
Indonesia Tak Perlu Ikut Perang Mata Uang, Tak Ada Gunanya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 July 2018 14:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun ini, nilai tukar rupiah melemah cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Di antara mata uang utama Asia, depresiasi rupiah hanya kalah dari rupee India.
Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,3% di hadapan greenback sementara rupee terdepresiasi 7,1%. Hanya yen Jepang yang masih mampu menguat di hadapan dolar AS, sisanya melemah meski tidak sedalam rupiah atau rupee.
Sebenarnya mata uang yang melemah bisa menjadi keuntungan. Saat mata uang terdepresiasi, maka harga produk suatu negara menjadi lebih murah di pasar global. Ekspor pun terbantu karena permintaan berpotensi meningkat. Barang murah (apalagi kalau berkualitas) tentu jadi buruan.
Dalam lingkungan perdagangan yang semakin protektif dengan pengenaan bea masuk, harga bisa menjadi faktor yang menentukan. Permintaan akan tetap terjaga meski ada pengenaan bea masuk, karena biaya importasi tetap bisa ditekan bila harga sebuah produk memang sudah murah.
Oleh karena itu, saat ini frase baru (tapi lama) muncul yaitu perang mata uang alias currency war. Istilah yang juga dikenal dengan devaluasi kompetitif itu adalah sebuah negara yang secara sistematis menempuh kebijakan atau membiarkan agar mata uangnya melemah. Langkah ini ditempuh atas nama kepentingan nasional, yaitu demi menjaga kinerja ekspor.
Adalah AS yang kembali menggulirkan istilah itu. Presiden AS Donald Trump mengkritik mata uang mitra (atau rival?) dagang Negeri Paman Sam yang melemah, sementara greenback seakan melemah sendirian. Akibatnya, ekspor AS semakin tidak kompetitif dan impor semakin banjir karena murahnya harga produk luar negeri.
"Dolar AS yang menguat telah membuat kita dalam posisi tidak menguntungkan. Apalagi yuan China jatuh seperti batu," tegas Trump beberapa waktu lalu, dikutip dari Reuters.
Situasi ini sepertinya mulai membuat Trump gerah. Tudingan perang mata uang pun dilancarkan, dengan China sebagai target utama.
Kementerian Keuangan AS akan mengeluarkan laporan tahunan mengenai pelaku manipulasi kurs pada 15 Oktober. Laporan ini berdasarkan pemantauan pada semester I-2018.
"Saya tidak mengatakan (mata uang) itu senjata atau bukan. Namun tidak ada keraguan bahwa melemahkan mata uang menciptakan ketidakadilan," tegasnya dalam wawancara dengan Reuters.
Mnuchin menyatakan bahwa salah satu mata uang yang akan mendapat sorotan adalah yuan. "Kami akan melihat dengan seksama apakah mereka melakukan manipulasi kurs," ungkapnya.
Dengan rupiah yang melemah cukup dalam, apakah Indonesia juga ikut serta dalam perang mata uang?
Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,3% di hadapan greenback sementara rupee terdepresiasi 7,1%. Hanya yen Jepang yang masih mampu menguat di hadapan dolar AS, sisanya melemah meski tidak sedalam rupiah atau rupee.
![]() |
Sebenarnya mata uang yang melemah bisa menjadi keuntungan. Saat mata uang terdepresiasi, maka harga produk suatu negara menjadi lebih murah di pasar global. Ekspor pun terbantu karena permintaan berpotensi meningkat. Barang murah (apalagi kalau berkualitas) tentu jadi buruan.
Oleh karena itu, saat ini frase baru (tapi lama) muncul yaitu perang mata uang alias currency war. Istilah yang juga dikenal dengan devaluasi kompetitif itu adalah sebuah negara yang secara sistematis menempuh kebijakan atau membiarkan agar mata uangnya melemah. Langkah ini ditempuh atas nama kepentingan nasional, yaitu demi menjaga kinerja ekspor.
Adalah AS yang kembali menggulirkan istilah itu. Presiden AS Donald Trump mengkritik mata uang mitra (atau rival?) dagang Negeri Paman Sam yang melemah, sementara greenback seakan melemah sendirian. Akibatnya, ekspor AS semakin tidak kompetitif dan impor semakin banjir karena murahnya harga produk luar negeri.
"Dolar AS yang menguat telah membuat kita dalam posisi tidak menguntungkan. Apalagi yuan China jatuh seperti batu," tegas Trump beberapa waktu lalu, dikutip dari Reuters.
Situasi ini sepertinya mulai membuat Trump gerah. Tudingan perang mata uang pun dilancarkan, dengan China sebagai target utama.
Kementerian Keuangan AS akan mengeluarkan laporan tahunan mengenai pelaku manipulasi kurs pada 15 Oktober. Laporan ini berdasarkan pemantauan pada semester I-2018.
"Saya tidak mengatakan (mata uang) itu senjata atau bukan. Namun tidak ada keraguan bahwa melemahkan mata uang menciptakan ketidakadilan," tegasnya dalam wawancara dengan Reuters.
Mnuchin menyatakan bahwa salah satu mata uang yang akan mendapat sorotan adalah yuan. "Kami akan melihat dengan seksama apakah mereka melakukan manipulasi kurs," ungkapnya.
Dengan rupiah yang melemah cukup dalam, apakah Indonesia juga ikut serta dalam perang mata uang?
Next Page
Indonesia Tak Perlu Latah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular