Analisis Teknikal

Perhatikan Tiga Sentimen & Arah Teknikal IHSG Pekan Depan

Arif Gunawan & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
29 July 2018 17:29
Perhatikan Tiga Sentimen & Arah Teknikal IHSG Pekan Depan
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah sepekan ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat 5 hari berturut-turut, meski rupiah tertekan dan sempat menyentuh level terendahnya tahun ini. Untuk pekan depan, perhatikan tiga sentimen penting yang berpeluang menggerakkan bursa saham.

P
ada Selasa (24/7/2018), dolar Amerika Serikat (AS)sempat menyentuh Rp 14.550 (-0,45%) pada pukul 09:25 WIB, membawa rupiah ke nilai terendahnya sepanjang 2018 terhadap dolar AS. Namun, sepekan ini IHSG berhasil menguat 1,98% ditutup naik 43 poin (+0,72%) ke level 5.989 pada Jumat.

Investor asing sepekan lalu masuk kembali ke bursa saham nasional dengan membukukan pembelian bersih (net buy) Rp 1,72 triliun. Sepekan sebelumnya, investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) Rp 784 miliar.

Pekan depan, investor perlu memperhatikan setidaknya tiga data yang bisa memengaruhi psikologi pelaku pasar.

Pertama, rilis inflasi yang akan diumumkan pada Rabu. Pada Juli tahun lalu, inflasi tahunan tercatat sebesar 3,12% dengan inflasi bulanan 0,59%.

Menurut etrading economics, pada Juli ini inflasi tahunan Indonesia bisa mencapai 3,4% atau naik dari posisi sebelumnya, dengan inflasi bulanan tetap flat seesar 0,59%. Namun, inflasi inti tahunan diprediksi melemah menjadi hanya 2,69%, dari posisi tahun lalu sebesar 2,72%

Jika realisasi inflasi inti tersebut lebih rendah dari tahun lalu, maka investor harus menghindari saham-saham sektor konsumer, karena mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat belum menguat seperti ekspektasi.

Kedua, perhatikan perkembangan penerapan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk melonggarkan industri KPR dengan membuat rasio uang muka terhadap plafon kredit (loan to value/LTV) yang akan efekti berlaku mulai Rabu (1/8/2018).

Selama 3 hari tersebut, saham sektor properti dan saham perbbankan, terutama PT Bank Tabungan Negara Tbk akan menjadi incaran spekulasi. Aksi beli akan terjadi secara masif jika kalangan perbankan merespons kebijakan pelonggaran LTV tersebut secara positif.

Hanya saja, jika pelemahan daya beli masih terjadi seperti terlihat pada inflasi inti yang diumumkan pada Rabu depan, peluang positif tersebut bisa memudar sehingga perlu menunggu dan cermati (wait and see) saham sektor properti sebelum memutuskan masuk dan membelinya.

Daya konsumsi masyarakat yang masih tertekan akan membuat mereka berhati-hati mengajukan KPR yang baru, sehingga pelonggaran kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi tidak cukup membantu.

Apalagi, di tengah kenaikan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) sebesar 100 basis poin (bps) sepanjang tahun berjalan, yang bisa membuat beban bunga KPR meningkat yang secara bersamaan menekan kinerja perbankan dari sisi kredit konsumer dan KPR.

Ketiga, perhatikan sentimen global yang berasal dari AS seperti misalnya rilis keputusan suku bunga AS oleh The Federal Reserve pada Kamis (2/8/2018), menyusul rilis data penghasilan dan pengeluaran pribadi untuk periode Juni pada Selasa, dan rilis 
indeks manufaktur (PMI) ISM pada Rabu.

Jika bank sentral AS memutuskan menaikkan suku bunga acuan, maka saham-saham emiten yang bergantung pada bahan baku impor berpeluang terkena aksi jual karena kinerja mereka akan semakin berat menyusul pelemahan rupiah yang umumnya terjadi ketika Fed Fund Rate menguat.

Hanya saja, survei etrading economics menyebutkan bahwa suku bunga acuan Negeri Paman Sam tersebut masih akan bertahan di level 2%, terutama di tengah kritikan keras Presiden AS Donald Trump yang menilai bahwa the Fed "mengganggu" pertumbuhan ekonomi AS dengan kenaikan suku bunga.

Di luar itu, perhatikan juga rilis data AS lainnya seperti misalnya data slip gaji non-pertanian (non-farm payrolls), neraca perdagangan (balance of trade), dan angka pengangguran pada Jumat. 

Dari Eropa, investor perlu melihat pertemuan bank sentral Eropa (ECB) yang membahas kebijakan non-moneter pada Rabu, dan mengukur dampak psikologisnya terhadap pasar global. Demikian juga dengan rilis data lembaga riset Caixin (China) mengenai Manufacturing PMI pada hari yang sama.

TIM RISET CNBC INDONESIA




Bagaimana dengan pergerakan IHSG selama sepekan ke depan berdasarkan pendekatan teknikal? Secara mingguan, IHSG membentuk pola grafik lilin putih pendek (short white candle) atau sinyal kenaikan tetapai bersifat kurang terlalu kuat.

Jika dilihat dari awal tahun, IHSG bergerak menurun (downtrend), tetapi dengan tingkat yang cenderung melandai ketika memasuki bulan Mei. Semenjak itu, IHSG cenderung bergerak menyamping (sideways) dengan level penghalang (resistance) pada 6.100 dan level penopang (support) di posisi 5.740.
Perhatikan Lima Sentimen & Arah Teknikal Pekan DepanSumber: Reuters
Mengacu pada indikator rerata pergerakan hari (moving average/MA) secara mingguan posisi IHSG masih di bawah garis rerata 20 hari dan 50 hari perdagangan (MA-20 dan MA-50). Artinya, secara jangka menengah IHSG masih dalam tekanan.

Berdasarkan indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (moving average convergence divergence/ MACD), IHSG berada pada posisi persilangan mati (dead cross) atau cenderung melemah. Indikator stochastic slow pun menunjukan IHSG sudah jenuh beli (overbought).

Kami menyimpulkan IHSG sepanjang pekan depan akan tertekan mengingat sentimen global yang berdampak negatif belum mereda yang berpotensi memperlemah IHSG. Apalagi,indikator teknikal menunjukan IHSG belum keluar dari tekanan dan ada potensi menuju pelemahan.


TIM RISET CNBC INDONESIA





(ags/ags) Next Article Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan: Corona, Corona, Corona!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular