
Situasi Global Awal 2018 Bikin Asing Tak Betah Pegang SUN
Irvin Avriano, CNBC Indonesia
02 July 2018 17:47

Koreksi harga obligasi nasional di pasar lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal karena dua isu utama, yaitu suku bunga The Fed (biasa disebut Fed Fund Rate) dan perang dagang AS-China.
Awalnya, pelaku pasar global terkena angin segar dari data ekonomi AS yang positif pada medio Januari-Februari karena perbaikan ekonomi itu diharapkan menyerap ekspor dari negara-negara mitra dagang Negeri Paman Sam juga meningkat.
Sentimen positif itu sukses mengangkat pasar saham dan obligasi terutama di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari harga SBN dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat naik pada periode yang sama.
Namun, sentimen positif ekonomi AS berdampak lain. Bank sentral AS yaitu The Fed berniat menaikkan suku bunga acuan mereka yaitu Fed Rate secara lebih agresif (hawkish), dari prediksi awal 3 kali menjadi 4 kali. Kenaikan suku bunga acuan AS akan memikat investor global untuk "balik kampung" karena mengejar yield lebih tinggi.
Dampaknya ada pada aliran dana masuk ke AS dari negara berkembang serta apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia, salah satunya terhadap pasar obligasi dan saham Indonesia serta nilai tukar rupiah.
Karenanya, kondisi tersebut berpeluang terjadi hingga akhir tahun, sehingga pasar obligasi pemerintah akan lebih menantang pada periode semester II/2018. Sampai dengan Desember tahun ini, pelaku pasar obligasi masih harus menghadapi tantangan yang lebih besar.
Nada hawkish The Fed terhadap Fed Rate, perang dagang AS-China yang memanas, tren impor Indonesia yang meningkat, dan data makroekonomi Indonesia yang belum membaik seperti defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) yang melebar.
Kondisi negatif makroekonomi pada umumnya memang membuat pasar obligasi berkontraksi.
Sementara itu, sentimen positif yang bisa membantu meringankan koreksi pasar surat utang adalah kenaikan pendapatan pajak seiring prediksi positif harga komoditas migas dan metal serta nada hawkish BI yang diharapkan dapat menahan dana keluar investor asing (outflow).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
Awalnya, pelaku pasar global terkena angin segar dari data ekonomi AS yang positif pada medio Januari-Februari karena perbaikan ekonomi itu diharapkan menyerap ekspor dari negara-negara mitra dagang Negeri Paman Sam juga meningkat.
Sentimen positif itu sukses mengangkat pasar saham dan obligasi terutama di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari harga SBN dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat naik pada periode yang sama.
![]() |
Karenanya, kondisi tersebut berpeluang terjadi hingga akhir tahun, sehingga pasar obligasi pemerintah akan lebih menantang pada periode semester II/2018. Sampai dengan Desember tahun ini, pelaku pasar obligasi masih harus menghadapi tantangan yang lebih besar.
Nada hawkish The Fed terhadap Fed Rate, perang dagang AS-China yang memanas, tren impor Indonesia yang meningkat, dan data makroekonomi Indonesia yang belum membaik seperti defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) yang melebar.
Kondisi negatif makroekonomi pada umumnya memang membuat pasar obligasi berkontraksi.
Sementara itu, sentimen positif yang bisa membantu meringankan koreksi pasar surat utang adalah kenaikan pendapatan pajak seiring prediksi positif harga komoditas migas dan metal serta nada hawkish BI yang diharapkan dapat menahan dana keluar investor asing (outflow).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
Pages
Most Popular