
Data Ekonomi AS Bagus, Rupiah Kembali Melemah 0,17%
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
10 August 2018 09:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pagi ini dibuka menguat. Pelemahan ini tidak lepas dari sentimen yang berasal global hingga domestik.
Pada Jumat (10/8/2018) pukul 08:00 WIB, US$ 1 dibuka pada posisi Rp 14.420. Rupiah melemah 0,10% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin. Seiring berjalannya waktu, pelemahan rupiah terus berlanjut. Hingga pukul 08:21 WIB, US$ 1 berada di posisi Rp 14.430/US$ atau melemah 0,17%.
Sementara pergerakan mata uang kawasan terhadap greenback bergerak variatif. Berikut data perdagangan sejumlah mata uang Asia di hadapan greenback hingga pukul 08:28 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters:
Aura kesaktian dolar AS mulai terasa. Terlebih setelah rilis data-data ekonomi AS yang kembali memunculkan ekspektasi The Federal Reserve/The Fed akan agresif di sisa tahun 2018 ini. Terbaru, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu turun 6.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 220.000.
Data ini menandakan pasar tenaga kerja AS semakin kuat sehingga The Federal Reserve/The Fed akan semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan lebih agresif. Didorong sentimen kenaikan suku bunga acuan, menarik dolar AS untuk pulang kampung. Salah satu yang menjadi tujuan yaitu pasar obligasi AS.
Hal ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik akibat lonjakan permintaan. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 berada di posisi 2,9258% dari sebelumnya 2,9350%.
Dari dalam negeri, dinamika politik menjelang pilpres 2019. Akhirnya sudah jelas siapa yang akan mengikuti kontestasi tahun depan yaitu pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Mereka dijadwalkan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) hari ini. Pasar nampaknya wait and see bagaimana visi-misi dari masing-masing calon. Hal ini menyebabkan aliran modal asing pun cenderung tertahan.
Selain itu, faktor rilis data rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018. Sebagai catatan, NPI pada kuartal I-2018 membukukan defisit US$ 3,8 miliar.
Komponen yang mendapat sorotan dalam NPI adalah transaksi berjalan (current account). Pos ini dipandang sebagai fundamental ketahanan ekonomi suatu negara dari gejolak eksternal.
Sebab, transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari sektor perdagangan, impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih stabil dibandingkan investasi portofolio alias hot money, sehingga lebih bisa menopang fundamental perekonomian.
Pada kuartal I-2018, transaksi berjalanan berada di posisi defisit US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari PDB. Untuk kuartal II-2018, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit ini akan melebar. "Kuartal II memang ada akselerasi impor sehingga memang kami melihat (defisit) transaksi berjalan bisa di atas 2,5% tetapi di bawah 3% (dari PDB)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, bulan lalu.
Apabila defisit transaksi berjalan semakin melebar, maka hal ini akan menjadi kabar buruk bagi rupiah. Mata uang Tanah Air bisa kehilangan pijakan untuk bisa melanjutkan penguatan. Akibatnya, pergerakan rupiah pagi ini cenderung lesu.
(roy/roy) Next Article Rupiah Kurang Bergairah, Jadi PR Pemerintah
Pada Jumat (10/8/2018) pukul 08:00 WIB, US$ 1 dibuka pada posisi Rp 14.420. Rupiah melemah 0,10% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin. Seiring berjalannya waktu, pelemahan rupiah terus berlanjut. Hingga pukul 08:21 WIB, US$ 1 berada di posisi Rp 14.430/US$ atau melemah 0,17%.
![]() |
Sementara pergerakan mata uang kawasan terhadap greenback bergerak variatif. Berikut data perdagangan sejumlah mata uang Asia di hadapan greenback hingga pukul 08:28 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters:
![]() |
Aura kesaktian dolar AS mulai terasa. Terlebih setelah rilis data-data ekonomi AS yang kembali memunculkan ekspektasi The Federal Reserve/The Fed akan agresif di sisa tahun 2018 ini. Terbaru, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu turun 6.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 220.000.
Data ini menandakan pasar tenaga kerja AS semakin kuat sehingga The Federal Reserve/The Fed akan semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan lebih agresif. Didorong sentimen kenaikan suku bunga acuan, menarik dolar AS untuk pulang kampung. Salah satu yang menjadi tujuan yaitu pasar obligasi AS.
Hal ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik akibat lonjakan permintaan. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 berada di posisi 2,9258% dari sebelumnya 2,9350%.
Dari dalam negeri, dinamika politik menjelang pilpres 2019. Akhirnya sudah jelas siapa yang akan mengikuti kontestasi tahun depan yaitu pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Mereka dijadwalkan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) hari ini. Pasar nampaknya wait and see bagaimana visi-misi dari masing-masing calon. Hal ini menyebabkan aliran modal asing pun cenderung tertahan.
Selain itu, faktor rilis data rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018. Sebagai catatan, NPI pada kuartal I-2018 membukukan defisit US$ 3,8 miliar.
Pada kuartal I-2018, transaksi berjalanan berada di posisi defisit US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari PDB. Untuk kuartal II-2018, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit ini akan melebar. "Kuartal II memang ada akselerasi impor sehingga memang kami melihat (defisit) transaksi berjalan bisa di atas 2,5% tetapi di bawah 3% (dari PDB)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, bulan lalu.
Apabila defisit transaksi berjalan semakin melebar, maka hal ini akan menjadi kabar buruk bagi rupiah. Mata uang Tanah Air bisa kehilangan pijakan untuk bisa melanjutkan penguatan. Akibatnya, pergerakan rupiah pagi ini cenderung lesu.
(roy/roy) Next Article Rupiah Kurang Bergairah, Jadi PR Pemerintah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular