Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Dolar AS Kompak di Rp 14.500

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 August 2018 10:37
Di Kurs Acuan dan Pasar Spot, Dolar AS Kompak di Rp 14.500
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan melemah pada akhir pekan ini. Seperti di pasar spot, dolar AS di kurs acuan pun sudah menyentuh level Rp 14.500. 

Pada Jumat (3/8/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.503. Rupiah melemah 0,39% dibandingkan posisi hari sebelumnya. Di kurs acuan, rupiah berada di posisi terlemah sejak 25 Juli.



Sementara di pasar spot, rupiah pun melemah. Pada pukul 10:09 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.508, di mana rupiah melemah 0,26%. 

Rupiah dan mata uang Asia memang sedang kurang bertaji menghadapi dolar AS. Yuan China menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam, disusul oleh rupee India dan rupiah di peringkat ketiga. 

Namun, pelemahan China tidak lepas dari kebijakan bank sentral. Hari ini, Bank Sentral China (PBoC) menetapkan nilai tengah yuan di posisi CNY 6,8322/US$. Melemah tipis dibandingkan posisi kemarin yaitu CNY 6,8381/US$. Titik tengah hari ini merupakan yang terlemah sejak akhir Juli. 

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:28 WIB, mengutip Reuters:




Penguatan dolar AS setidaknya disebabkan dua hal. Pertama adalah minat investor yang tinggi terhadap mata uang ini jelang rilis data angka pengangguran. US Bureau of Labor Statistics dijadwalkan merilis angka pengangguran periode Juli 2018 malam ini waktu Indonesia.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran bulan lalu di 3,9%. Turun dibandingkan Juni yaitu 4%.

Selain itu, pemerintah AS juga akan merilis angka jumlah partisipasi angkatan kerja periode Juli. Konsensus pasar memperkirakan angka ini sebesar 63%. Naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 62,9%.

Data-data ekonomi AS yang sepertinya terus positif memberi konfirmasi bahwa The Federal Reserve/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun. Ini akan membuat kenaikan suku bunga acuan sepanjang 2018 menjadi empat kali, lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelummya yaitu tiga kali.

Didukung sentimen kenaikan suku bunga, dolar AS pun kian diburu investor. Kala suku bunga naik, maka aset-aset berbasis dolar AS akan menjadi semakin seksi karena menawarkan imbalan lebih tinggi. Perburuan terhadap aset berbasis dolar AS tentu akan menguatkan mata uang ini.


Sentimen kedua adalah perang dagang yang kembali memanas antara AS dan China. Presiden Donald Trump dikabarkan segera mengumumkan rencana pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Produk-produk tersebut akan dikenakan bea masuk 25%, bukan 10% seperti rencana awal.

China pun tidak gentar. Beijing menegaskan bahwa mereka siap membalas jika AS betul-betul menerapkan bea masuk itu.

“Kami menyarankan AS memperbaiki sikap mereka dan tidak lagi melakukan pemerasan. Itu tidak akan berhasil,” tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, dikutip dari Reuters.

“Kami berharap mereka yang terlibat dalam penyusunan kebijakan perdagangan di AS untuk tetap tenang. Dengarkanlah suara konsumen AS dan komunitas internasional,” tutur Wang Yi, Anggota Dewan Negara China, masih mengutip Reuters.

Jika perang dagang dalam skala besar benar-benar terjadi antara AS dan China, laju perekonomian dunia menjadi taruhannya. Isu ini membuat investor mundur teratur dari instrumen-instrumen berisiko di negara berkembang. Investor memilih bermain aman dan masuk ke aset-aset safe haven.

Dolar AS menjadi pilihan karena mata uang ini dalam kadar tertentu relatif aman. Aliran dana pun masuk ke instrumen-instrumen berbasis greenback.

Arus modal ini mendorong imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS turun. Untuk seri acuan tenor 10 tahun, yield turun 1,7 basis poin menjadi 2,9859%. Penurunan yield adalah pertanda harga sedang naik akibat tingginya permintaan.

Penguatan dolar AS yang seolah tiada henti membuat rupiah semakin defensif. Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6% terhadap greenback. Depresiasi hari ini semakin menambah beban bagi mata uang Tanah Air.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular