Paman Sam dan memperkuat dolar AS.
Sementara faktor kedua adalah penantian pasar terhadap pidato Jerome Powell pada Jumat waktu AS di forum Jackson Hole Meeting. Acara ini merupakan pertemuan tahunan para pejabat The Fed.
Pelaku pasar ingin mencari kepastian apakah The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Investor memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga dua kali lagi sampai akhir tahun, atau menjadi empat kali sepanjang 2018. Lebih banyak dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali selama 2018.
Sejauh ini, yang agak terkonfirmasi adalah kenaikan pada September. Kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi pada Desember, yang menurut CME Fedwatch punya probabilitas 62,8%.
Namun, kenaikan keempat masih agak samar-samar karena komentar dari Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta, beberapa hari lalu. Menurut Bostic, masih ada potensi The Fed hanya akan menaikkan suku bunga kebijakan tiga kali sepanjang 2018.
"Kami (The Fed) masih punya ruang dengan menaikkan suku bunga acuan tiga kali (sepanjang 2018). Saya masih percaya dengan itu," kata Bostic, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, investor ingin mencari petunjuk lebih lanjut dari pidato Powell di Jackson Hole Meeting. Apabila Powell memberikan kode-kode mengenai kenaikan suku bunga empat kali, maka dolar AS akan lebih menggila.
Menghadapi dua perkembangan ini, rupiah harus ekstra waspada sampai akhir pekan. Sebab, ada peluang dolar AS terus melaju dan melibas mata uang dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/wed) Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$
Most Popular