Yuan Masih Lemah, Bursa Saham Asia ke Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 August 2018 16:57
Bursa saham utama kawasan Asia ditutup cenderung melemah pada perdagangan hari ini.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia ditutup cenderung melemah pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 0,08%, indeks Shanghai turun 1,26%, dan indeks Kospi turun 0,05%. Sementara itu, indeks Hang Seng dan Strait Times masing-masing menguat sebesar 0,52% dan 0,6%.

Langkah People's Bank of China (PBoC) untuk meredam pelemahan yuan tidak direspon positif oleh pasar dan pada akhirnya memberikan tekanan bagi bursa saham Benua Kuning. Pada hari Jumat (3/8/2018), bank sentral China tersebut mengumumkan pemberlakuan kembali kebijakan 20% reserve requirement bagi bank-bank yang menjual dolar AS kepada nasabahnya menggunakan kontrak forward. Akibatnya, biaya untuk melakukan short terhadap yuan menjadi lebih mahal.

Kebijakan ini pertama kali diadopsi pada Oktober 2015. Kala itu, yuan terdepresiasi besar-besaran selepas PBoC dengan sengaja mendevaluasinya.

Namun, pada perdagangan hari ini yuan justru melemah 0,18% di pasar spot melawan dolar AS. Sementara di pasar offshore, yuan melemah 0,14%.

Selain itu, perang dagang antara AS dengan China yang semakin memanas juga memberikan tekanan. Teranyar, pemerintah China berencana mengenakan bea masuk baru bagi importasi produk AS senilai US$ 60 miliar produk AS.

Tindakan ini sebagai balasan atas rencana pemerintah AS yang menargetkan bea masuk kepada US$ 200 miliar produk China. Mengutip Reuters, bea masuk yang akan diterapkan China mencakup gas alam cair hingga pesawat.

Washington menggertak balik dengan menyebut mendapat dukungan dari Uni Eropa dan Meksiko untuk membentuk koalisi melawan China. "Kami datang bersama dengan Uni Eropa untuk membuat kesepakatan dengan mereka, jadi kami akan memiliki front persatuan melawan China. Kami juga bergerak mendekati Meksiko," ujar Larry Kudlow, kepala Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.

Terakhir, sentimen negatif datang dari hubungan AS-Korea Utara yang kembali tak kondusif. Laporan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) menyebutkan Korea Utara masih belum menghentikan program nuklir mereka. Satelit mata-mata AS juga merekam aktivitas pengembangan misil balistik yang masih berlangsung. Pyongyang pun ditengarai masih menjual senjata secara ilegal ke luar negeri.

"Pemimpin Kim sudah berkomitmen untuk melakukan denuklirisasi. Namun mereka bertindak inkonsisten dengan komitmen itu," tegas Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters.

Pyongyang tidak terima dengan segala tuduhan tersebut. Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, menegaskan negaranya berkomitmen penuh untuk memenuhi perjanjian yang tercapai di Singapura. Bahkan, Ri menyebut AS yang mengada-ada dan ingin kembali ke hubungan yang tegang seperti dulu.

"Republik Rakyat Demokratik Korea menegaskan determinasi dan komitmen untuk melaksanakan kesepakatan dengan AS dengan itikad baik. Namun yang mengkhawatirkan adalah langkah AS yang seakan kembali ke hubungan seperti masa lalu, jauh dari apa yang diharapkan pemimpin kedua negara," tukas Ri, mengutip Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Kabar Baik China vs Buruk Dari Amerika, Bursa Asia Bervariasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular