Yen Berpeluang Lanjutkan Penguatan, Saatnya Realisasikan Cuan

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
20 July 2018 09:08
Yen Berpeluang Lanjutkan Penguatan, Saatnya Realisasikan Cuan
Foto: REUTERS/Thomas White/
Jakarta, CNBC Indonesia Sebagai salah satu instrumen investasi yang dianggap minim risiko (safe haven), yen menjanjikan kestabilan nilai karena kuatnya kondisi JepangRupiah pun berpeluang masih tertekan terhadap mata uang Negeri Sakura ini. 

Sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YTD), yen menguat 6,4% terhadap rupiah. Penguatan itu berlanjut kemarin setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate di 5,25%.  

Dalam tiga bulan terakhir, terhitung BI sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 100 basis poin. Situasi tersebut memperlihatkan BI sebagai salah satu otoritas moneter yang paling agresif saat ini selain Turki. 

Sinyal kuat The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan, setidaknya dua kali lagi mengakibatkan mata uang negara-negara berkembang tertekan. Mau tidak mau BI harus menaikkan suku bunga cuannya agar imbal hasil investasi portofolio nasional lebih kompetitif. 

Lalu bagaimana di Jepang? Sampai saat ini suku bunga acuan di Negeri Sakura masih minus. Hal ini disebabkan kebijakan bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), yang melakukan stimulus moneter guna memompa pertumbuhan ekonomi dalam negeri. 

Sebagai informasi, sejak tahun 2016 suku bunga acuan di Jepang berada di minus 0,1%. Secara sederhana, bisa dianalogikan bahwa warga Jepang nyaris tidak mendapat keuntungan apapun jika menyimpan uangnya di bank. 

Ruang untuk kenaikan sebenarnya masih kecil. Ini didasari pertumbuhan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) bulan Juni diperkirakan masih di kisaran 0,8%. Sementara target inflasi BoJ yaitu 0-1%, sehingga target inflasi tersebut masih sesuai target. 

Spread margin suku bunga acuan ini bisa memberi keuntungan bagi Indonesia karena memicu carry trade di mana trader akan meminjam uangnya di Jepang yang bersuku bunga rendah, lalu mengalihkanya ke Indonesia. 

Namun, rentang imbal hasil di kisaran 5% antara Indonesia dan Jepang belum tentu memberikan keuntungan bagi mereka, karena mereka bisa memilih negara lain seperti Malaysia atau Singapura. Situasi sebaliknya justru sedang terjadi di mana aliran dana asing ke pasar obligasi Jepang justru meningkat.
Jika dilihat secara fundamental, neraca perdagangan Indonesia dan Jepang per Juni sama-sama mencatatkan hasil positif. Indonesia mencetak surplus perdagangan US$1,74 miliar, sementara Jepang mencapai US$6,38 miliar.

Lalu bagaimana perdagangan antara kedua negara? Di periode yang sama, Indonesia mencatat surplus dari sisi non-migas senilai US$160 juta. Kondisi inipun menjadi sentimen penguatan rupiah atas yen.

Namun, kita juga perlu memperhatikan persepsi pulihnya ekonomi Jepang hingga menyebabkan aliran dana asing masuk ke Negeri Sakura. Bukan tidak mungkin aliran modal asing ke Indonesia akan berkurang dan mengalir ke Jepang. Meski suku bunga di sana rendah, aliran dana ke obligasi tetap tinggi.

Tercatat sejak awal tahun hingga 6 Juli 2018, aliran modal yang masuk ke negara itu mencapai US$1,47 miliar. Sementara, kepemilikan asing di obligasi pemerintah Indonesia justru turun hingga Rp 5,98 miliar.

Hal ini menjadi salah satu bukti untuk memperkuat persepsi jika aliran modal mengalir deras ke Jepang. Kondisi tersebut menjadi pendorong mata uang domestik pun menguat.

Perang dagang merupakan isu terpanas di pasar keuangan global karena dampaknya tidak hanya dialami Amerika Serikat (AS) dan lawannya di perang dagang, tapi juga negara lain berupa koreksi bursa saham dan depresiasi kurs.

Namun lain ceritanya dengan Jepang. Kondisi tersebut membuat investor takut bermain instrumen beresiko tinggi, sehingga memilih instrumen minim risiko seperti yen Jepang. Artinya, semakin panas perang dagang, semakin besar peluang yen menguat.

Terbaru, pertikaian antara AS dan Uni-Eropa kemungkinan bisa dicegah seiring rencana pemimpin Uni Eropa untuk bertandang ke Washington guna menyelesaikan isu perang dagang.

Namun di sisi lain, Larry Kudlow, penasihat ekonomi Gedung Putih menyatakan bahwa Presiden China Xi Jinping telah menghambat kemajuan negosiasi perdagangan antara AS-China. Xi dituduh menolak melakukan perubahan terhadap kebijakan transfer teknologi China, dan kebijakan perdagangan lainnya.

"Sejauh yang kami ketahui, Presiden Xi, saat ini, tidak ingin melakukan kesepakatan," kata Kudlow di konferensi Delivering Alpha, seperti dikutip Reuters. Kondisi ini bisa mendorong penguatan yen hingga akhir pekan ini.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, peluang yen melanjutkan penguatan hingga Jumat masih terbuka lebar. Bagi anda yang memiliki mata uang yen, mungkin bisa mempertimbangkan untuk menukarkannya guna merealisasikan keuntungan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular