Perang Dagang & Hasil Pertemuan The Fed Bawa IHSG Melemah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 August 2018 16:40
IHSG ditutup melemah 0,36% pada perdagangan hari ini.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka naik tipis 0,11%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,36% pada perdagangan hari ini ke level 6.011,72. Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,03%, indeks Shanghai turun 2,03%, indeks Hang Seng turun 2,21%, indeks Strait Times turun 1,12%, dan indeks Kospi turun 1,6%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,91 triliun dengan volume sebanyak 10,44 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 429.365 kali.

Dari sisi eksternal, sentimen memang tak mendukung bagi bursa saham Benua Kuning, seiring dengan perang dagang yang kembali membara dan semakin mencuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh The Federal Reserve.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah meminta pejabat tinggi bidang perdagangan untuk mempertimbangkan menaikkan bea masuk terhadap produk China senilai US$200 miliar (Rp 2.889 triliun) menjadi 25%, dari 10% yang saat ini sedang dikaji, menurut pengumuman Kantor Perwakilan Perdagangan AS pada hari Rabu (1/8/2018).

Tidak ada langkah khusus China yang membuat presiden mengajukan rekomendasi itu, kata seorang pejabat senior yang menolak disebutkan namanya dalam sebuah telekonferensi dengan wartawan.

Meminta Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer untuk mempertimbangkan kenaikan bea masuk adalah upaya pemerintah untuk mendorong China membuka pasarnya, menaikkan persaingan, dan mencabut tarif balasannya ke AS, kata pejabat tersebut.

"Pekan ini, Presiden telah memberi arahan agar saya mempertimbangkan menaikkan usulan bea masuk tambahan dari 10% menjadi 25%. Bea masuk 25% akan dikenakan terhadap daftar barang-barang yang diusulkan yang telah diumumkan pada 10 Juli lalu," kata Lighthizer dalam sebuah pernyataan.

"Pemerintahan Trump terus mendorong China untuk menghentikan praktik tidak adilnya, membuka pasar, dan terlibat dalam kompetisi pasar yang sebenarnya. Kami telah sangat jelas mengenai perubahan spesifik apa yang China harus lakukan. Sangat disesalkan bahwa alih-alih mengubah sikap berbahayanya, China justru telah secara ilegal membalas pekerja, petani, peternak, dan bisnis AS," tambahnya.

Pemerintah AS akan memperpanjang masa komentar publik terhadap usulan tarif itu hingga 5 September dari sebelumnya 30 Agustus untuk mendapatkan masukan mengenai tarif seperti apa yang seharusnya diterapkan Gedung Putih.

Beijing pun merespons dengan keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.

"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.

Jika perang dagang dalam skala besar benar-benar terjadi antara AS dan China, laju perekonomian dunia menjadi taruhannya.

Kemudian, hasil pertemuan the Federal Reserve juga menjadi petaka bagi IHSG. Walaupun The Fed menahan suku bunga acuan di level 1,75%-2% seperti estimasi para ekonom, bank sentral menyuarakan nada optimis mengenai perekonomian Negeri Paman Sam.

"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed.

Pernyataan The Fed ini dianggap sebagai sinyal bahwa sampai dengan akhir tahun, masih akan ada 2 kali kenaikan suku bunga acuan atau 4 kali secara total. Sebagai catatan, saat ini The Fed memang memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini, lebih agresif dibandingkan proyeksi pada awal tahun yang sebanyak 3 kali saja.

Data tenaga kerja juga mendukung bank sentral untuk bergerak secara agresif. Sepanjang bulan Juli, angka penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian versi ADP diumumkan sebanyak 219.000, jauh lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun oleh Reuters sebanyak 185.000.

Data tenaga kerja merupakan salah satu indikator utama bagi the Fed dalam menentukan arah kebijakannya. Ketika pasar tenaga kerja bergairah, the Fed menjadi memiliki alasan untuk mengeksekusi rencananya.

Masalahnya, kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif dikhawatirkan bisa 'mematikan' laju perekonomian Negeri Paman Sam. Terlebih, risiko perang dagang masih terus mengintai.

Sentimen positif dari dalam negeri berupa rilis data inflasi periode Juli yang lebih rendah dari ekspektasi terbukti tak mampu mengangkat kinerja IHSG seperti kemarin (1/8/2018). Saham-saham emiten barang konsumsi yang kemarin diburu investor kini justru dilepas, seperti PT Inti Agri Resources Tbk/IIKP (-4,27%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-3,31%), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-0,39%).

Seiring dengan aksi jual atas saham-saham barang konsumsi, indeks sektor barang konsumsi melemah sebesar 0,44%. Kemarin, indeks ini menguat sebesar 0,75%.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Juli 2018 terjadi inflasi sebesar 3,18% YoY, lebih rendah dari median konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 3,2% YoY.

Rendahnya inflasi mengindikasikan bahwa pelemahan nilai tukar yang terjadi sepanjang bulan Juli belum begitu mempengaruhi harga-harga barang dan jasa di dalam negeri, salah satunya karena intervensi pemerintah dalam menekan kenaikan harga bahan makanan.

Sepanjang bulan Juli, inflasi bahan makanan tercatat sebesar 0,86% MoM, sementara inflasi makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat sebesar 0,45% MoM.

Seiring dengan rendahnya inflasi, kedepannya konsumsi masyarakat Indonesia diharapkan meningkat dan menopang kinerja dari emiten-emiten sektor barang konsumsi.

Namun, sentimen eksternal yang kini menyelimuti membuat pelaku pasar bermain aman dengan melepas saham-saham barang konsumsi.

Di sisi lain, laju IHSG tertolong oleh penguatan harga saham-saham emiten CPO seperti PT Astra Agro Lestari Tbk/AALI (+7,1%), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk/LSIP (+8,53%), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk/SSMS (+2,85%), PT Salim Ivomas Pratama Tbk/SIMP (+3,33%), dan PT Tunas Baru Lampung Tbk/TBLA (+3,89%).

Investor merespons positif rencana pemerintah untuk menerapkan wajib bauran CPO sebanyak 20% terhadap solar (B20) pada September 2018. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan permintaan CPO dan mendongkrak proftabilitas dari para emiten.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article Sentimen Global Bikin IHSG Makin Terbenam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular