Walau Melemah, Rupiah Jadi Terbaik Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 July 2018 08:40
Walau Melemah, Rupiah Jadi Terbaik Kedua di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan pelemahannya. Keperkasaan greenback sepertinya sulit terbendung. 

Pada Rabu (11/7/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.370 kala pembukaan pasar. Rupiah melemah 0,1% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Pada pukul 08:22 WIB, pelemahan rupiah agak lebih dalam. Kali ini US$ 1 sudah berada di Rp 14.375, di mana rupiah melemah 0,14%. 

Kemarin, rupiah melemah 0,24% di hadapan dolar AS. Hari ini, penguatan mata uang Negeri Paman Sam berpotensi berlanjut. 

Ini terlihat dari Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS relatif terhadap enam mata uang utama) yang menguat 0,06% pada pukul 08:21 WIB. Dalam sebulan terakhir, indeks ini menguat 0,68% dan selama sebulan ke belakang penguatannya mencapai 5,18%. 

Rupiah tidak sendiri. Berbagai mata uang Asia pun kurang bergigi di hadapan dolar AS. Bahkan won Korea Selatan mencatatkan depresiasi yang lumayan dalam. Hanya yen Jepang yang mampu menguat, karena statusnya sebagai aset aman (safe haven). 

Bahkan depresiasi rupiah menjadi yang paling dangkal dibandingkan mata uang lain. Oleh karena itu, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua setelah yen Jepang sampai pagi ini.

Berikut perkembangan nilai tukar mata uang utama Asia terhadap greenback pada pukul 08:25 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,86+0,11
Yuan China6,63-0,26
Won Korea Selatan1.122,10-0,78
Dolar Taiwan30,50-0,52
Rupee India68,75-0,15
Dolar Singapura1,36-0,23
Baht Thailand33,22-0,15
Peso Filipina53,53-0,18
 
Ada dua sentimen yang membuat dolar AS perkasa. Pertama adalah aksi beli yang dilakukan investor jelang rilis data inflasi AS pada Kamis waktu setempat. Sebagai catatan, inflasi AS pada Mei 2018 mencapai 2,8% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Oktober 2008. 

Bila inflasi di AS terus terakselerasi, maka semakin besar kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasar kini mulai terbiasa dengan perkiraan kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. 

Kenaikan suku bunga tentu menjadi kabar gembira bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Arus modal ini bisa menjadi fondasi bagi penguatan nilai tukar. 

Sebelum The Fed menaikkan suku bunga, investor sepertinya sudah terlebih dulu memburu dolar AS. Sebab jika suku bunga sudah naik maka harga greenback akan lebih mahal. Akibat aksi borong ini, dolar AS sudah menguat sebelum suku bunga dinaikkan. 

Faktor kedua adalah api perang dagang yang kembali berkobar. Reuters mengabarkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang menyusun daftar baru produk-produk asal China yang akan dikenakan bea masuk. Nilai produk-produk tersebut mencapai US$ 200 miliar. 

Beberapa waktu lalu, Trump memang mengatakan sudah menyiapkan daftar panjang produk-produk China yang akan terkena bea masuk. Nilai totalnya mencapai lebih dari US$ 500 miliar. 

"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters. 

Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Jika AS betul-betul kembali mengenakan bea masuk baru, maka China pun kemungkinan besar akan membalas. Kemudian AS mengeluarkan bea masuk lagi, China membalas, begitu seterusnya. 

Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman. Aksi jual ini menekan nilai tukar berbagai mata uang Asia. 

Ini juga yang menyebabkan yen mampu menguat. Saat terjadi huru-hara di pasar, investor mengarahkan dananya ke aset safe haven, salah satunya yen.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular