
Masih Ditopang Data Inflasi, IHSG Dibuka Naik Tipis
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 August 2018 09:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka naik tipis 0,11% ke level 6.039,81. IHSG berhasil menguat disaat bursa saham utama kawasan Asia sebelumnya dibuka di zona merah: indeks Shanghai turun 0,33%, indeks Hang Seng turun 0,64%, indeks Nikkei turun 0,31%, dan indeks Kospi turun 0,13%.
Penguatan IHSG masih dimotori oleh rilis data inflasi periode Juli yang lebih rendah dari ekspektasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Juli 2018 terjadi inflasi sebesar 3,18% YoY, lebih rendah dari median konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 3,2% YoY.
Sejatinya, inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi bisa diartikan sebagai lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia. Namun, di sisi lain rendahnya inflasi bisa juga diinterpretasikan sebagai bukti bahwa pelemahan nilai tukar yang terjadi sepanjang bulan Juli belum begitu mempengaruhi harga-harga barang dan jasa di dalam negeri, salah satunya karena intervensi pemerintah dalam menekan kenaikan harga bahan makanan.
Sepanjang bulan Juli, inflasi bahan makanan tercatat sebesar 0,86% MoM, sementara inflasi makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat sebesar 0,45% MoM.
Seiring dengan rendahnya inflasi, kedepannya konsumsi masyarakat diharapkan meningkat dan menopang laju perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, faktor eksternal kurang mendukung bagi IHSG. Reuters melaporkan bahwa seorang sumber mengungkap Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar, naik dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan.
"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.
Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.
"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.
Jika perang dagang antara AS dan China benar-benar terjadi dalam skala yang besar, laju perekonomian kedua negara tentu menjadi taruhannya.
Lebih lanjut, sentimen negatif juga datang dari hasil pertemuan the Federal Reserve yang memberi sinyal kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini.
"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed selepas menggelar pertemuan selama 2 hari.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif dikhawatirkan justru bisa 'mematikan' laju perekonomian Negeri Paman Sam. Terlebih, risiko perang dagang masih terus mengintai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Inflasi Lebih Rendah dari Ekspektasi, IHSG Naik di Atas 6.000
Penguatan IHSG masih dimotori oleh rilis data inflasi periode Juli yang lebih rendah dari ekspektasi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Juli 2018 terjadi inflasi sebesar 3,18% YoY, lebih rendah dari median konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 3,2% YoY.
Sejatinya, inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi bisa diartikan sebagai lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia. Namun, di sisi lain rendahnya inflasi bisa juga diinterpretasikan sebagai bukti bahwa pelemahan nilai tukar yang terjadi sepanjang bulan Juli belum begitu mempengaruhi harga-harga barang dan jasa di dalam negeri, salah satunya karena intervensi pemerintah dalam menekan kenaikan harga bahan makanan.
Seiring dengan rendahnya inflasi, kedepannya konsumsi masyarakat diharapkan meningkat dan menopang laju perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, faktor eksternal kurang mendukung bagi IHSG. Reuters melaporkan bahwa seorang sumber mengungkap Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang impor asal China senilai US$ 200 miliar, naik dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.
Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan.
"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.
Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu.
"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters.
Jika perang dagang antara AS dan China benar-benar terjadi dalam skala yang besar, laju perekonomian kedua negara tentu menjadi taruhannya.
Lebih lanjut, sentimen negatif juga datang dari hasil pertemuan the Federal Reserve yang memberi sinyal kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini.
"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed selepas menggelar pertemuan selama 2 hari.
Kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif dikhawatirkan justru bisa 'mematikan' laju perekonomian Negeri Paman Sam. Terlebih, risiko perang dagang masih terus mengintai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Inflasi Lebih Rendah dari Ekspektasi, IHSG Naik di Atas 6.000
Most Popular