
Jokowi Ngotot Terapkan B20, Emiten Mana Paling Diuntungkan?
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
03 August 2018 16:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia mewajibkan penggunaan solar bercampur minyak kelapa sawit sebanyak 20%, yang akan berlaku per 1 September 2018. Hal ini ditempuh untuk memangkas impor minyak diesel, dalam rangka mengurangi defisit transaksi berjalan (current account deficit).
Kebijakan yang dikenal dengan istilah B20 ini juga berpotensi meningkatkan permintaan CPO domestik kala permintaan dari luar negeri cenderung lesu. Sebagai informasi, permintaan CPO Indonesia merosot terutama karena India menerapkan kebijakan bea masuk untuk komoditas ini.
Maret lalu, India menaikkan bea masuk CPO dari 30% menjadi 44%. Bea masuk untuk CPO yang sudah diolah juga naik dari 40% menjadi 54%.
Oleh karena itu, kebijakan B20 diharapkan mampu menolong kinerja industri CPO dalam negeri dengan meningkatkan permintaan domestik. Berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), sepanjang tahun berjalan hingga bulan Juni 2018, produksi biodiesel Indonesia mencapai 3,42 juta kiloliter (KL).
Dari jumlah sebesar itu, sekitar 75,15% nya atau 2,57 juta KL, didistribusikan ke pasar domestik. Sedangkan, sekitar 5,55% atau 187,35 ribu KL diekspor ke luar negeri. Produksi biodiesel tahun ini bisa dibilang sangat signifikan, mengingat dalam 6 bulan pertama saja sudah melampaui jumlah produksi tahun 2017 yang sekitar 3,15 juta KL.
Lantas, pertanyaannya, emiten CPO mana yang akan mendulang keuntungan paling besar dari kebijakan B20? Jawabannya adalah PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).
SMAR memiliki aktivitas utama dari mulai penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK), pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen seperti minyak goreng, margarin, shortening, oleokimia, termasuk biodiesel.
SMAR telah mengoperasikan pabrik biodiesel pertama di Kalimantan Selatan dengan kapasitas 300.000 ton per tahun, sejak tahun 2016. Kemudian, korporasi menyelesaikan pabrik biodiesel yang ke-dua di Marunda, Jakarta Utara, dengan kapasitas tahunan 300.000 ton, pada tahun 2017.
Dengan beroperasinya pabrik biodiesel ke-dua pada kuartal II-2017, kuantitas penjualan biodiesel SMAR pada tahun 2017 tercatat dua kali lebih besar dari tahun sebelumnya. Dalam laporan tahunan SMAR, penjualan biodiesel berkontribusi bagi total peningkatan penjualan bersih perusahaan sebesar 19% menjadi Rp35,32 triliun pada tahun lalu.
Sementara itu, TBLA telah membangun pabrik biodiesel di Lampung sejak tahun 2015, dengan kapasitas 1.050 ton per hari. Pada tahun 2017, penjualan biodiesel berkontribusi sekitar 10% dari penjualan TBLA yang sebesar Rp8,9 triliun. Yang berarti, nilai penjualan biodiesel perseroan tahun lalu berada di kisaran Rp890 miliar. Kemudian, stok biodiesel korporasi juga meningkat 10,04% ke angka Rp93,73 miliar pada tahun lalu.
Dengan investasi pabrik yang sudah dikeluarkan sejak awal untuk memproduksi biodiesel, SMAR dan TBLA memiliki keunggulan komparatif dibandingkan emiten lainnya. Dengan kebijakan B20 yang akan segera berlaku, SMAR dan TBLA akan menuai marjin laba yang lebih besar dibandingkan emiten lainnya di sektor CPO.
(RHG/hps) Next Article 'Harga CPO Tinggi tak akan Menolong Petani'
Kebijakan yang dikenal dengan istilah B20 ini juga berpotensi meningkatkan permintaan CPO domestik kala permintaan dari luar negeri cenderung lesu. Sebagai informasi, permintaan CPO Indonesia merosot terutama karena India menerapkan kebijakan bea masuk untuk komoditas ini.
Maret lalu, India menaikkan bea masuk CPO dari 30% menjadi 44%. Bea masuk untuk CPO yang sudah diolah juga naik dari 40% menjadi 54%.
Dari jumlah sebesar itu, sekitar 75,15% nya atau 2,57 juta KL, didistribusikan ke pasar domestik. Sedangkan, sekitar 5,55% atau 187,35 ribu KL diekspor ke luar negeri. Produksi biodiesel tahun ini bisa dibilang sangat signifikan, mengingat dalam 6 bulan pertama saja sudah melampaui jumlah produksi tahun 2017 yang sekitar 3,15 juta KL.
Lantas, pertanyaannya, emiten CPO mana yang akan mendulang keuntungan paling besar dari kebijakan B20? Jawabannya adalah PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA).
SMAR memiliki aktivitas utama dari mulai penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK), pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen seperti minyak goreng, margarin, shortening, oleokimia, termasuk biodiesel.
SMAR telah mengoperasikan pabrik biodiesel pertama di Kalimantan Selatan dengan kapasitas 300.000 ton per tahun, sejak tahun 2016. Kemudian, korporasi menyelesaikan pabrik biodiesel yang ke-dua di Marunda, Jakarta Utara, dengan kapasitas tahunan 300.000 ton, pada tahun 2017.
Dengan beroperasinya pabrik biodiesel ke-dua pada kuartal II-2017, kuantitas penjualan biodiesel SMAR pada tahun 2017 tercatat dua kali lebih besar dari tahun sebelumnya. Dalam laporan tahunan SMAR, penjualan biodiesel berkontribusi bagi total peningkatan penjualan bersih perusahaan sebesar 19% menjadi Rp35,32 triliun pada tahun lalu.
Sementara itu, TBLA telah membangun pabrik biodiesel di Lampung sejak tahun 2015, dengan kapasitas 1.050 ton per hari. Pada tahun 2017, penjualan biodiesel berkontribusi sekitar 10% dari penjualan TBLA yang sebesar Rp8,9 triliun. Yang berarti, nilai penjualan biodiesel perseroan tahun lalu berada di kisaran Rp890 miliar. Kemudian, stok biodiesel korporasi juga meningkat 10,04% ke angka Rp93,73 miliar pada tahun lalu.
Dengan investasi pabrik yang sudah dikeluarkan sejak awal untuk memproduksi biodiesel, SMAR dan TBLA memiliki keunggulan komparatif dibandingkan emiten lainnya. Dengan kebijakan B20 yang akan segera berlaku, SMAR dan TBLA akan menuai marjin laba yang lebih besar dibandingkan emiten lainnya di sektor CPO.
(RHG/hps) Next Article 'Harga CPO Tinggi tak akan Menolong Petani'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular