Newsletter

Rupiah Adalah Kunci

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 July 2018 04:55
Rupiah Adalah Kunci
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah reli cukup panjang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada perdagangan kemarin. Faktor eksternal mendominasi penyebab koreksi IHSG. 

Kemarin, IHSG menutup hari dengan koreksi 0,65%. Sempat melemah hingga 1,63%, IHSG diangkat naik pada menit-menit terakhir perdagangan. 

Nilai transaksi tercatat Rp 5,57 triliun dengan volume 6,4 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 312.523 kali. Pergerakan IHSG dihantui oleh sentimen negatif dari sisi eksternal.

Rilis data ekonomi di China membuat pelaku pasar enggan menyentuh instrumen berisiko seperti saham. Pada kuartal-II 2018, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 6,7% secara tahunan (year-on-year/YoY), sama dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters.
 

Nilai itu lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar 6,9% YoY. Juga lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal I-2018 sebesar 6,8% YoY. 

Kemudian, penjualan barang-barang ritel periode Juni di China tumbuh sebesar 9% YoY, juga sama dengan ekspektasi pasar. Namun, output industri untuk periode Juni hanya tumbuh sebesar 6% YoY, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,5% YoY. 

Tak adanya kejutan positif dari rilis data-data tersebut membuat pelaku pasar bermain defensif sembari menunggu kelanjutan dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China. Sebelumnya, pemerintahan Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan tensi perdagangan antar dua raksasa ekonomi dunia itu dengan mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar (Rp2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.  

Tidak hanya dengan China, AS juga kembali menabuh genderang perang dagang dengan Uni Eropa. Menjelang pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Trump menyebut Uni Eropa sebagai musuh di bidang perdagangan. Dikutip dari BBC, Trump mengatakan bahwa AS mempunyai banyak musuh, termasuk Rusia dan China, tetapi dirinya menempatkan Uni Eropa di posisi teratas. 

"Saya rasa Uni Eropa merupakan musuh, (mengingat) apa yang mereka lakukan kepada kami di bidang perdagangan," papar Trump. 

Sebelumnya, mantan taipan properti itu juga menyerang negara-negara Uni Eropa dalam pertemuan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada minggu lalu lantaran dianggap pelit dalam mengeluarkan belanja pertahanan. Sebagai catatan, negara-negara anggota NATO sebelumnya telah setuju untuk menggelontorkan dana 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk belanja militer. Hingga kini, hanya 5 negara yang memenuhi perjanjian tersebut yakni AS, Inggris, Yunani, Estonia, dan Polandia. 

Seperti IHSG, sentimen negatif eksternal tersebut mampu menyeret bursa saham Asia ke zona merah. Indeks Shanghai Composite turun 0,61%, Straits Times melemah 0,85%,  SET (Thailand) minus 0,96%, dan PSEI (Filipina) berkurang 0,4%. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif dalam rentang tipis. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,18%, S&P 500 turun 0,1%, dan Nasdaq minus 0,24%. 

Penurunan harga minyak menjadi pemberat Wall Street. Pada pukul 03:39 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 4,43% sementara light sweet amblas 4,2%. 

Akibatnya, saham-saham sektor energi terkoreksi cukup dalam yang menyeret bursa saham secara keseluruhan. Saham Exxon turun 0,98% sementara Chevron terkoreksi 0,85%. 

Penyebab utama penurunan harga minyak yang cukup tajam ini adalah kembali dibukanya empat terminal pelabuhan utama di Libya. Pelabuhan-pelabuhan ini sempat dikuasai kelompok separatis National Libyan Army (NLA) sebelum akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah pada 11 Juli lalu. 

Perkembangan ini membuat pasokan minyak dari Libya siap masuk ke pasar dunia. Tambahan pasokan berarti harga tentunya bakal cenderung turun. 

Selain tambahan pasokan dari Libya, Rusia dan negara-negara lain pun siap menambah suplai minyak dunia hingga 1 juta barel/hari. Hal ini dilakukan untuk menutup kekurangan dari Iran dan Venezuela. Iran sedang di ambang sanksi ekonomi dari AS sementara Venezuela tengah didera krisis ekonomi-sosial- politik. 

"Jika memang kita membutuhkan (tambahan pasokan) 1 juta barel/hari, maka saya tidak mengesampingkan bahwa kami akan mendiskusikan itu. Kami akan membuat keputusan dengan cepat," ungkap Alexander Novak, Menteri Energi Rusia, dikutip dari Reuters. 

Komentar Novak menjadi sangat relevan ketika sanksi terhadap Iran sudah sangat dekat. Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, menegaskan bahwa Negeri Adidaya akan mengajak negara-negara sekutunya untuk tidak lagi membeli minyak dari Iran.  

Namun itu tidak bisa dilakukan langsung, butuh tahap. Selain itu, akan ada pengecualian bagi negara-negara yang memang mau tidak mau masih harus mendatangkan minyak dari Negeri Persia. 

"Kami ingin orang-orang mengurangi (pembelian minyak) menjadi nol. Namun untuk beberapa kasus tentu tidak bisa dilakukan dalam semalam. Kami juga akan mempertimbangkan pengecualian," ungkap Mnuchin, mengutip Reuters. 

Sanksi kepada Iran ini rencananya akan dibahas dalam pertemuan tingkat menteri G20 di Buenos Aires (Argentina) 19-22 Juli. "Kami akan sangat hati-hati untuk mengurangi dampak langkah ini terhadap pasar, dan kami ingin orang-orang memiliki cukup waktu," tambah Mnuchin. 

Namun koreksi Wall Street (dan positifnya DJIA) tertahan oleh laporan keuangan emiten yang solid. Bank of America melaporkan kinerjanya yang di atas ekspektasi pasar. 

Pada kuartal II-2018, laba per saham (Earnings per Share/EPS) Bank of America adalah US$ 64 sen. Lebih tinggi dibandingkan konsensuspasar yang dihimpun Reuters yaitu US$ 57 sen. Sementara pendapatan yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham naik 36,3% YoY menjadi US$ 6,47 miliar. 

Laporan keuangan Bank of America yang ciamik membuat investor memberikan apresiasi. Saham Bank of America naik tajam 4,31%. 

Tidak hanya itu, solidnya kinerja Bank of America membuat pelaku pasar menaruh kepercayaan terhadap saham-saham perbankan. Sektor keuangan di DJIA menguat sampai 2,99%. Saham Goldman Sachs naik 2,22% jelang pengumuman laporan keuangan pada Selasa waktu setempat. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah dampak dari pengumuman data perdagangan internasional yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin. 

BPS mengumumkan ekspor pada Juni 2018 tumbuh 11,47% YoY sementara impor tumbuh 12,66% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatat surplus yang cukup besar yaitu US$ 1,74 miliar. 

Pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan ekspor tumbuh 16,38% YoY sementara impor tumbuh 30,17% YoY. Neraca perdagangan diperkirakan surplus US$ 579,5 juta.

Surplus neraca perdagangan memberikan sentimen perbaikan kinerja transaksi berjalan (current account). Sebagai informasi, transaksi berjalan pada kuartal I-2018 sudah mencatat defisit US$ 5,5 miliar atau 2,15% dari PDB, melebar lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila ditinjau dalam rentang waktu yang lebih panjang, transaksi berjalan pada tiga bulan awal tahun ini adalah yang terparah sejak kuartal I-2013. 

Memang neraca perdagangan April-Juni 2018 masih membukukan defisit sebesar US$ 1,34 miliar secara kumulatif. Namun, setidaknya kini muncul harapan bahwa defisit transaksi berjalan tidak terlalu parah. 

Semakin lunak defisit transaksi berjalan maka semakin kecil juga risiko memburuknya Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II-2018. Seperti diketahui, NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar.  

Oleh karena itu, data neraca perdagangan dan prospek perbaikan transaksi berjalan bisa menjadi amunisi bagi berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah. Kemarin, rupiah menguat tipis 0,03% terhadap dolar AS. 

Penguatan rupiah, bila terjadi, bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Aset-aset berbasis rupiah menjadi menarik bagi investor (terutama asing) karena nilainya naik.

Saat rupiah menguat kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 75,99 miliar. Aksi beli investor asing bisa menjadi salah satu faktor pendorong IHSG kembali ke zona hijau. 

Rupiah juga bisa memanfaatkan faktor eksternal yaitu kecenderungan melemahnya dolar AS. Pada pukul 04:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) melemah 0,26%. 

Dolar AS berada dalam posisi defensif karena investor menantikan pemaparan Jerome Powell, Gubenur The Federal Reserve/The Fed, di hadapan Komite Perbankan Senat AS pada Selasa waktu setempat. Setelah itu, Powell akan melaporkan situasi ekonomi terkini di depan Komite Jasa Keuangan Kongres AS pada Rabu waktu setempat. 

Berdasarkan naskah laporan Powell yang diperoleh Reuters, tidak ada kejutan. Powell diperkirakan masih mengulangi kalimat bahwa The Fed  akan menaikkan suku bunga acuan secara gradual. 

"Powell adalah orang yang sangat patuh kepada naskah. Jadi saya rasa dia akan memberikan hal yang konsisten dalam dua hari ini, tidak ada petunjuk-petunjuk baru, kejutan, atau semacamnya," kata John Doyle, Wakil Presiden Tempus Consulting yang berbasis di Washington DC, mengutip Reuters. 

Tidak adanya gebrakan dari Powell membuat dolar AS kehabisan bensin untuk menguat. Sebab, dolar AS sangat mengandalkan kebijakan moneter, utamanya kenaikan suku bunga yang agresif, agar bisa terapresiasi. 

Meski demikian, masih ada potensi dolar AS bisa bangkit. Pendorongnya adalah data penjualan ritel yang meningkat 0,5% secara MtM pada Juni 2018, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun Reuters. Sementara itu, data penjualan ritel periode Mei 2018 direvisi meningkat sebesar 1,3% MtM dari sebelumnya dibacakan sebesar 0,8% MtM. 

Secara tahunan, data penjualan ritel AS Juni 2018 tercatat meningkat 6,6%. Pertumbuhan tahunan sebesar itu merupakan yang tertinggi sejak lebih dari 6 tahun yang lalu. 

Kemudian, data pertumbuhan penjualan ritel inti (mengeluarkan komponen penjualan kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, bahan bangunan, dan jasa makanan) tidak mengalami perubahan pada Juni 2018. Penjualan ritel inti Mei 2018 direvisi tumbuh 0,8% MtM dari sebelumnya 0,5% MtM. Penjualan ritel inti berkorelasi paling dekat dengan komponen pengeluaran konsumen di PDB AS. 

Data ini kembali menegaskan bahwa pengeluaran konsumen AS akan terakselerasi lebih cepat di kuartal II-2018. Persepsi pertumbuhan ekonomi yang membaik ini lantas kembali memberikan sentimen bahwa The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif masih terbuka lebar.  

Saat pertumbuhan ekonomi melaju kencang, maka semakin kuat alasan bagi The Fed untuk lebih memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan efektif menjangkar ekspektasi inflasi. 

Jika peluang pengetatan moneter yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih.

Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat. Sebaliknya hal ini mampu menjadi ancaman bagi mata uang global, termasuk rupiah. 

Selain faktor nilai tukar, investor juga perlu mewaspadai perkembangan harga minyak. Pada pukul 04:31 WIB, harga minyak baik brent maupun light sweet masih terkoreksi di kisaran 4%. 

Koreksi harga minyak bukan kabar baik bagi IHSG. Ini sudah terbukti mampu membebani laju Wall Street. Saham-saham migas dan pertambangan biasanya kurang diapresiasi saat harga minyak turun, sehingga bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan. 

Namun sepertinya pergerakan rupiah akan lebih menentukan nasib pasar hari ini. Di tengah minimnya sentimen global dan domestik, gerak rupiah diharapkan mampu menjadi perangsang aktivitas di pasar.


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis ikhtisar rapat kebijakan moneter Australia (08:30 WIB).
  • Pidato Gubernur Bank of England (BoE) Mark Carney (15:00 WIB).
  • Tingkat Pengangguran Inggris periode Mei 2018 (15:30 WIB).
  • Rilis data produksi industri AS periode Juni 2018 (20:15 WIB).
  • Pidato Gubernur The Fed Jerome Powell (21:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda korpoeasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ)RUPSLB10:00
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI)RUPSLB10:00

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (Juni 2018 YoY)3.12%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (Juni 2018)US$ 119.8 miliar

Untuk data-data pasar, silakan klik di sini

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular