Newsletter

Perang Dagang Boleh Reda, Kisruh AS-Iran di Depan Mata

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
25 July 2018 06:36
Perang Dagang Boleh Reda, Kisruh AS-Iran di Depan Mata
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,27% ke 5.931,84 pada perdagangan kemarin. Penguatan IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia juga ditutup di zona hijau.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6,67 triliun dengan volume sebanyak 10,41 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 366.757 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,95%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,75%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+6,02%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,27%), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk/TPIA (+1,81%).

Sementara Indeks Kospi naik 0,48%, Hang Seng naik 1,44%, Nikkei naik 0,51%, dan Shanghai naik 1,62%.
 Angin segar bagi bursa saham Benua Kuning datang dari China. Kemarin, pemerintah China berjanji untuk menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif guna mendukung pertumbuhan ekonomi, seiring dengan melemahnya laju ekonomi Negeri Panda. 

Pada kuartal II-2018, ekonomi China tumbuh 6,7% yang merupakan laju paling lambat sejak 2016. Penyaluran kredit bank dan non-bank juga mengalami perlambatan cukup signifikan pada periode Juni 2018. 

Sebelumnya, bank sentral China (PBoC) secara mengejutkan menyuntikkan likuiditas ke sistem perbankan sebesar 502 miliar yuan atau setara US$ 74 miliar (Rp 1.058,2 triliun) dalam bentuk pinjaman kepada bank-bank komersial. Suntikan ini merupakan yang terbesar yang pernah digelontorkan ke pasar dalam bentuk lending facility jangka menengah. Dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif, likuiditas akan berlimpah sehingga laju perekonomian China diharapkan bisa dipertahankan di level yang relatif tinggi. 

Namun, IHSG tak bisa memanfaatkan momentum tersebut dengan baik, seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Hingga akhir perdagangan, rupiah melemah 0,28% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Sisi positifnya, investor asing masih membukukan beli bersih senilai Rp 288,4 miliar. Lima besar saham yang diburu investor asing adalah: PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 29,3 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 28,6 miliar), PT MNC Land Tbk/KPIG (Rp 25,5 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 20,7 miliar), dan PT Malindo Feedmill Tbk/MAIN (Rp 19,9 miliar). 

Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan kinerja positif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,79%, S&P 500 menguat 0,48%, dan Nasdaq bertambah 0,47%. 

Penyebab utama penguatan Wall Street adalah kinerja emiten yang solid. Saham Alphabet Inc, perusahaan indusk Google, melonjak 3,89% dan menjadi pendorong utama di Wall Street. 

Pada kuartal II-2018, laba per saham (Earnings Per Share/EPS) Alphabet mencapai US$ 10,58. Di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan sebesar US$ 9,52. Pendapatan yang mencapai US$ 32,66 miliar pun berada di atas konsensus pasar yang memperkirakan di angka US$ 32,17 miliar. 

Padahal Alphabet sedang mengalami pukulan telak karena didenda US$ 5 miliar di Eropa karena persaingan tidak sehat dengan menggunakan sistem operasi Android sebagai alat untuk menancapkan dominasi. Hal ini menyebabkan laba bersih turun 8,57% ke 3,2 miliar. 

Namun sepertinya investor masih yakin bahwa Alphabet punya masa depan cerah. Selain iklan, Alphabet juga serius mengembangkan lini bisnis lainnya seperti aplikasi, layanan komputasi awan (cloud computing), atau layanan internet. Untuk bisnis-bisnis baru ini, Alphabet rela berinvestasi cukup besar. 

Perkembangan perang dagang juga cukup suportif buat Wall Street. Awalnya investor cemas karena komentar terbaru Presiden AS Donald Trump. Dalam cuitan di Twitter, Trump menegaskan instrumen bea masuk adalah yang terbaik untuk melindungi Negeri Paman Sam. 

"Bea masuk adalah yang terbaik! Negara yang selama ini memperlakukan AS tidak adil dalam hal perdagangan, akan dikenakan bea masuk. Sesimpel itu. Ingat, kita adalah 'celengan' yang selama ini dirampok. Semua akan baik!" cuit akun @realDonaldTrump. 

Namun, retorika Trump membutuhkan pengesahan dari legislatif untuk menjadi kebijakan yang bisa diterapkan di lapangan. Dalam hal ini, kebijakan bea masuk tidak akan melalui proses yang mulus. 

"Upaya Presiden agar AS mendapatkan kesepakatan yang terbaik adalah hal yang bagus. Namun kalau melihat pajak atau bea masuk, saya rasa ada instrumen lain yang bisa digunakan," ujar Paul Ryan, Ketua Kongres AS dari Partai Republik, mengutip Reuters. 

Artinya, langkah Trump yang siap mengenakan bea masuk terhadap importasi senilai US$ 500 miliar dari China tidak akan bisa diterapkan begitu saja. Malah jika kandas di legislatif, maka rencana tersebut bisa gagal. Ini membuat tensi perang dagang mereda. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu menguatnya Wall Street yang bisa menjadi pendorong kinerja bursa saham Asia. IHSG bisa berharap banyak apabila Wall Street dan bursa Asia menghijau. 

Kedua, dolar AS yang kemarin begitu perkasa sekarang mulai menciut. Pada pukul 05:51 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,06%. 

Penyebabnya adalah aksi ambil untung yang menyelimuti mata uang ini. Dalam 3 bulan terakhir, Dollar Index sudah menguat 4,23%. Angka ini tentu cukup menggiurkan bagi investor untuk mencairkan keuntungan. Apalagi Dollar Index juga sempat menyentuh titik tertingginya pada tahun ini. 

Dolar AS yang sedang defensif bisa menjadi kesempatan bagi rupiah untuk menguat. Jika rupiah berbalik arah, maka IHSG pun akan mendapatkan angin segar.

Penguatan rupiah menyebabkan berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Investor asing pun akan kembali masuk. 

Meski begitu, investor perlu hati-hati karena greenback masih punya peluru untuk menguat. Indeks manufaktur AS pembacaan kedua periode Juli 2018 tercatat meningkat menjadi 55,5, di atas ekspektasi pasar sebesar 55,1. Capaian bulan sebelumnya direvisi ke atas menjadi 55,4 dari sebelumnya 54,6. 

Sementara itu, indeks manufaktur The Federal Reseve/The Fed Richmond Juli 2018 mendatar di angka 20. Namun ini sudah mengungguli ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 18. 

Data-data terbaru ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi AS terus berlangsung. Artinya, semakin besar kemungkinan The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan demi menjangkar ekspektasi inflasi. Kabar ini bisa menjadi bahan bakar laju dolar AS, yang harus diwaspadai pelaku pasar. 

Ketiga, harga minyak pun cukup mendukung bagi IHSG. Pada pukul 06:01 WIB, harga minyak baik light sweet maupun brent mencatatkan kenaikan walau dalam rentang tipis. 

Kenaikan harga si emas hitam dipicu oleh menurunnya cadangan minyak AS. American Petroleum Institute (API) mencatat cadangan minyak AS turun 3,2 juta barel menjadi 407,6 juta barel pada posisi pekan lalu. Lebih dalam ketimbang perkiraan pasar yaitu turun 2,3 juta barel. 

Kemudian, kenaikan harga minyak juga didukung oleh potensi peningkatan permintaan di China. Beijing berkomitmen untuk menerapkan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong permintaan domestik. Langkah ini dibutuhkan saat ekspor sulit diandalkan karena hawa perdagangan internasional yang kurang kondusif. 

Saat harga minyak naik, ada peluang emiten migas dan pertambangan lebih diapresiasi investor. Dampaknya bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan. 

Namun, ada risiko yang bisa menjadi besar sewaktu-waktu yaitu situasi di Timur Tengah utamanya hubungan AS-Iran. Penasihat Keamanan Gedung Putih John Bolton mengonfirmasi cuitan Presiden AS Donald Trump di Twitter yang mengancam Presidan Iran Hassan Rouhani. 

"Saya sudah berbicara dengan Presiden (Trump) dalam beberapa hari terakhir, dan beliau memberitahu saya bahwa jika Iran melakukan apa saja yang mengarah ke hal yang negatif, mereka akan membayarnya seperti sejumlah negara pernah membayarnya," ucap Bolton, seperti dikutip dari CNBC International. 

Akhir pekan lalu, Trump menulis pernyataan berbau ancaman, bahkan nampaknya dengan nada kemarahan. Trump menegaskan bahwa Iran harus berhati-hati bila ingin mencari masalah dengan Negeri Adidaya. 

"JANGAN PERNAH LAGI MENGANCAM AS ATAU ANDA AKAN MENGALAMI KONSEKUENSI YANG BELUM PERNAH TERJADI SEBELUMNYA. KAMI BUKAN LAGI NEGARA YANG BISA BERDIAM ATAS PERKATAAN ANDA YANG MENYEBARKAN KEKERASAN DAN KEMATIAN. WASPADALAH!" tulis mantan taipan properti tersebut. 

Iran justru tidak gentar, dengan menyatakan akan mengimplementasikan 'serangan balik' apabila Negeri Paman Sam ngotot memblokir ekspor minyak mereka. "Jika AS ingin mengambil langkah serius dengan arah demikian (sanksi pemblokiran minyak mentah Iran), hal itu akan dibalas dengan reaksi dan tindakan balasan yang setimpal dari Iran," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi, dilansir dari media nasional IRNA, seperti dikutip dari Reuters. 

Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani sudah memberikan ancaman bahwa Iran dapat menutup Selat Hormuz, yang merupakan jalur ekspor dan pengiriman minyak mentah dari Timur Tengah. Berdasarkan dari volume minyak mentah yang transit, Selat Hormuz merupakan salah satu titik sempit (choke point) tersibuk di dunia. Total aliran minyak pada selat tersebut mencapai rekor tertingginya di angka 18,5 juta barel/hari pada 2016.

Perang dagang boleh mereda. Namun ancaman ketegangan AS-Iran semakin di depan mata. Investor perlu waspada.


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data inflasi Australia kuartal II-2018 (8:30 WIB).
  • Rilis data indeks iklim bisnis Jerman versi Ifo Institute for Economic Research periode Juli 2018 (15:00 WIB).
  • Rilis data penjualan rumah baru AS periode Juni 2018 (21:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

Perusahaan

Jenis Kegiatan

Waktu

PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN)

Rilis Laporan Keuangan Semester 1 2018

-

PT Vale Indonesia Tbk (INCO)

Rilis Laporan Keuangan Semester 1 2018

Setelah Penutupan Perdagangan


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)

5.06%

Inflasi (Juni 2018 YoY)

3.12%

Defisit anggaran (APBN 2018)

-2.19% PDB

Transaksi berjalan (Q I-2018)

-2.15% PDB

Neraca pembayaran (Q I-2018)

-US$ 3.85 miliar

Cadangan devisa (Juni 2018)

US$ 119.8 miliar


Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular