Situasi Global Awal 2018 Bikin Asing Tak Betah Pegang SUN

Irvin Avriano, CNBC Indonesia
02 July 2018 17:47
Situasi Global Awal 2018 Bikin Asing Tak Betah Pegang SUN
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Memanasnya sentimen global membuat investor asing angkat kaki dari pasar modal nasional terlihat dari turunnya kepemilikan mereka di obligasi negara sepanjang semester I/2018.

Data kepemilikan surat berharga negara (SBN) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu menunjukkan porsi kepemilikan asing di SBN turun, dari posisi akhir 2017 sebesar 39,82% menjadi 37,98% (28 Juni).

Pada periode yang sama, porsi kepemilikan perbankan domestik juga turun menjadi 19,19% dari 23,41%. Saat ini, investor asing masih merupakan pemilik terbesar obligasi pemerintah, diikuti oleh perbankan domestik.

Situasi Global Awal 2018 Bikin Asing Tak Betah Pegang SUNFoto: Sumber: Kementerian Keuangan

Data SBN-meliputi surat utang negara (SUN) maupun surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara)-menunjukkan investor baik lokal maupun asing, mulai melepas SBN di pasar sekunder. Pelepasan masif biasanya juga diikuti penurunan harga karena tekanan jual.

Data kepemilikan itu juga didukung oleh data harga obligasi pemerintah yang juga turun, sehingga menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield). Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar.

Empat seri acuan mengalami penurunan harga, yang secara bersamaan mengangkat yield di atas 112 basis poin (bps) sepanjang semester I/2018. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Kenaikan yield terbesar dialami seri pendek, yaitu FR0063 dan FR0064, masing-masing sebesar 166 bps dan 150 bps.

Namun perlu dicatat, kenaikan signifikan porsi kepemilikan terjadi pada institusi pemerintah yaitu menjadi 11,26% dari sebelumnya 6,75% pada periode yang sama.

Hal itu mengindikasikan Bank Indonesia (BI) sudah melakukan intervensi pasar di pasar obligasi pemerintah. Intervensi itu juga menandai penjualan dolar Amerika Serikat (AS) oleh BI dalam cadangan devisanya, guna membeli obligasi rupiah sebagai bagian dari upaya mengangkat kurs rupiah. Koreksi harga obligasi nasional di pasar lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal karena dua isu utama, yaitu suku bunga The Fed (biasa disebut Fed Fund Rate) dan perang dagang AS-China.  

Awalnya, pelaku pasar global terkena angin segar dari data ekonomi AS yang positif pada medio Januari-Februari karena perbaikan ekonomi itu diharapkan menyerap ekspor dari negara-negara mitra dagang Negeri Paman Sam juga meningkat.  

Sentimen positif itu sukses mengangkat pasar saham dan obligasi terutama di negara berkembang, khususnya di Indonesia. Hal itu terlihat dari harga SBN dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat naik pada periode yang sama.  

Namun, sentimen positif ekonomi AS berdampak lain. Bank sentral AS yaitu The Fed berniat menaikkan suku bunga acuan mereka yaitu Fed Rate secara lebih agresif (hawkish), dari prediksi awal 3 kali menjadi 4 kali. Kenaikan suku bunga acuan AS akan memikat investor global untuk "balik kampung" karena mengejar yield lebih tinggi.

Situasi Global Awal 2018 Bikin Asing Tak Betah Pegang SUN
Dampaknya ada pada aliran dana masuk ke AS dari negara berkembang serta apresiasi dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia, salah satunya terhadap pasar obligasi dan saham Indonesia serta nilai tukar rupiah.  

Karenanya, kondisi tersebut berpeluang terjadi hingga akhir tahun, sehingga pasar obligasi pemerintah akan lebih menantang pada periode semester II/2018. Sampai dengan Desember tahun ini, pelaku pasar obligasi masih harus menghadapi tantangan yang lebih besar.  

Nada hawkish The Fed terhadap Fed Rate, perang dagang AS-China yang memanas, tren impor Indonesia yang meningkat, dan data makroekonomi Indonesia yang belum membaik seperti defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) yang melebar.  

Kondisi negatif makroekonomi pada umumnya memang membuat pasar obligasi berkontraksi.  

Sementara itu, sentimen positif yang bisa membantu meringankan koreksi pasar surat utang adalah kenaikan pendapatan pajak seiring prediksi positif harga komoditas migas dan metal serta nada hawkish BI yang diharapkan dapat menahan dana keluar investor asing (outflow).    


TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags) Next Article Virus Corona Menggila, SUN Jadi Ladang Cuan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular