Harga Minyak AS Anjlok ke Rekor Terendah Dalam 1,5 Bulan

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
02 August 2018 19:33
Sempat menguat pada perdagangan pagi, harga minyak brent bergerak melemah 0,55% ke level US$71,99/barel, sementara light sweet anjlok 0,89% ke US$67,06/barel.
Foto: skkmigas.go.id
Jakarta, CNBC IndonesiaSempat kompak menguat pada perdagangan pagi ini, harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Oktober 2018 bergerak melemah 0,55% ke level US$71,99/barel, sementara harga minyak light sweet kontrak September 2018 anjlok 0,89% ke US$67,06/barel pada perdagangan hari ini Kamis (02/08/2018) hingga pukul 18.45 WIB.

Dengan pergerakan itu, harga sang emas hitam lantas sudah melemah secara 3 hari berturut-turut. Sebagai informasi, kemarin harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) turun 1,6%. Sedangkan, harga brent yang menjadi acuan di Eropa malah amblas hingga 2,5%.

Harga minyak light sweet malah sudah amblas ke titik terendahnya dalam nyaris 1,5 bulan terakhir, atau sejak 21 Juni 2018. Harga komoditas energi utama dunia ini memang dihajar habis-habisan oleh berbagai macam sentimen negatif.



Pertama, kembali munculnya isu perang dagang. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%. 

Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.

"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.

Jika perang dagang sampai berkecamuk, maka perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat. Apabila pertumbuhan ekonomi melambat, permintaan energi pun berkurang. Persepsi ini yang membuat harga si emas hitam terperosok.

Kedua, Saudi Arabia, Rusia, Kuwait, dan Uni Emirat Arab telah sepakat meningkatkan produksinya, berdasarkan hasil pertemuan keempat negara tersebut pada bulan Juni 2018. Alasannya, untuk mengompensasi jatuhnya pasokan minyak mentah dari Iran seiring kembali berlakunya sanksi dari Negeri Paman Sam.

Bakhit al-Rashidi, Menteri Perminyakan Kuwait, bahkan sudah menyebutkan bahwa produksi minyak negaranya naik sekitar 100.000 barel/hari menjadi 2,8 juta barel/hari, seperti dilansir dari Reuters. Kemudian, survei Reuters menunjukkan produksi minyak negara-negara OPEC pada Juli 2018 naik 70,000 barel/hari menjadi 32,64 juta barel/hari. Ini merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.  

Ketiga, kenaikan cadangan minyak AS juga mempengaruhi pembentukan harga. US Energy Information Administration (EIA) mencatat cadangan minyak AS naik 3,8 juta barel pekan lalu. Jauh mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 2,6 juta barel.

Keempat, Saudi Aramco memangkas harga light crude Arab untuk pelanggan di Asia, sebesar US$0,70/barel pada bulan September 2018, ke level terendahnya dalam 4 bulan terakhir, seperti dilansir dari data Reuters.

(RHG/gus) Next Article Gara-gara Stok Minyak AS, Harga 'Emas Hitam' Galau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular