
Harga CPO Sentuh Titik Tertinggi Dalam Sebulan
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
07 August 2018 16:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Oktober 2018 di bursa derivatif Malaysia bergerak menguat 0,91% ke level MYR2.226/ton pada perdagangan hari ini Selasa (07/08/2018) hingga pukul 15.30 WIB.
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini sudah menguat selama 3 hari berturut-turut, dan mencapai titik tertingginya sejak 10 Juli 2018. Harga CPO nampaknya sudah mulai pulih pasca tertekan hebat di sepanjang tahun ini. Sebagai informasi, sepanjang Juli 2018 harga CPO anjlok hingga nyaris 6%.
Sentimen positif bagi pergerakan harga CPO hari ini datang dari pelemahan Ringgit Malaysia, serta harga minyak kedelai yang bergerak menguat. Dari sisi fundamental, harga CPO juga mendapatkan dukungan dari kebijakan biodiesel Indonesia dan permintaan India yang diperkirakan menguat.
(RHG/wed) Next Article Unstoppable! Harga CPO Meroket Terus Sambut Tahun Baru
Dengan pergerakan itu, harga komoditas agrikultur unggulan Indonesia dan Malaysia ini sudah menguat selama 3 hari berturut-turut, dan mencapai titik tertingginya sejak 10 Juli 2018. Harga CPO nampaknya sudah mulai pulih pasca tertekan hebat di sepanjang tahun ini. Sebagai informasi, sepanjang Juli 2018 harga CPO anjlok hingga nyaris 6%.
Sentimen positif bagi pergerakan harga CPO hari ini datang dari pelemahan Ringgit Malaysia, serta harga minyak kedelai yang bergerak menguat. Dari sisi fundamental, harga CPO juga mendapatkan dukungan dari kebijakan biodiesel Indonesia dan permintaan India yang diperkirakan menguat.
Mata uang Ringgit Malaysia memang masih bergerak menguat tipis 0,07% pada perdagangan hari ini hingga pukul 15.16 WIB, namun mata uang Negeri Jiran sudah melemah cukup parah selama beberapa waktu terakhir. Sepanjang Juli 2018 saja, ringgit sudah terdepresiasi sebesar 0,62%. Seperti diketahui, depresiasi ringgit akan membuat harga CPO relatif lebih murah bagi pemegang mata uang asing. Alhasil, permintaan CPO pun akan meningkat, dan mampu menyokong harga komoditas ini.
Kemudian, harga minyak kedelai hari ini mampu rebound pasca beberapa waktu terakhir tertekan hebat oleh isu perang dagang. Minyak kedelai memang menjadi salah satu komoditas yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya, dan akhirnya menekan harga minyak kedelai.
Meski demikian, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade siang ini mampu naik tipis sebesar 0,21%, lantas memberikan angin segar bagi harga CPO. Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Sebagai tambahan, harga CPO juga nampaknya masih dipengaruhi oleh sentimen positif dari pemerintah Indonesia yang mewajibkan penggunaan solar bercampur minyak kelapa sawit 20% (B20), yang akan berlaku per 1 September 2018.
Apabila kebijakan ini sudah terealisasi, maka konsumsi CPO domestik Indonesia akan meningkat pesat, dan kemungkinan besar akan mengurangi ekspor. Akibatnya, pasokan global akan terdisrupsi. Sebagai catatan, Indonesia adalah eksportir CPO terbesar di dunia. Pada tahun 2017 saja, RI mengekspor minyak kelapa sawit sebanyak 31,05 juta ton.
Terlebih, permintaan global justru diperkirakan akan meningkat seiring dengan India, yang merupakan importir terbesar CPO di dunia, diperkirakan akan mengalami musim hujan yang lebih kering dari biasanya, seperti dikutip dari Reuters. Hal ini lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa produk pertanian dari Negeri Bollywood akan berkurang, karena minimnya irigasi.
Sebagai catatan, 260 juta petani di India bergantung pada curah hujan yang tinggi untuk menumbuhkan sejumlah komoditas seperti padi, jagung, kapas, hingga kedelai. Dengan panen domestik yang diramalkan terganggu, India diekspektasikan akan meningkatkan jumlah impor komoditas agrikultur dari negara lain, termasuk CPO.
Kemudian, harga minyak kedelai hari ini mampu rebound pasca beberapa waktu terakhir tertekan hebat oleh isu perang dagang. Minyak kedelai memang menjadi salah satu komoditas yang paling terdampak dari memburuknya hubungan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.
Minyak kedelai adalah produk utama dari petani di Arkansas, dengan volume produksi mencapai 178 juta bushel pada 2017. Sekitar 40% dari hasil panen tersebut diekspor ke China. Dengan bertambah mahalnya biaya impor kedelai (akibat bea masuk), Negeri Panda pun dipastikan akan menurunkan permintaannya, dan akhirnya menekan harga minyak kedelai.
Meski demikian, harga minyak kedelai kontrak acuan di Chicago Board of Trade siang ini mampu naik tipis sebesar 0,21%, lantas memberikan angin segar bagi harga CPO. Seperti diketahui, harga CPO akan dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lainnya (seperti minyak kedelai), seiring mereka bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Ketika harga minyak kedelai menguat, kecenderungannya adalah harga CPO akan ikut naik.
Sebagai tambahan, harga CPO juga nampaknya masih dipengaruhi oleh sentimen positif dari pemerintah Indonesia yang mewajibkan penggunaan solar bercampur minyak kelapa sawit 20% (B20), yang akan berlaku per 1 September 2018.
Apabila kebijakan ini sudah terealisasi, maka konsumsi CPO domestik Indonesia akan meningkat pesat, dan kemungkinan besar akan mengurangi ekspor. Akibatnya, pasokan global akan terdisrupsi. Sebagai catatan, Indonesia adalah eksportir CPO terbesar di dunia. Pada tahun 2017 saja, RI mengekspor minyak kelapa sawit sebanyak 31,05 juta ton.
Terlebih, permintaan global justru diperkirakan akan meningkat seiring dengan India, yang merupakan importir terbesar CPO di dunia, diperkirakan akan mengalami musim hujan yang lebih kering dari biasanya, seperti dikutip dari Reuters. Hal ini lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa produk pertanian dari Negeri Bollywood akan berkurang, karena minimnya irigasi.
Sebagai catatan, 260 juta petani di India bergantung pada curah hujan yang tinggi untuk menumbuhkan sejumlah komoditas seperti padi, jagung, kapas, hingga kedelai. Dengan panen domestik yang diramalkan terganggu, India diekspektasikan akan meningkatkan jumlah impor komoditas agrikultur dari negara lain, termasuk CPO.
(RHG/wed) Next Article Unstoppable! Harga CPO Meroket Terus Sambut Tahun Baru
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular