
Pantau Inflasi AS, IHSG Terperosok ke 5.905 di Closing Sesi 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah pada perdagangan sesi pertama Selasa (13/4/2021), di tengah kekhawatiran bahwa inflasi Amerika Serikat (AS) bakal meninggi.
IHSG dibuka melemah 0,07% ke level 5.944,52 dan sempat berupaya berbalik menguat pada pukul 09:30 meski hanya sekian menit. Selanjutnya, IHSG terus tertekan hingga penutupan sesi pertama menyentuh 5.905,475 alias melemah 43,1 poin (0,72%).
Transaksi bursa kembali lesu dengan hanya 7 miliaran saham diperdagangkan, sebanyak 613.000-an kali. Nilai transaksi bursa anjlok menjadi Rp 4,8 triliun, atau jauh dari nilai transaksi di periode awal Januari yang menyentuh Rp 12 triliun (pada sesi 1 saja).
Menurut data RTI, sebanyak 130 saham menguat, 339 tertekan dan 149 lainnya flat. Investor asing masih mencetak penjualan bersih (net sell) di pasar reguler, senilai Rp 168,9 miliar.
Saham yang dilego terutama adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai transaksi Rp 330,9 miliar. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menyusul dengan nilai transaksi Rp 225 miliar. Kedua saham bank tersebut anjlok 1% lebih ke Rp 30.000 dan Rp 4.160/saham.
Pasar nasional terimbas sentimen negatif dari bursa Amerika Serikat (AS) atau Wall Street yang tengah memantau ketat rilis data inflasi hari ini, yang diperkirakan kembali ke level sebelum pandemi melanda, dan kian meninggi beberapa bulan ke depan.
Jika inflasi terus menanjak maka ekspektasi kenaikan suku bunga akan semakin menguat, dan memukul Surat Berharga Negara (SBN), rupiah, dan pada akhirnya kinerja keuangan emiten di bursa saham.
Meski The Fed berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023, tetapi pasar tidak percaya begitu saja. Jika suku bunga acuan naik, maka daya beli masyarakat akan memburuk, begitu juga dengan beban pendanaan korporasi, yang pada akhirnya memukul ekonomi.
Dari Asia, China melaporkan kinerja ekspor yang di bawah ekspektasi dengan naik 30,6% secara tahunan (year on year/YoY) pada Maret. Analis memperkirakan ekspor Negeri Panda bakal melonjak setidaknya 35,5% yang mengindikasikan ekonomi global kembali pulih.
Namun kinerja ekspor yang di bawah ekspektasi tersebut memicu kekhawatiran bahwa permintaan dunia belum pulih sepenuhnya, terlebih di tengah kepungan kabar negatif kenaikan kasus Covid-19 di Eropa (gelombang ketiga) dan di India.
Kabar negatif lainnya masih terkait vaksin besutan China yang menurut temuan peneliti Brazil hanya memiliki efektivitas di kisaran 50%, sehingga pejabat China mengakui bahwa vaksin tersebut tak sepenuhnya memberikan perlindungan dan perlu dikembangkan lebih lanjut
Hal ini membuat ekspektasi bahwa ekonomi Indonesia bakal segera pulih usai vaksinasi dijalankan, menjadi kabur karena tak ada jaminan vaksinasi yang 60% di antaranya menggunakan vaksin China bakal membuat ekonomi Indonesia bisa kembali normal tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kembali Merosot di Bawah 6.000, IHSG Ikuti Tren Asia