
Melemah 0,17%, Rupiah Jadi Mata Uang Terbaik Ketiga di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 July 2018 16:56

Faktor kedua adalah api perang dagang yang kembali berkobar. Reuters mengabarkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang menyusun daftar baru produk-produk asal China yang akan dikenakan bea masuk. Nilai produk-produk tersebut mencapai US$ 200 miliar.
Beberapa produk yang masuk daftar di antaranya rokok, farmasi, batu bara, ban mobil, furnitur, barang dari kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, karpet, pintu, sepeda, papan ski, tas golf, tisu toilet, sampai produk-produk kecantikan. Barang-barang ini akan kena bea masuk 10%.
China pun merespons dengan keras. Beijing menuding AS melakukan kebiasaanya, yaitu mem-bully negara lain. Oleh karena itu, China pun siap melancarkan serangan balasan. China juga akan melaporkan kelakuan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Tidak hanya mengenakan bea masuk terhadap produk-produk AS, China juga mengancam membalas dengan kebijakan kualitatif. Misalnya membatasi kunjungan turis China ke AS yang bisa mendatangkan devisa US$ 115 miliar bagi Negeri Paman Sam.
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman. Aksi jual ini menekan nilai tukar berbagai mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Beberapa produk yang masuk daftar di antaranya rokok, farmasi, batu bara, ban mobil, furnitur, barang dari kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, karpet, pintu, sepeda, papan ski, tas golf, tisu toilet, sampai produk-produk kecantikan. Barang-barang ini akan kena bea masuk 10%.
China pun merespons dengan keras. Beijing menuding AS melakukan kebiasaanya, yaitu mem-bully negara lain. Oleh karena itu, China pun siap melancarkan serangan balasan. China juga akan melaporkan kelakuan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman. Aksi jual ini menekan nilai tukar berbagai mata uang Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Most Popular