Di Kurs Acuan, Dolar AS Dekati Rp 14.400

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 July 2018 10:45
Di Kurs Acuan, Dolar AS Dekati Rp 14.400
Foto: REUTERS/Sertac Kayar
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah cukup dalam di kurs acuan. Di pasar spot pun rupiah bernasib serupa. 

Pada Rabu (11/7/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.391. Rupiah melemah sampai 0,45%. 

Sementara di pasar spot, US$ 1 pada pukul 10:20 WIB dibandrol Rp 14.380. Rupiah melemah 0,17%. 

Rupiah tidak berdaya menghadapi dolar AS yang memang sedang mendapatkan momentum penguatan. Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,07% pada pukul 10:22 WIB. 

Dolar AS perkasa jelang mengumuman data inflasi Negeri Paman Sam pada Kamis waktu setempat. Sebagai catatan, inflasi AS pada Mei 2018 mencapai 2,8% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Oktober 2008. 

Bila inflasi di AS terus terakselerasi, maka semakin besar kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasar kini mulai terbiasa dengan perkiraan kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. 

Kenaikan suku bunga tentu menjadi kabar gembira bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Arus modal ini bisa menjadi fondasi bagi penguatan nilai tukar. 

Sebelum The Fed menaikkan suku bunga, investor sepertinya sudah terlebih dulu memburu dolar AS. Sebab jika suku bunga sudah naik maka harga greenback akan lebih mahal. Akibat aksi borong ini, dolar AS sudah menguat sebelum suku bunga dinaikkan. 

Selain itu, api perang dagang yang kembali berkobar. Reuters mengabarkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang menyusun daftar baru produk-produk asal China yang akan dikenakan bea masuk. Nilai produk-produk tersebut mencapai US$ 200 miliar. 

Beberapa waktu lalu, Trump memang mengatakan sudah menyiapkan daftar panjang produk-produk China yang akan terkena bea masuk. Nilai totalnya mencapai lebih dari US$ 500 miliar. 

Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman. Aksi jual ini menekan rupiah. 

Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih Rp 54,22 miliar pada pukul 10:25 WIB. Sementara di pasar obligasi, aksi jual terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun menjadi 7,387% pada pukul 10:26 WIB dari 7,382% pada penutupan kemarin.  

Selain dipicu sentimen negatif eksternal, sepertinya investor juga mulai merealisasikan keuntungan yang didapat di pasar obligasi. Sejak 4 Juli, yield obligasi pemerintah terus turun dari 7,798% menjadi 7,382%. Ini menandakan harga obligasi sudah naik signifikan sehingga menggoda investor melakukan ambil untung (profit taking).

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular