
Rupiah Menguat di Kurs Acuan, di Spot Tinggal Tunggu Waktu?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 August 2018 10:34

Dari dalam negeri, diharapkan dampak dari kenaikan suku bunga acuan bisa dirasakan. Kemarin, Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Agustus 2018, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%.
Kenaikan ini juga merupakan kejutan, karena tidak sesuai dengan ekpektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%.
Berkat kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate, kemarin rupiah sempat menguat di hadapan dolar AS. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena rupiah tetap melemah 0,14% ke Rp 14.595/US$ saat penutupan pasar.
Meski begitu, kenaikan suku bunga acuan mampu menipiskan depresiasi rupiah. Setidaknya dolar AS bisa di bawah level Rp 14.600.
Hari ini, diharapkan sentimen kenaikan suku bunga acuan bisa lebih memancing arus modal asing untuk hinggap ke Indonesia. Aliran modal itu bisa menjadi pijakan bagi rupiah untuk terapresiasi.
Sementara dari sisi eksternal, rupiah diharapkan nantinya mampu memanfaatkan kondisi greenback yang sedang defensif. Pada pukul 10:20 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,17%.
Depresiasi dolar AS kian tajam kala muncul kabar perwakilan pemerintah China berkunjung ke AS dalam waktu dekat. Kedua perekonomian terbesar dunia ini akan membahas isu-isu seputar perdagangan.
Friksi dagang AS vs China memang masih terjadi. Teranyar, China melaporkan kebijakan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China memprotes kebijakan AS yang memberi subsidi kepada perusahaan energi terbarukan dan menerapkan bea masuk untuk impor panel surya. Kebijakan ini dilakukan AS pada Januari 2018, dan menjadi kick-off dari pertandingan perang dagang.
"AS telah melakukan distorsi terhadap pasar global dan mengusik kepentingan China. Oleh karena itu, China menempuh jalan penyelesaian sengketa di WTO untuk mempertahankan hak dan kepentingannya dalam menjaga ketertiban perdagangan multilateral," sebut pernyataan Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters.
Namun dengan pembicaraan AS-China, diharapkan ada titik temu di antara mereka sehingga perselisihan bisa diselesaikan. Harapan itu membuat pelaku pasar optimistis, dan mulai berani mengambil risiko.
Dana-dana pun mulai meninggalkan dolar AS dan menyebar ke berbagai penjuru. Termasuk ke pasar keuangan negara berkembang Asia. Situasi ini membuat mata uang Benua Kuning cenderung menguat, meski rupiah masih tertinggal di belakang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kenaikan ini juga merupakan kejutan, karena tidak sesuai dengan ekpektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%.
Berkat kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate, kemarin rupiah sempat menguat di hadapan dolar AS. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena rupiah tetap melemah 0,14% ke Rp 14.595/US$ saat penutupan pasar.
Hari ini, diharapkan sentimen kenaikan suku bunga acuan bisa lebih memancing arus modal asing untuk hinggap ke Indonesia. Aliran modal itu bisa menjadi pijakan bagi rupiah untuk terapresiasi.
Sementara dari sisi eksternal, rupiah diharapkan nantinya mampu memanfaatkan kondisi greenback yang sedang defensif. Pada pukul 10:20 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,17%.
Depresiasi dolar AS kian tajam kala muncul kabar perwakilan pemerintah China berkunjung ke AS dalam waktu dekat. Kedua perekonomian terbesar dunia ini akan membahas isu-isu seputar perdagangan.
Friksi dagang AS vs China memang masih terjadi. Teranyar, China melaporkan kebijakan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). China memprotes kebijakan AS yang memberi subsidi kepada perusahaan energi terbarukan dan menerapkan bea masuk untuk impor panel surya. Kebijakan ini dilakukan AS pada Januari 2018, dan menjadi kick-off dari pertandingan perang dagang.
"AS telah melakukan distorsi terhadap pasar global dan mengusik kepentingan China. Oleh karena itu, China menempuh jalan penyelesaian sengketa di WTO untuk mempertahankan hak dan kepentingannya dalam menjaga ketertiban perdagangan multilateral," sebut pernyataan Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters.
Namun dengan pembicaraan AS-China, diharapkan ada titik temu di antara mereka sehingga perselisihan bisa diselesaikan. Harapan itu membuat pelaku pasar optimistis, dan mulai berani mengambil risiko.
Dana-dana pun mulai meninggalkan dolar AS dan menyebar ke berbagai penjuru. Termasuk ke pasar keuangan negara berkembang Asia. Situasi ini membuat mata uang Benua Kuning cenderung menguat, meski rupiah masih tertinggal di belakang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular