Sudah Menguat 5 Hari, Reli Rupiah di Hadapan Yen Terhenti

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 August 2018 11:19
Rupiah melemah 0,05% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh posisi terlemah sejak 19 Juli.
Foto: REUTERS/Thomas White
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap yen Jepang melemah pada perdagangan jelang siang ini. Reli penguatan rupiah yang berlangsung dalam 5 hari perdagangan pun selesai. 

Pada Rabu (1/8/2018) pukul 11:04 WIB, JPY 1 ditransaksikan Rp 128,91. Rupiah melemah 0,05% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya dan menyentuh posisi terlemah sejak 19 Juli. 

Sudah Menguat 5 Hari, Reli Rupiah di Hadapan Yen Terhenti(Reuters)

Berikut perkembangan kurs jual-beli yen di sejumlah bank nasional: 

BankHarga BeliHarga Jual
Bank BNIRp 125,91Rp 132,51
Bank BRIRp 128,77Rp 130,42
Bank BCARp 125,75Rp 132,29
Bank MandiriRp 126,02Rp 130,81
Bank BTNRp 124Rp 135
 
Setidaknya ada dua hal yang membuat arus modal lebih memihak ke Jepang sehingga menyokong penguatan yen. Pertama adalah hasil rapat Bank Sentral Jepang (BoJ) yang sesuai harapan pasar. 

BoJ masih setia menerapkan kebijakan akomodatif. Dalam pertemuan kemarin, BoJ mempertahankan target imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun di kisaran 0%, dan target suku bunga jangka pendek di posisi -0,1%. 

"Tidak ada perubahan dalam sikap (stance), kami siap melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut bila memang dibutuhkan. Untuk saat ini, kebijakan moneter longgar adalah jalan terbaik untuk mencapai target harga yang kami inginkan. Kami menempuh langkah untuk melanjutkan kebijakan moneter longgar karena butuh waktu lebih lama untuk mencapai tingkat harga sesuai target. Kami akan melanjutkan program stimulus yang masif," papar Haruhiko Kuroda, Gubernur BoJ, dikutip dari Reuters. 

Jepang memang tengah mengejar inflasi, yang merupakan tanda ekonomi bergeliat. Namun untuk menuju target inflasi 2%, sepertinya butuh waktu lebih lama sehingga perekonomian Negeri Matahari Terbit masih butuh stimulus moneter.  

"Perlu waktu lebih lama agar inflasi bisa meningkat, dan untuk mencapai target mungkin butuh waktu lebih dari 3 tahun. Arah kebijakan kami ke depan adalah mempertahankan suku bunga rendah lebih lama," tambah Kuroda. 

Kedua adalah isu perang dagang yang kembali menghangat. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%.  

Pihak Gedung Putih belum bersedia mengkonfirmasi kebenaran kabar tersebut. Beijing pun belum memberikan komentar. 

Namun kekhawatiran sudah terlanjur menjalar di pasar. Perang dagang adalah sebuah isu besar yang bisa mempengaruhi prospek perekonomian dunia. Ketika perdagangan dunia bermasalah akibat saling proteksi, maka pertumbuhan ekonomi terancam. 

Sentimen ini mengakibatkan investor kembali memasang mode risk-on, tidak mau mengambil risiko. Akibatnya, pelaku pasar cenderung menghindari pasar negara-negara berkembang Asia sehingga melemahkan nilai tukar. 

Saat terjadi 'huru-hara' di pasar, investor memang cenderung mengamankan diri dengan menempatkan dana di aset-aset aman alias safe haven. Yen merupakan salah satu instrumen safe haven selain emas dan franc Swiss. Tingginya permintaan yen membuat mata uang ini mampu menguat, termasuk di hadapan rupiah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Rupiah Menguat Tipis 0,03% Lawan Yen

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular