Ini Alasan Investasi Mata Uang Berbasis Euro Masih Bisa Cuan

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
18 July 2018 08:30
Ini Alasan Investasi Mata Uang Berbasis Euro Masih Bisa Cuan
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah maraknya perkembangan teknologi serta produk investasi, kaum milenial bisa mencari produk investasi dengan mudah, mulai dari emas hingga reksa dana. Namun, bagaimana dengan investasi mata uang? Potensialkah? 

Bagi masyarakat, mata uang hanya digunakan sebagai alat tukar baik untuk kebutuhan belanja maupun bepergian ke luar negeri. Tidak banyak yang menyadari mata uang bisa menjadi alat investasi yang menarik terutama di tengah kondisi ekonomi global seperti saat ini. 

Padahal, berinvestasi di mata uang bisa membagikan keuntungan yang tak kalah besar dibandingkan investasi lain. Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, tingkat keuntungan deposito jauh lebih kecil dibanding keuntungan selisih kurs (forex gain) mata uang.  

Mau bukti? Berikut kami paparkan data pergerakan beberapa mata uang global terhadap rupiah. 
Ini Alasan Investasi Mata Uang Berbasis Euro Masih PotensialSumber: Reuters
Mengacu pada data tersebut, jika anda memegang mata uang euro dari setahun yang lalu, nilainya akan menguat hingga 10,67%. Mata uang yuan China menyusul di posisi kedua, diikuti poundsterling Inggris dan dolar Singapura.  

Artinya, jika anda menyimpan euro selama kurun waktu tersebut dan menukarkannya ke rupiah pada hari ini, maka anda mendapatkan keuntungan sebesar itu dari selisih kurs. Anggap saja anda menyimpan €1.000 yang setahun lalu nilainya setara Rp 15 juta, maka kini nilainya Rp 16,76 juta. 

Mari kita bandingkan dengan investasi paling konservatif, yakni deposito. Saat ini, bunga tertinggi untuk deposito bertenor 1 tahun hanya sebesar 7,1%. Jika dibandingkan dengan memegang euro, ada margin keuntungan lebih yang didapatkan sekitar 3,5%. Menggiurkan bukan?

Lantas
bagaimana prospek ke depannya? Akankah euro menguat ebih signifikan? Berikut kami paparkan dua faktor yang berpotensi menjadi bahan bakar penguat mata uang tersebut.
Pada kuartal-I 2018, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) zona euro menguat mencapai 2,5%, meningkat 80 basis poin dari kuartal I-2017. Ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi di negara-negara Benua Biru tersebut kian menunjukkan traksinya.  

Salah satu yang menjadi indikator penilaian adalah turunnya angka pengangguran. Pada Mei 2018, tingkat pengangguran di Uni-Eropa sebesar 8,4% atau turun 80 basis poin dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.  

Turunnya angka pengangguran ini pun memicu optimisme terhadap perekonomian negara-negara di Eropa Barat tersebut. Indikator yang bisa dilihat adalah sentimen ekonomi. Per Juni 2018, Indeks Economic Sentiment menyentuh 112,3 atau naik 1,8 poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.  

Kondisi perekonomian yang semakin pulih membuat mata uang kawasan tersebut menguat, karena lebih banyak produsen dan investor yang menjalankan usaha di sana sehingga mau tidak mau harus memegang lebih banyak euro.  

Dengan begitu, mata uang tersebut pun mendapatkan reputasi positif dan dipegang oleh pada trader di pasar uang, tak terkecuali di Indonesia. Hal ini membuat euro makin perkasa terhadap rupiah. Tidak mau kalah dengan Amerika Serikat (AS) yang berencana memulai kebijakan moneter ketat, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) tahun ini mulai melakukan hal serupa, salah satunya melalui pengurangan pembelian obligasi secara bertahap.  

Terkait suku bunga acuan, ECB sejauh ini belum memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuan setidaknya hingga 2019 mendatang.Namun,kondisi ini kemungkinan besar berubah mengingat angka inflasi di Benua Biru telah mencapai target bank sentral.  

Per Juni 2018 ini, tingkat inflasi telah mencapai 2%, naik hingga 70 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan kondisi inflasi yang telah mencapai target, ECB pun mendapatkan alasan untuk menaikkan suku bunga acuan.  

Sebagaimana diketahui, peningkatan inflasi mencerminkan daya beli masyarakat yang semakin membaik. Kondisi tersebut pun berdampak kepada kenaikan harga-harga barang dan bisa berujung pada overheating.  

Jika ECB tidak melakukan pengetatan moneter, dikhawatirkan pertumbuhan inflasi bisa tidak terkendali. Akibatnya pertumbuhan ekonomi pun bisa menjadi overheating (mesin ekonomi terhenti karena kemampuan menghasilkan barang tak setinggi permintaan).  

Persepsi kenaikan suku bunga ini bakal menjadi bahan bakar bagi penguatan euro sehingga semakin digdaya terhadap rupiah. Kondisi euro yang semakin perkasa, membuat investasi anda di mata uang tersebut pun semakin tinggi. Pada akhirnya, cuan yang bisa anda dapatkan pun semakin besar nilainya.    

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular