Akibat Perang Dagang, Dolar AS Tembus Rp 14.400 di Kurs Acuan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 July 2018 10:26
Seperti halnya di pasar spot, dolar AS di kurs acuan juga menembus Rp 14.400.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan melemah. Seperti halnya di pasar spot, dolar AS di kurs acuan juga menembus Rp 14.400. 

Pada Jumat (6/7/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.409. Rupiah melemah 0,15% dibandingkan hari sebelumnya. 

Jisdor

Tidak hanya di kurs acuan, rupiah pun melemah di pasar spot. Pada pukul 10:12 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.410, di mana rupiah terdepresiasi 0,21%. 

Rupiah tidak sendiri, berbagai mata uang Asia pun terjebak di teritori negatif. Penguatan greenback di Asia memang sulit terbendung.

Dengan pelemahan 0,21%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam keempat di Asia setelah yuan China, rupee India, dan yen Jepang.
 Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:14 WIB, mengutip Reuters: 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang110,66-0,05
Yuan China6,66-0,37
Won Korea Selatan1.119,40-0,10
Dolar Taiwan30,54-0,07
Rupee India68,87-0,27
Dolar Singapura1,37-0,09
Baht Thailand33,23-0,12
Peso Filipina53,43-0,07
 
Perang dagang menjadi faktor utama pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara Asia. Pada 6 Juli, China rencananya akan mulai menerapkan bea masuk 25% kepada 659 produk AS. Ini dilakukan untuk membalas perlakuan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan bea masuk kepada 818 produk China, juga berlaku mulai 6 Juli. Trump mengatakan AS masih pada rencananya mengenakan bea masuk tersebut pada pukul 00:01 waktu setempat. 

Tidak berhenti sampai di situ, Trump berencana menambah lagi daftar produk Negeri Tirai Bambu yang bakal dikenakan bea masuk. Nantinya, Trump mengincar produk-produk China bernilai lebih dari US$ 500 miliar (Rp 7.202,7 triliun) yang akan dibebankan bea masuk. 

"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump, dikutip dari Reuters. 

Sebelumnya, Beijing telah berjanji jika AS 'menembak' maka akan dibalas dengan tingkatan yang sama. Produk-produk dari AS seperti pertanian, otomotif, dan sebagainya masuk daftar yang akan kena bea masuk. 

"Langkah AS pada intinya adalah menyerang rantai pasok global. Mudahnya, AS menembak seluruh dunia, termasuk dirinya sendiri," ujar Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters. 

Perang dagang yang semakin panas tentu membuat investor tidak nyaman. Pelaku pasar pun memilih mencari aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang. Di pasar saham Indonesia, investor asing mencatatkan jual bersih Ro 6,2 miliar pada pukul 10:18 WIB.

Sikap risk aversion ini membuat mata uang negara berkembang di Asia melemah karena kekurangan pasokan aliran modal. Rupiah pun tidak terkecuali.

Indonesia Mulai Terseret

Indonesia pun disebut-sebut akan menjadi sasaran berikutnya. Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mengungkapkan Trump akan mencabut sejumlah perlakukan khusus yang saat ini diberikan ke Indonesia. 

"Trump sudah kasih warning ke kita karena kita surplus. Beberapa special treatment yang dia beri ke kita mau dia cabut, terutama untuk tekstil," katanya. 

Sepanjang 2017, Indonesia memang menikmati surplus US$ 9,59 miliar atau sekitar Rp 134 triliun (kurs Rp 14.000) dengan AS. Aksesori pakaian dan busana (baik yang tidak dirajut ataupun yang dirajut) merupakan produk yang paling banyak dikirim Indonesia ke AS, dengan nilai mencapai US$ 4,12 miliar (Rp 57,68 triliun).  

"GSP (Generalized System of Preference) kita sedang di-review, dan ada sekitar 124 produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review. Ada kayu plywood, cotton, macam-macam. Ada juga produk-produk pertanian, udang dan kepiting kalau enggak salah. Ini saya lagi lihat daftarnya juga," kata Shinta Widjaja Kamdani, Anggota Tim Ahli Wakil Presiden. 

GSP adalah semacam sistem penghapusan bea masuk untuk produk impor dari negara yang dianggap AS sektor industrinya masih berkembang. Jika memang akhirnya sejumlah produk Indonesia dicabut dari daftar GSP, tentunya ekspor Indonesia ke AS akan lebih mahal gara-gara bea masuk yang lebih tinggi. Permintaan pun akan berkurang. 


Perkembangan ini perlu dicermati oleh pelaku pasar. Risiko besar menanti bila AS betul-betul mengarahkan pandangannya ke Indonesia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Lesu di Kurs Tengah BI, Rupiah Jaya di Pasar Spot

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular