Neraca Dagang Defisit US$ 2 M, Saham Bank Diobral Investor

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 August 2018 12:19
Investor langsung bergerak cepat dengan melepas saham-saham emiten perbankan, pasca data ekspor-impor periode Juli 2018 diumumkan.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor langsung bergerak cepat dengan melepas saham-saham emiten perbankan, pasca Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data ekspor-impor periode Juli 2018.

Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor sampai akhir sesi 1 diantaranya: PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-4,45%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-3,51%), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-3,16%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,97%).

Seiring dengan dilepasnya saham-saham emiten perbankan, indeks sektor jasa keuangan anjlok hingga 1,79%, menjadikannya sektor dengan kontribusi terbesar bagi pelemahan IHSG yang sebesar 1,38%.

Sepanjang bulan lalu, ekspor tercatat tumbuh sebesar 19,33% YoY, sementara impor meroket hingga 31,56% YoY. Akibat impor yang begitu kencang, neraca perdagangan mencatatkan defisit sebesar US$ 2,03 miliar, melebar dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar US$ 1,74 miliar.

Defisit pada bulan Juli juga jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni sebesar US$ 640 juta, hasil dari ekspor yang tumbuh sebesar 11,3% YoY dan impor yang tumbuh sebesar 13,4% YoY.

Defisit neraca perdagangan yang begitu lebar akan memberikan tekanan lebih lanjut bagi defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD). Pada kuartal-II 2018, CAD sudah menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB.

Sebagai catatan kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam. Pada 3 bulan kedua tahun ini, nilai nominal dari CAD mencapai US$ 8,03 miliar, sementara pada kuartal-I nilainya hanya sebesar US$ 5,72 miliar.

Pada akhirnya, nilai tukar rupiah bisa semakin bertekuk lutut dihadapan dolar AS. Jika ini yang terjadi, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dari bank-bank di tanah air berpotensi untuk naik dan menekan profitabilitas.

Selain CAD, salah satu pemicu pelepasan saham-saham bank adalah sentimen dari pelemahan nilai tukar rupiah dan sempat menyentuh Rp 14.625/US$. Depresiasi rupiah punya tendensi dan sentimen yang kuat terhadap kredit bermasalah perbankan.

Berdasarkan pengalaman 2015 kala rupiah menyentuh level 14.600/dolar AS, NPL perbankan Indonesia naik menjadi 2,49%, dari yang sebelumnya 2,16% per akhir 2014. Kemudian pada tahun 2016, dampak pelemahan rupiah setahun sebelumnya masih kental terasa.

NPL kembali naik menjadi 2,93%. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak krisis keuangan global menghantam pada tahun 2008-2009 silam. Pada tahun 2008 dan 2009, NPL Indonesia tercatat masing-masing sebesar 3,2% dan 3,31%.

Akibat dari meroketnya NPL, penyisihan pencadangan dari bank-bank guna mengantisipasi gagal bayar para debitur menjadi naik. Mengutip Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jumlah pencadangan yang disisihkan bank umum per akhir 2015 adalah Rp 97,2 triliun, naik drastis dari posisi akhir 2014 yang sebesar Rp 64,2 triliun. Kemudian pada tahun 2016, nilainya kembali melonjak menjadi Rp 146,6 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Neraca Perdagangan Defisit US$ 2,03 M, IHSG Jatuh Nyaris 1%

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular