
Ramai Sentimen Positif, Bursa Saham Asia Menguat
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 July 2018 09:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia dibuka menguat pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei naik 0,23%, indeks Hang Seng naik 1,03%, indeks Strait Times naik 0,19%, dan indeks Kospi naik 0,18%. Sementara itu, indeks Shanghai melemah 0,06%.
Sejumlah sentimen positif mewarnai jalannya perdagangan bursa saham Benua Kuning pada pagi hari ini. Pertama, AS belum meluncurkan serangan balasan bagi China dalam bidang perdagangan. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut. Pasalnya, besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Kedua, ada persepsi bahwa the Federal Reserve tidak akan menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali pada tahun ini. Persepsi ini timbul lantaran data tenaga kerja yang kurang mendukung.
Teranyar, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan angka pengangguran periode Juni naik menjadi 4%. Padahal, konsensus memperkirakan angkanya akan tetap di level 3,8%.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian AS sejatinya belum panas-panas amat, sehingga the Fed tak perlu menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali. Ditengah risiko perang dagang yang masih mengintai, tingkat suku bunga acuan yang rendah memang menjadi opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Ketiga, cadangan devisa China per akhir Juni diumumkan di level US$ 3,11 triliun, di atas konsensus yang sebesar US$ 3,1 triliun. Namun, bursa sahamya belum bisa memanfaatkan hal tersebut untuk menguat lantaran ada tekanan yang datang dari langkah pemerintah China untuk terus mengurangi tingkat utang sektor swasta. Di sisi lain, hal ini berhasil mengangkat kinerja bursa saham lainnya di kawasan Asia.
Sisi negatifnya, hubungan antara AS dengan Korea Utara kembali memanas. Akhir pekan lalu, Korea Utara mengatakan kunjungan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo merupakan sesuatu yang patut disesali. Pernyataan itu keluar hanya beberapa jam setelah Pompeo mengakhiri pembicaraan dua hari dengan para pejabat senior Korea Utara.
Sebagai informasi, Pompeo terbang ke Pyongyang untuk mendiskusikan kejelasan tentang parameter kesepakatan denuklirisasi Semenanjung Korea yang disetujui oleh Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura sebulan lalu. Meski Pompeo sempat menyampaikan penilaian yang relatif positif sebelum beranjak pulang, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS mengkhianati semangat pertemuan bulan lalu dengan membuat tuntutan 'sepihak dan seperti gangster'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article AS-China Tak Ada Tanda Damai, Bursa Asia Ditutup Bervariatif
Sejumlah sentimen positif mewarnai jalannya perdagangan bursa saham Benua Kuning pada pagi hari ini. Pertama, AS belum meluncurkan serangan balasan bagi China dalam bidang perdagangan. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan bea masuk bagi produk China senilai US$ 500 miliar jika Beijing meluncurkan aksi balasan atas kebijakan Washington yang pada Jumat lalu (6/7/2018) telah resmi memberlakukan bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk impor asal China.
Pemerintahan AS nampaknya masih pikir-pikir untuk mengenakan kebijakan balasan tersebut. Pasalnya, besarnya nilai barang yang akan terdampak (US$ 500 miliar) bisa mengancam laju perekonomian kedua negara.
Teranyar, Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan angka pengangguran periode Juni naik menjadi 4%. Padahal, konsensus memperkirakan angkanya akan tetap di level 3,8%.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian AS sejatinya belum panas-panas amat, sehingga the Fed tak perlu menaikkan suku bunga acuan hingga 4 kali. Ditengah risiko perang dagang yang masih mengintai, tingkat suku bunga acuan yang rendah memang menjadi opsi terbaik bagi perekonomian AS dan dunia.
Ketiga, cadangan devisa China per akhir Juni diumumkan di level US$ 3,11 triliun, di atas konsensus yang sebesar US$ 3,1 triliun. Namun, bursa sahamya belum bisa memanfaatkan hal tersebut untuk menguat lantaran ada tekanan yang datang dari langkah pemerintah China untuk terus mengurangi tingkat utang sektor swasta. Di sisi lain, hal ini berhasil mengangkat kinerja bursa saham lainnya di kawasan Asia.
Sisi negatifnya, hubungan antara AS dengan Korea Utara kembali memanas. Akhir pekan lalu, Korea Utara mengatakan kunjungan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo merupakan sesuatu yang patut disesali. Pernyataan itu keluar hanya beberapa jam setelah Pompeo mengakhiri pembicaraan dua hari dengan para pejabat senior Korea Utara.
Sebagai informasi, Pompeo terbang ke Pyongyang untuk mendiskusikan kejelasan tentang parameter kesepakatan denuklirisasi Semenanjung Korea yang disetujui oleh Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura sebulan lalu. Meski Pompeo sempat menyampaikan penilaian yang relatif positif sebelum beranjak pulang, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS mengkhianati semangat pertemuan bulan lalu dengan membuat tuntutan 'sepihak dan seperti gangster'.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article AS-China Tak Ada Tanda Damai, Bursa Asia Ditutup Bervariatif
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular