Meski Menguat di Kurs Acuan, Dolar AS Belum Tembus Rp 14.500

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2018 10:48
Meski Menguat di Kurs Acuan, Dolar AS Belum Tembus Rp 14.500
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan kembali melemah. Namun seperti halnya di pasar spot, dolar AS masih belum menembus Rp 14.500. 

Pada Jumat (27/7/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.483. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi sehari sebelumnya. 

Jisdor (Reuters)

Sementara di pasar spot, US$ 1 pada pukul 10:06 WIB dibanderol Rp 14.465. Rupiah melemah 0,07%. 

Di Asia, sebenarnya dolar AS cenderung melemah. Mata uang utama Benua Kuning yang melemah (selain rupiah) hanya yuan China dan ringgit Malaysia. 

Pelemahan yuan lebih disebabkan oleh kebijakan penetapan nilai tukar oleh Bank Sentral China (PBoC). Hari ini, PBoC menetapkan nilai tengah yuan di CNY 6,7942/US$. Lebih lemah dibandingkan posisi penutupan kemarin yaitu CNY 6,7845/US$. PBoC hanya mengizinkan yuan menguat atau melemah maksimal 2% dari titik tengah itu. 

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 10:11 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,98+0,22
Yuan China6,80-0,27
Won Korea Selatan1.119,70+0,33
Dolar Taiwan30,56+0,10
Dolar Hong Kong7,850,00
Rupee India68,65+0,10
Riggit Malaysia4,06-0,17
Dolar Singapura1,36+0,07
Baht Thailand33,41+0,03
Peso Filipina53,34+0,04
 
Rata-rata mata uang Asia mampu memanfaatkan posisi dolar AS yang kembali defensif setelah sempat menguat. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,06% pada pukul 10:14 WIB. 

Investor percaya diri masuk ke pasar Asia setelah tersiar kabar bahwa Kementerian Perdagangan AS tetap akan melakukan penyelidikan terhadap impor otomotif asal Uni Eropa, tetapi hasilnya tidak akan ditindaklanjuti dalam waktu dekat. Hal ini seiring kesepakatan 'gencatan senjata' perang dagang AS-Uni Eropa setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker. 

"Kami sudah mendapat perintah dari Presiden untuk melanjutkan investigasi. Namun tidak akan ada implementasi kebijakan karena kami sedang dalam proses negosiasi," ungkap Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, dikutip dari Reuters. 

Sebelumnya, AS berniat mengenakan bea masuk terhadap impor otomotif dan suku cadangnya dengan alasan menjaag kepentingan nasional. Membanjirnya produk impor dinilai mematikan industri dalam negeri dan mempersempit lapangan kerja. 

"Kami memberi ancaman bea masuk dan sepertinya berhasil. Jika tidak ada ancaman itu, maka kita tidak bisa seperti sekarang,"lanjut Ross, merujuk pada kesepakatan dengan Uni Eropa. 

Situasi damai ini membuat investor sepertinya percaya diri untuk masuk ke aset-aset berisiko di Asia. Ini membuat berbagai mata uang Asia menguat terhadap greenback. 


Mengapa rupiah masih melemah?

Ada beberapa kemungkinan. Pertama, ada potensi ambil untung karena rupiah sudah menguat cukup lumayan. Sejak awal pekan, rupiah menguat 0,21%. Meski tipis, tetapi tren penguatan rupiah benar-benar dimanfaatkan jika sudah terjadi.

Kedua, investor sepertinya sedang wait and see untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Hal ini kemungkinan karena pelaku pasar ingin melihat realisasi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam menyelamatkan rupiah.

BI sudah cukup agresif menaikkan suku bunga acuan 100 basis poin dalam 3 bulan untuk memancing aliran modal asing agar rupiah punya pijakan untuk menguat. Sementara pemerintah berencana menunda proyek-proyek infrastruktur non-prioritas. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi beban impor yang menyebabkan tekanan terhadap rupiah.   

Namun, saham-saham infrastruktur dan industri terkaitnya seperti baja dan semen bisa terpengaruh dengan rencana ini. Permintaan akan turun sehingga laba akan tergerus. Bukan berita baik bagi investor.   

Selain itu, berkurangnya proyek infrastruktur pemerintah juga bisa menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Hal itu tentu menjadi kabar buruk bagi pelaku pasar, dan bisa memunculkan respons berlebihan. 

Melihat perkembangan ini, tampaknya pasar memilih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hasilnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pukul 10:37 WIB mendatar saja dengan penguatan tipis 0,2%. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah 10 tahun turun tipis 1 basis poin. Ini bisa menjadi pertanda aktivitas di pasar kurang semarak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular