
Dihantui Berbagai Risiko, IHSG Naik Tipis 0,1%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 July 2018 17:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Tertekan sepanjang hari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik tipis 0,1% ke level 5.739,33. IHSG menguat kala mayoritas bursa saham kawasan Asia diperdagangkan di zona merah: indeks Nikkei turun 0,78%, indeks Shanghai turun 0,91%, indeks Hang Seng turun 0,21%, indeks Kospi turun 0,35%, dan indeks SET (Thailand) turun 1,4%.
Nilai transaksi tercatat sebesar 5,89 triliun dengan volume sebanyak 7,32 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 313.134 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,86%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+3,58%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+6,15%), Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,47%), dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (+2,24%).
Perdagangan pada hari ini memang diwarnai sejumlah risiko. Pertama, pelemahan nilai tukar. Pada akhir perdagangan, rupiah melemah 0,23% di pasar spot ke level Rp 14.380/dolar AS. Namun, posisi tersebut masih lebih baik jika dibandingkan dengan posisi terlemahnya di level Rp 14.420/dolar AS.
Tetap saja, depresiasi rupiah merupakan hal yang mengkhawatirkan. Pasalnya, dolar AS sedang berada dalam posisi yang lemah, ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS yang sebesar 0,29% (hingga akhir perdagangan IHSG). Bukan tak mungkin juga bahwa membaiknya posisi rupiah diakibatkan oleh intervensi Bank Indonesia (BI).
Secara fundamental, memang bisa dimaklumi jika rupiah melemah, seiring dengan adanya potensi melebarnya defisit Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Bank Indonesia (BI) memproyeksikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-II 2018 bisa berada di atas 2,5% dari PDB. Padahal, CAD kuartal-I hanya sebesar 2,15% dari PDB.
Ditengah modal portfolio yang terus mengalir keluar dari Indonesia, membengkaknya CAD akan semakin menekan Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Pada kuartal-I kemarin, NPI membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
Mengekor pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 137 miliar. Ketika rupiah melemah, ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung oleh investor asing.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 62,2 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 57,6 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (Rp 42,1 miliar), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTSP (Rp 20 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 18,4 miliar).
Risiko kedua bagi IHSG datang dari masih panasnya hubungan antara AS dengan China di bidang perdagangan. Besok (6/7/2018), bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk asal China akan mulai diberlakukan oleh AS. Negeri Panda pun sudah menyiapkan tarif balasan bagi produk-produk asal AS dengan nilai yang sama dan juga akan mulai berlaku pada 6 Juli.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda AS akan mundur dari rencana pengenaan bea masuk baru tersebut.
Sisi positifnya, ada etikat baik dari Uni Eropa untuk mencegah perang dagang dengan AS terjadi dalam skala yang besar. Para pejabat Eropa kini sedang mempertimbangkan untuk mengadakan pembicaraan tentang kesepakatan pemotongan tarif antar eksportir mobil terbesar dunia, termasuk dengan pabrikan mobil asal AS.
Sebelumnya, Trump sempat mengancam akan menerapkan bea masuk sebesar 20% bagi mobil-mobil asal Uni Eropa jika bea masuk atas mobil asal AS tak dihapuskan. Sebagai catatan, Uni Eropa saat ini mengenakan bea masuk sebesar 10% atas impor mobil penumpang, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif 2,5% yang dikenakan oleh AS.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Nilai transaksi tercatat sebesar 5,89 triliun dengan volume sebanyak 7,32 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 313.134 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG diantaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,86%), PT United Tractors Tbk/UNTR (+3,58%), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP (+6,15%), Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,47%), dan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (+2,24%).
Tetap saja, depresiasi rupiah merupakan hal yang mengkhawatirkan. Pasalnya, dolar AS sedang berada dalam posisi yang lemah, ditunjukkan oleh koreksi indeks dolar AS yang sebesar 0,29% (hingga akhir perdagangan IHSG). Bukan tak mungkin juga bahwa membaiknya posisi rupiah diakibatkan oleh intervensi Bank Indonesia (BI).
Secara fundamental, memang bisa dimaklumi jika rupiah melemah, seiring dengan adanya potensi melebarnya defisit Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Bank Indonesia (BI) memproyeksikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) kuartal-II 2018 bisa berada di atas 2,5% dari PDB. Padahal, CAD kuartal-I hanya sebesar 2,15% dari PDB.
Ditengah modal portfolio yang terus mengalir keluar dari Indonesia, membengkaknya CAD akan semakin menekan Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Pada kuartal-I kemarin, NPI membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
Mengekor pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 137 miliar. Ketika rupiah melemah, ada potensi rugi kurs yang harus ditanggung oleh investor asing.
Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing diantaranya: PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (Rp 62,2 miliar), PT Bank Tabungan Negara Tbk/BBTN (Rp 57,6 miliar), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk/AMRT (Rp 42,1 miliar), PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syaria Tbk/BTSP (Rp 20 miliar), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 18,4 miliar).
Risiko kedua bagi IHSG datang dari masih panasnya hubungan antara AS dengan China di bidang perdagangan. Besok (6/7/2018), bea masuk baru bagi senilai US$ 34 miliar produk asal China akan mulai diberlakukan oleh AS. Negeri Panda pun sudah menyiapkan tarif balasan bagi produk-produk asal AS dengan nilai yang sama dan juga akan mulai berlaku pada 6 Juli.
Hingga kini, belum ada tanda-tanda AS akan mundur dari rencana pengenaan bea masuk baru tersebut.
Sisi positifnya, ada etikat baik dari Uni Eropa untuk mencegah perang dagang dengan AS terjadi dalam skala yang besar. Para pejabat Eropa kini sedang mempertimbangkan untuk mengadakan pembicaraan tentang kesepakatan pemotongan tarif antar eksportir mobil terbesar dunia, termasuk dengan pabrikan mobil asal AS.
Sebelumnya, Trump sempat mengancam akan menerapkan bea masuk sebesar 20% bagi mobil-mobil asal Uni Eropa jika bea masuk atas mobil asal AS tak dihapuskan. Sebagai catatan, Uni Eropa saat ini mengenakan bea masuk sebesar 10% atas impor mobil penumpang, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif 2,5% yang dikenakan oleh AS.
(hps) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular