Pencabutan DMO Batal, Harga Batu Bara Naik 1,73%

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
01 August 2018 10:57
Harga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan menguat 1,73% ke US$117,55/ton pada perdagangan hari Rabu (31/07/2018)
Foto: REUTERS/Stringer
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan menguat 1,73% ke US$117,55/ton pada perdagangan hari Rabu (31/07/2018), mampu rebound pasca anjlok sebesar 3,6% sehari sebelumnya.  

Sebagai informasi, harga batu bara memang mengawali awal pekan ini dengan lesu. Harga salah satu komoditas energi utama ini terlempar ke titik terendahnya sejak tanggal 2 Juli 2018, terpukul oleh berakhirnya pengecekan lingkungan bagi sejumlah tambang batu bara di China, sekaligus kabar dicabutnya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) bagi industri tambang batu bara di Indonesia.

Namun, setelah sebelumnya isu DMO di Indonesia menjadi pemberat, kemarin isu tersebut justru menjadi bahan bakar penguatan harga si batu hitam. Pasalnya, Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk membatalkan rencana untuk mencabut kewajiban DMO batu bara. Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas digelar dengan 17 pejabat negara di Istana Bogor pada hari Selasa (31/07/2018).
Pencabutan DMO Batal, Harga Batu Bara Naik 1,73% Foto: CNBC Indonesia/Raditya Hanung


"Presiden memutuskan tidak ada pencabutan DMO, tetap berjalan seperti sekarang," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. Dia menegaskan kewajiban DMO diatur oleh Undang-Undang Mineral dan Batu Bara sehingga tidak bisa diganggu gugat. 

Kabar batalnya pencabutan DMO lantas menjadi sentimen positif yang mampu mengerek harga batu bara kemarin. Pasalnya, apabila kebijakan DMO jadi dicabut, muncul kekhawatiran bahwa pasokan batu bara dari Indonesia akan membanjiri pasar global.

Seperti diketahui, Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua di dunia setelah Australia. Tahun lalu, ekspor batu bara Indonesia mencapai US$17,9 miliar atau 16,1% dari total ekspor dunia. Hanya kalah dari Australia yaitu US$40,6 milar (36,6%).

Bahkan, di 6 bulan pertama tahun ini, Indonesia berhasil menjadi pemasok utama batu bara ke China, dengan menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara China. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.

Dengan kenaikan kemarin, harga batu bara mampu menutup bulan Juli 2018 dengan penguatan sebesar 2,75%. Meski demikian, kenaikan sebesar itu masih lebih kecil dibandingkan kenaikan di sepanjang bulan Juni 2018 dan Mei 2018, masing-masing sebesar 3,86% dan 10,81%. Padahal, permintaan batu bara di China mencapai puncaknya pada bulan lalu.

Sebagai informasi, sejak Mei 2018, harga batu bara memang disokong oleh permintaan batu bara dari Negeri Tirai Bambu yang kuat, akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar.

Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus 2018 tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di China. Konsumsi batu bara, khususnya untuk pembangkitan listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.

Beban puncak pembangkit listrik pada musim panas China tahun ini bahkan diestimasikan mencapai 79 Giga Watt (GW), naik sekitar 4 GW dari beban puncak di tahun lalu, menurut Shandong Economic and Information Commission pada situs resminya, seperti dilansir dari Reuters.

Namun, faktanya, saat konsumsi batu bara memuncak di Juli, kenaikan harga batu bara malah lebih lambat dibandingkan dua bulan sebelumnya. Hal ini lantas mengindikasikan pasokan batu bara di Negeri Panda yang sudah membaik, dan mampu mengimbangi permintaan yang melonjak.

Sebagian besar pertambangan batu bara di China memang sudah mulai beroperasi dengan normal pasca berakhirnya inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah. Sejak tahun lalu, pemerintah China memang gencar melakukan inspeksi keselamatan pertambangan serta pemeriksaan dampak lingkungan pertambangan terhadap alam sekitar.

Tidak hanya itu, pemerintah China juga memperketat pengawasan pertambangan batu bara ilegal, dan memastikan tidak adanya produksi yang melebihi kapasitas. Akibatnya, pasokan batu bara domestik Negeri Tirai Bambu pun menjadi terbatas.

Namun, pasca kebijakan ini berakhir, sekarang pasokan batu bara di Negeri Tirai Bambu pun mulai pulih. Kelangkaan pasokan yang timbul seiring kuatnya konsumsi batu bara (khususnya untuk pembangkit listrik), mulai mereda. Teranyar, cadangan batu bara di pelabuhan China tercatat meningkat 5,2% pada pekan lalu, ke titik tertingginya sejak November 2015. 



(RHG/hps) Next Article Masih Loyo, Harga Batu Bara Turun 6 Hari Beruntun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular