
Jamu Pahit BI Tak Kuat, Jokowi 'All Out' Jaga Rupiah
Alfado Agustio & Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
31 July 2018 12:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) saat ini all out untuk melindungi stabilitas nilai tukar rupiah. Berbagai cara mulai dari kenaikan suku bunga acuan hingga rencana penghapusan aturan Domestik Market Obligation (DMO) batu bara menjadi senjata andalan.
Hal ini rasanya cukup wajar, mengingat pelemahan rupiah sejak awal tahun merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN. Tentu pemerintah dan BI perlu mencari cara untuk menstabilkan nilai tukar agar tidak menghambat laju pembangunan ekonomi.
Rupiah berada kedua terparah dengan melemah 6,24% di negara kawasan. Kyat (Myanmar) menjadi yang terparah nilai tukarnya melemah hingga 6,91%.
Perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melesat, mendorong The Federal Reserve/The Fed bertindak agresif. Terhitung hingga saat ini, suku bunga acuan telah naik hingga 2 kali. Peluang kenaikan suku bunga acuan masih terbuka, terlebih rilis data pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II melaju hingga 4,1%, tertinggi sejak terjadinya krisis ekonomi pada 2008.
Perkembangan arah kebijakan The Fed yang agresif, menyebabkan mata uang global termasuk rupiah kelimpungan. Akibatnya, posisi rupiah di pasar spot sempat menembus di atas Rp 14.500/US$.
BI telah merespons hal tersebut, dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin hanya dalam waktu 3 bulan. Namun, jurus tersebut belum berhasil membawa rupiah untuk turun di bawah Rp 14.000/US$.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menunda beberapa proyek infrastruktur yang non-prioritas. Hal tersebut guna menekan angka impor, sehingga defisit transaksi berjalan bisa dikurangi. Sebelumnya Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara memprediksi defisit akan mencapai 2,5% pada kuartal II tahun ini.
Kondisi ini semakin mendorong pemerintah untuk mencari jalan alternatif lain. Terbaru, beredar wacana pemerintah untuk menghapus aturan DMO batu bara. Hal ini melihat perkembangan harga batu bara global yang hampir menembus US$ 120/ton, tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Penghapusan DMO, akan meningkatan ekspor komoditas tersebut sehingga meningkatkan aliran devisa. Saat ini Jokowi sedang melakukan rapat untuk membahas rencana tersebut. Namun dalam perkembangan, aturan tersebut hanya direvisi dengan mengurangi kuotanya di bawah 25%.
Kondisi gejolak global yang semakin kuat, menyebabkan pemerintah dan BI mulai kelabakan. Namun, bukan berarti pemerintah kehabisan cara untuk menyelamatkan nilai tukar saat ini. Selain cara-cara di atas, menggenjot pariwisata menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengundang aliran valas masuk.
Gubernur BI dan Jamu Pahitnya
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengibaratkan bank sentral memberi jamu pahit dan jamu manis dalam menjaga stabilitas dan meningkatkan pertumbuhan.
Kenaikan bunga acuan BI, menurut Perry, merupakan jamu pahit. Namun, jamu pahit tersebut baru akan terasa 'pahitnya' sembilan bulan kemudian.
"Kenaikan bunga acuan ini jamu pahit. Di mana jamu pahitnya memang akan terasa beberapa waktu ke depan," kata Perry di Gedung BI, Selasa (3//7/2018).
Menurutnya, transmisi kenaikan BI 7-Day RR ke bunga deposito perbankan memakan waktu tiga hingga enam bulan sementara untuk bunga kredit bisa enam hingga sembilan bulan.
"Jadi, jamu pahit mungkin baru terasa 1,5 tahun lagi. Tapi saat ini stabilitas terjaga dengan baik," tuturnya.
Namun 'jamu pahit' tersebut tak jua membuat nilai tukar menguat. Rupiah masih terombang-ambing di level yang tidak seharusnya. Pemerintah pun terus berupaya mengambil langkah strategis menjaga nilai tukar dengan terus menerus rapat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) siang ini mengadakan rapat terbatas dengan Menteri dan Pejabat Negara lainnya. Ratas khusus kali ini membahas tentang cadangan devisa Indonesia di tengah pelemahan rupiah yang terjadi.
"Situasi negara saat ini butuh dolar. Karena itu saya minta seluruh Kementerian dan Lembaga betul-betul serius tidak ada main-main menghadapi ini. Saya nggak mau lagi bolak balik rapat tapi implementasi nggak berjalan baik," terang Jokowi.
BACA: Perry Warjiyo: 'Jamu Pahit' BI Akan Terasa 9 Bulan Lagi
(dru/wed) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Hal ini rasanya cukup wajar, mengingat pelemahan rupiah sejak awal tahun merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN. Tentu pemerintah dan BI perlu mencari cara untuk menstabilkan nilai tukar agar tidak menghambat laju pembangunan ekonomi.
Rupiah berada kedua terparah dengan melemah 6,24% di negara kawasan. Kyat (Myanmar) menjadi yang terparah nilai tukarnya melemah hingga 6,91%.
![]() |
Perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melesat, mendorong The Federal Reserve/The Fed bertindak agresif. Terhitung hingga saat ini, suku bunga acuan telah naik hingga 2 kali. Peluang kenaikan suku bunga acuan masih terbuka, terlebih rilis data pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II melaju hingga 4,1%, tertinggi sejak terjadinya krisis ekonomi pada 2008.
Perkembangan arah kebijakan The Fed yang agresif, menyebabkan mata uang global termasuk rupiah kelimpungan. Akibatnya, posisi rupiah di pasar spot sempat menembus di atas Rp 14.500/US$.
BI telah merespons hal tersebut, dengan menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin hanya dalam waktu 3 bulan. Namun, jurus tersebut belum berhasil membawa rupiah untuk turun di bawah Rp 14.000/US$.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menunda beberapa proyek infrastruktur yang non-prioritas. Hal tersebut guna menekan angka impor, sehingga defisit transaksi berjalan bisa dikurangi. Sebelumnya Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara memprediksi defisit akan mencapai 2,5% pada kuartal II tahun ini.
Kondisi ini semakin mendorong pemerintah untuk mencari jalan alternatif lain. Terbaru, beredar wacana pemerintah untuk menghapus aturan DMO batu bara. Hal ini melihat perkembangan harga batu bara global yang hampir menembus US$ 120/ton, tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
Penghapusan DMO, akan meningkatan ekspor komoditas tersebut sehingga meningkatkan aliran devisa. Saat ini Jokowi sedang melakukan rapat untuk membahas rencana tersebut. Namun dalam perkembangan, aturan tersebut hanya direvisi dengan mengurangi kuotanya di bawah 25%.
Kondisi gejolak global yang semakin kuat, menyebabkan pemerintah dan BI mulai kelabakan. Namun, bukan berarti pemerintah kehabisan cara untuk menyelamatkan nilai tukar saat ini. Selain cara-cara di atas, menggenjot pariwisata menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengundang aliran valas masuk.
Gubernur BI dan Jamu Pahitnya
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengibaratkan bank sentral memberi jamu pahit dan jamu manis dalam menjaga stabilitas dan meningkatkan pertumbuhan.
Kenaikan bunga acuan BI, menurut Perry, merupakan jamu pahit. Namun, jamu pahit tersebut baru akan terasa 'pahitnya' sembilan bulan kemudian.
"Kenaikan bunga acuan ini jamu pahit. Di mana jamu pahitnya memang akan terasa beberapa waktu ke depan," kata Perry di Gedung BI, Selasa (3//7/2018).
Menurutnya, transmisi kenaikan BI 7-Day RR ke bunga deposito perbankan memakan waktu tiga hingga enam bulan sementara untuk bunga kredit bisa enam hingga sembilan bulan.
"Jadi, jamu pahit mungkin baru terasa 1,5 tahun lagi. Tapi saat ini stabilitas terjaga dengan baik," tuturnya.
Namun 'jamu pahit' tersebut tak jua membuat nilai tukar menguat. Rupiah masih terombang-ambing di level yang tidak seharusnya. Pemerintah pun terus berupaya mengambil langkah strategis menjaga nilai tukar dengan terus menerus rapat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) siang ini mengadakan rapat terbatas dengan Menteri dan Pejabat Negara lainnya. Ratas khusus kali ini membahas tentang cadangan devisa Indonesia di tengah pelemahan rupiah yang terjadi.
"Situasi negara saat ini butuh dolar. Karena itu saya minta seluruh Kementerian dan Lembaga betul-betul serius tidak ada main-main menghadapi ini. Saya nggak mau lagi bolak balik rapat tapi implementasi nggak berjalan baik," terang Jokowi.
BACA: Perry Warjiyo: 'Jamu Pahit' BI Akan Terasa 9 Bulan Lagi
(dru/wed) Next Article Rupiah Sulit Menuju Level 13.500. Jadi BI Harus Apa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular