
AS-China Negosiasi Lagi, Bursa Saham Asia Melemah Terbatas
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2018 17:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia ditutup melemah pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 0,05%, indeks Kospi turun 0,8%, indeks Strait Times turun 0,69%, indeks Shanghai turun 0,63%, dan indeks Hang Seng turun 0,82%. Walaupun melemah, tekanan pada bursa saham Asia lebih kecil dibandingkan pada saat sesi awal perdagangan.
Sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari pengumuman Kementerian Perdagangan China bahwa Negeri Panda akan kembali melakukan perundingan dagang dengan AS di Washington pada akhir bulan ini.
Nantinya, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen, sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Sebelumnya, perundingan sebanyak 4 kali yang telah dilakukan kedua belah pihak tak mampu menyelesaikan perang dagang yang sudah membuat bursa saham dunia kocar-kacir. Kini, investor kembali menaruh harapan yang besar.
Pengumuman mengenai perundingan tersebut muncul tak begitu lama setelah China mengajukan gugatan ke World Trade Organisation (WTO) sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan AS di bidang energi terbarukan.
Pada bulan Januari, AS mengumumkan pengenaan bea masuk yang disebutnya sebagai safeguard tariffs selama 4 tahun lamanya. Bea masuk senilai 30% akan dikenakan bagi produk-produk seperti photovoltaics pada tahun pertama, sebelum diturunkan pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi 15% pada tahun keempat. Photovoltaics merupakan alat yang digunakan untuk mengonversi cahaya matahari menjadi listrik.
Tak sampai disitu, pemerintahan Presiden Donald Trump juga memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan energi terbarukan di AS.
Kementerian Keuangan China pada selasa malam mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah secara serius menggangu pasar global dan menciderai kepentingan pihak China.
Sebelumnya, pihak AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan produksi besar-besaran untuk mendorong harga turun dan membuat perusahaan-perusahaan asal AS menjadi tidak kompetitif. Menurut data dari China Photovoltaic Industry Association (CPIA), kapasitas produksi panel solar AS jatuh dari 1,5 gigawat pada tahun 2011 menjadi hanya 1 gigawat pada tahun lalu sebagai hasil dari kebangkrutan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Sentimen positif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari pengumuman Kementerian Perdagangan China bahwa Negeri Panda akan kembali melakukan perundingan dagang dengan AS di Washington pada akhir bulan ini.
Nantinya, delegasi China akan dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen, sementara delegasi AS akan dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan AS untuk Hubungan Internasional David Malpass.
Pengumuman mengenai perundingan tersebut muncul tak begitu lama setelah China mengajukan gugatan ke World Trade Organisation (WTO) sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan AS di bidang energi terbarukan.
Pada bulan Januari, AS mengumumkan pengenaan bea masuk yang disebutnya sebagai safeguard tariffs selama 4 tahun lamanya. Bea masuk senilai 30% akan dikenakan bagi produk-produk seperti photovoltaics pada tahun pertama, sebelum diturunkan pada tahun-tahun berikutnya dan menjadi 15% pada tahun keempat. Photovoltaics merupakan alat yang digunakan untuk mengonversi cahaya matahari menjadi listrik.
Tak sampai disitu, pemerintahan Presiden Donald Trump juga memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan energi terbarukan di AS.
Kementerian Keuangan China pada selasa malam mengatakan bahwa kebijakan tersebut telah secara serius menggangu pasar global dan menciderai kepentingan pihak China.
Sebelumnya, pihak AS telah menuduh China menggunakan subsidi dan produksi besar-besaran untuk mendorong harga turun dan membuat perusahaan-perusahaan asal AS menjadi tidak kompetitif. Menurut data dari China Photovoltaic Industry Association (CPIA), kapasitas produksi panel solar AS jatuh dari 1,5 gigawat pada tahun 2011 menjadi hanya 1 gigawat pada tahun lalu sebagai hasil dari kebangkrutan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular