Pak Jokowi, Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev Turun

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
10 August 2018 17:29
Pak Jokowi, Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev Turun
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya harus waspada terkait kondisi struktural fundamental ekonomi Indonesia. Pasalnya, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) sudah mencapai batas yang harus diwaspadai.

Bank Indonesia (BI) merilis defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada kuartal II-2018. CAD pada periode tersebut melebar jadi 3% terhadap PDB.

"Defisit transaksi berjalan tercatat US$ 8 miliar atau 3% dari PDB pada kuartal II-2018," kata Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia, Yati Kurniati, di Gedung BI, Jumat (10/8/2018).
Pak Jokowi! Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev TurunFoto: Tim Riset CNBC Indonesia

Defisit transaksi berjalan terjadi karena impor yang tak terkendali. BI menyebut, peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas.

Peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi saat lebaran dan libur sekolah.

Sedangkan penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas terutama disebabkan naiknya impor bahan baku dan barang modal, sebagai dampak dari kegiatan produksi dan investasi yang terus meningkat di tengah ekspor nonmigas yang turun.

Walaupun pada semester I-2018 CAD masih berada di 2,6% terhadap PDB, namun tingginya angka di kuartal II-2018 merupakan sebuah peringatan. Harus ada tindakan konkrit yang diambil pemerintah untuk mengendalikan impor.

Defisit transaksi berjalan telah mencapai US$ 8 miliar. BI memproyeksikan di akhir tahun 2018, CAD akan mencapai US$ 25 miliar.
Pak Jokowi! Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev TurunFoto: Ist


(NEXT)

Tingginya impor, kenaikan harga minyak dunia, trade war alias perang dagang dan membaiknya perekonomian AS membuat dolar makin perkasa di seluruh jagad raya. Hal ini menyebabkan rupiah terombang-ambing.

Sampai 10 Agustus 2018, rupiah telah mengalami depresiasi hingga 6,67% dari Rp 13.565 pada awal 2018 ke Rp 14.470/US$ pada Agustus 2018.

Pak Jokowi! Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev TurunFoto: Ist


Dampak positif pelemahan rupiah mungkin hanya dirasakan para eksportir komoditas. Namun, industri manufaktur Indonesia yang sangat bergantung pada impor berupa barang modal dan bahan baku terkena dampaknya. Tak lupa industri makanan dan minuman.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menggarisbawahi, bahan baku industri makanan-minuman atau mamin banyak menggunakan bahan impor.

Ketua Umum Gapmmi, Adhi S Lukman, menegaskan para pelaku usaha makanan dan minuman harus rela hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit.

Kondisi rupiah yang memperihatinkan ini dinilai harus segera diatasi dengan melihat berbagai kebijakan yang paling efektif untuk diterapkan. Dia menyebutkan jika tidak maka akan membuat pengusaha semakin tertekan.

"Pelemahan rupiah sangat memprihatinkan. Kita harus bersama mengatasi ini dan review berbagai kebijakan yang menghambat untuk meningkatkan daya saing produk kita dan mengurangi defisit," jelasnya.

Bila pelemahan nilai tukar yang dalam tidak dapat dicegah, dampaknya secara makro akan lebih besar berupa kenaikan inflasi, biaya impor, dan pembayaran utang luar negeri yang pada akhirnya dapat melemahkan kinerja industri manufaktur dan perekonomian. Sejak awal tahun, depresiasi nilai tukar rupiah telah menyentuh 6,41%. Terhitung sejak Desember 2017, bank sentral telah menggelontorkan devisa hingga US$ 11,7 miliar atau Rp 166 triliun untuk melakukan stabilisasi.

Penurunan cadangan devisa tidak bisa dihindarkan. Pelemahan rupiah yang terjadi akibat kondisi ekonomi global, terutama ancaman kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang agresif di 2018.

Pak Jokowi! Waspada CAD Bengkak, Rupiah Jatuh & Cadev TurunFoto: Tim Riset CNBC Indonesia


Teranyar, meski menahan suku bunga acuan di kisaran 1,75%-2% pada pertemuan bulan lalu, namun The Fed memberikan sinyal hawkish. Kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) itu menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 4 kali menjadi terbuka lebar.

Cadangan devisa yang terus tergerus bisa membahayakan perekonomian. Ketika cadev terbatas maka Indonesia harus siap untuk tak lagi bisa menahan gejolak nilai tukar.

Ketiga kondisi ini bagaimana pun menunjukkan rentannya kondisi fundamental Indonesia. Ekonomi harus menjadi fokus di tengah pesta politik. Siapa pun Presidennya nanti, termasuk Pak Jokowi sendiri harus melihat secara dalam apa yang terjadi dalam perekonomian RI.
(dru/wed) Next Article Rupiah Bisa Terus Perkasa, Obatnya Apa? Cadangan Devisa!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular