
Krisis Turki Tekan Bursa Saham Wall Street
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
11 August 2018 07:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup melemah 196,09 poin ke level 25.313,14 terdampak oleh sentimen geopolitik salah satunya krisis keuangan yang menimpa Turki.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,77% atau kehilangan 196,09 poin menjadi 25.313,14 didorong saham Intel yang melemah dan mencatatkan koreksi selama tiga hari berturut-turut. Lalu indeks S&P 500 juga turun 0,7% ditutup menjadi 2.833,28 didorong sektor keuangan dan material yang melemah, serta Nasdaq Composite yang turun 0,7% ke posisi 7.839,11 dan menghentikan laju penguatan yang terjadi selama delapan hari berturut-turut.
Saham-saham perbankan memimpin pelemahan Wall Street seperti saham Bank of America, Goldman Sachs dan Morgan Stanley yang anjlok setidaknya 1%. Saham-saham teknologi seperti Facbeook, Alphabet dan Amazon juga tercatat melemah.
"Ini adalah reaksi klasik yang alamiah di pasar, saham melemah sementara waktu." Ujar Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial, dilansir dari CNBC Internasional.
Quincy menambahkan, permasalahan mata uang di pasar negara berkembang (Turki) bukanlah sesuatu yang baru. Dirinya juga mencatat bahwa bank-bank sentral global dapat mencegah dan mengambil tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Secara historis, terlihat bahwa bank-bank sentral bertindak untuk meredakan situasi semacam ini. Tujuannya adalah meminimalkan dampak kerusakan dari agunan," tambah Kosby.
Mata uang Turli (Lira) anjlok 20% ke rekor terendah setelah Presiden AS Donald Trump melipatgandakan bea impor logam ke Turki. Mata uang tersebut kemudian diperdagangkan turun 15% terhadap mata uang Dollar AS.
Kicauan Trump muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta warga menukarkan dolar dan mata uang asing lainnya, serta kepemilikan emas mereka menjadi lira.
"Tukarkan euro, dolar dan emas yang Anda simpan di bawah bantal dengan lira di bank-bank kita. Ini adalah perjuangan domestik dan nasional," kata Erdogan.
Indeks harga saham Turki juga anjlok pada hari Jumat ketika iShares MSCI Turkey ETF anjlok 13,8%. Sebelumnya, ETF sudah terperosok 42,3% tahun ini.
Penurunan tajam di aset-aset Turki muncul setelah rombongan delegasi kembali dari Washington tanpa perkembangan terkait penahanan pendeta AS Andrew Brunson, yang dituntut karena mendukung sebuah kelompok yang disalahkan dalam percobaan kudeta di tahun 2016.
Bulan lalu, Trump mengancam akan mengenakan "sanksi besar" ke negara itu jika menolak membebaskan Brunson.
"Lira Turki Jatuh karena berbagai alasan terutama karena penolakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga mendukung sanksi AS tersebut. Pelemahan mata uang Lira tersebut mendorong inflasi dan membuat Turki harus membayar mahal utang-utang dalam mata uang asing dengan jumlah yang sangat besar," ujar Alec Young, Managing Director of Global Market Research di FTSE Russell.
(hps) Next Article Wall Street Memerah, Investor Makin Khawatir Perang Dagang
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,77% atau kehilangan 196,09 poin menjadi 25.313,14 didorong saham Intel yang melemah dan mencatatkan koreksi selama tiga hari berturut-turut. Lalu indeks S&P 500 juga turun 0,7% ditutup menjadi 2.833,28 didorong sektor keuangan dan material yang melemah, serta Nasdaq Composite yang turun 0,7% ke posisi 7.839,11 dan menghentikan laju penguatan yang terjadi selama delapan hari berturut-turut.
Saham-saham perbankan memimpin pelemahan Wall Street seperti saham Bank of America, Goldman Sachs dan Morgan Stanley yang anjlok setidaknya 1%. Saham-saham teknologi seperti Facbeook, Alphabet dan Amazon juga tercatat melemah.
Quincy menambahkan, permasalahan mata uang di pasar negara berkembang (Turki) bukanlah sesuatu yang baru. Dirinya juga mencatat bahwa bank-bank sentral global dapat mencegah dan mengambil tindakan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Secara historis, terlihat bahwa bank-bank sentral bertindak untuk meredakan situasi semacam ini. Tujuannya adalah meminimalkan dampak kerusakan dari agunan," tambah Kosby.
Mata uang Turli (Lira) anjlok 20% ke rekor terendah setelah Presiden AS Donald Trump melipatgandakan bea impor logam ke Turki. Mata uang tersebut kemudian diperdagangkan turun 15% terhadap mata uang Dollar AS.
Kicauan Trump muncul setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta warga menukarkan dolar dan mata uang asing lainnya, serta kepemilikan emas mereka menjadi lira.
"Tukarkan euro, dolar dan emas yang Anda simpan di bawah bantal dengan lira di bank-bank kita. Ini adalah perjuangan domestik dan nasional," kata Erdogan.
Indeks harga saham Turki juga anjlok pada hari Jumat ketika iShares MSCI Turkey ETF anjlok 13,8%. Sebelumnya, ETF sudah terperosok 42,3% tahun ini.
Penurunan tajam di aset-aset Turki muncul setelah rombongan delegasi kembali dari Washington tanpa perkembangan terkait penahanan pendeta AS Andrew Brunson, yang dituntut karena mendukung sebuah kelompok yang disalahkan dalam percobaan kudeta di tahun 2016.
Bulan lalu, Trump mengancam akan mengenakan "sanksi besar" ke negara itu jika menolak membebaskan Brunson.
"Lira Turki Jatuh karena berbagai alasan terutama karena penolakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga mendukung sanksi AS tersebut. Pelemahan mata uang Lira tersebut mendorong inflasi dan membuat Turki harus membayar mahal utang-utang dalam mata uang asing dengan jumlah yang sangat besar," ujar Alec Young, Managing Director of Global Market Research di FTSE Russell.
(hps) Next Article Wall Street Memerah, Investor Makin Khawatir Perang Dagang
Most Popular