Awal 2018, Sentimen Negatif Global 'Usir' Asing dari Obligasi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
02 July 2018 12:47
Semester II Tak Kalah Menantang
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Tekanan terhadap pasar obligasi berpotensi untuk terjadi hingga akhir tahun, sehingga membuat kondisi pasar obligasi pemerintah akan lebih menantang pada periode semester II-2018. Nada hawkish The Fed, perang dagang AS-China yang memanas, tren impor Indonesia yang meningkat, dan data makroekonomi Indonesia yang belum membaik harus dihadapi pada periode paruh waktu kedua ini. 

Dari dalam negeri, Indonesia masih dihadapkan kepada penyakit lama yang belum kunjung sembuh. Setiap kali perekonomian domestik terakselerasi, pasti dibarengi dengan lonjakan impor. Ini karena industri dalam negeri belum bisa memenuhi peningkatan permintaan, utamanya untuk bahan baku dan barang modal.

Pada semester II, biasanya laju ekonomi lebih cepat sehingga impor akan lebih deras lagi. Situasi ini akan mengancam transaksi berjalan (current account) dan Neraca Pembayaran Indonesia. Bila kedua indikator ini masih negatif seperti pada kuartal I, maka rupiah akan minim fondasi untuk menguat.

Depresiasi rupiah membuat berinvestasi di pasar keuangan Indonesia kurang menggiurkan karena nilainya turun. Investor, terutama asing, akan cenderung melepas aset rupiah kala nilai tukar melemah.

Pelepasan ini bisa pula termasuk SBN. Aksi jual tentu akan menekan pasar SBN, harga terkoreksi dan yield melonjak.

Namun, ada beberapa faktor positif yang bisa membantu pasar SBN pada semester II-2018. Pertama adalah sikap (stance) kebijakan BI yang cenderung hawkish. Bila rupiah terus melemah, bukan tidak mungkin BI akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan.

Kenaikan suku bunga akan membuat investasi di instrumen fixed income seperti obligasi menjadi menarik karena memberikan keuntungan lebih. Tingginya permintaan bisa menjadi faktor positif pendorong pasar SBN.

Kedua adalah harga komoditas yang masih menyimpan potensi kenaikan. Harga minyak, misalnya, masih berpotensi naik karena sanksi terhadap Iran dan Venezuela sudah di depan mata. Berkurangnya pasokan dari negara-negara tersebut bisa membuat harga bergerak ke atas.

Bagi Indonesia, kenaikan harga komoditas merupakan berkah karena ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas. Ekspor akan meningkat sehingga bisa mempersempit defisit di transaksi berjalan. Ini bisa menjadi sentimen positif karena ada pasokan devisa bagi penguatan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular