RI-AS Bisa Perang Dagang, Investor Lepas Saham Bank

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 July 2018 14:56
Saham-saham emiten perbankan dilepas investor pada perdagangan terakhir di pekan ini.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten perbankan dilepas investor pada perdagangan terakhir di pekan ini. Saham-saham emiten perbankan yang dilepas investor di antaranya: PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (-4,89%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-2,68%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,72%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-1,41%), dan PT Bank Central Asia Tbk /BBCA (-1,3%).

Akibat aksi jual pada saham-saham emiten perbankan, sektor jasa keuangan turun 1,44%, menjadikannya kontributor terbesar bagi pelemahan IHSG yang sebesar 0,46%.

Ada dua faktor utama yang menyebabkan investor melepas saham bank. Pertama, potensi perang dagang antara Indonesia dengan AS. Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mengungkapkan Presiden AS Donald Trump akan mencabut sejumlah perlakukan khusus yang saat ini diberikan ke Indonesia.

"Trump sudah kasih warning ke kita karena kita surplus, beberapa special treatment yang dia beri ke kita mau dia cabut, terutama untuk tekstil," katanya, Kamis (5/7/2018).

Sebagai catatan, sepanjang 2017 Indonesia menikmati surplus dagang hingga US$ 9,59 miliar dengan AS.

Kini, sekitar 124 produk produk asal Indonesia tengah dievaluasi apakah pantas mendapatkan fasilitas generalized system of preference (GSP) atau tidak. GSP sendiri adalah semacam sistem seperti pembebasan bea masuk yang diberikan AS ke produk impor.

Jika GSP dicabut nantinya, tentu permintaan atas produk-produk ekspor asal Indonesia akan berkurang. Pada akhirnya, permintaan atas kredit juga akan tertekan dan mengurangi profitabilitas perbankan. Apalagi, pelaku usaha kedepannya akan dibuat makin enggan dalam menarik kredit, seiring dengan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps sepanjang tahun ini.


Faktor kedua di balik aksi jual atas saham-saham perbankan adalah pelemahan nilai tukar. Walaupun kini rupiah diperdagangkan sama dengan posisi penutupan kemarin (5/7/2018) di level Rp 14.380/dolar AS, rupiah sempat melemah hingga ke level Rp 14.417/dolar AS.


Ketika rupiah melemah, sektor perbankan memang menjadi sangat rentan, seiring dengan naiknya risiko gagal bayar oleh kreditur yang akan berujung pada kenaikan rasio kredit bermasalah/non-performing loan (NPL).

Masih teringat di pikiran kita bagaimana profitabilitas dari emiten-emiten bank BUKU IV terhantam pada tahun 2015 silam, ketika rupiah terdepresiasi hingga melebihi level Rp 14.600/dolar AS.
(ank/wed) Next Article Bursa Asia Memerah Efek Jinping dan Perang Dagang AS-China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular