Ekspor Indonesia ke China Meroket, Harga Batu Bara Naik 0,2%
27 June 2018 10:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ICE Newcastle kontrak berjangka masih mampu bertahan di zona hijau pada pekan ini, dengan ditutup menguat 0,22% ke US$114,75/ton pada perdagangan hari Selasa (26/06/2018). Penguatan harga si batu hitam didukung oleh perkiraan kenaikan impor batu bara China pada semester I-2018.
Impor batu bara Negeri Tirai Bambu diestimasikan berada di angka 126,6 juta ton pada 6 bulan pertama tahun ini, naik sekitar 14% dari periode yang sama tahun lalu, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Thomson Reuters Supply Chain and Commodity Forecasts.
Selain itu, impor bulan Juni juga diperkirakan menjadi yang terbesar pada tahun ini, dengan volume sebesar 22,1 juta ton, per hari Selasa (26/6). Data final dapat menjadi sedikit lebih tinggi, yakni di angka 25,9 juta ton. Jumlah tersebut mampu mengungguli rekor tertinggi tahun ini, yaitu di Bulan Maret 2018 sebesar 23,2 juta ton.
Catatan menariknya, Indonesia berhasil menjadi pemasok utama batu bara ke China, dengan menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Panda pada semester I-2018. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
Kuatnya pengiriman batu bara dari Indonesia sebenarnya menimbulkan pertanyaan besar bagi mereka yang mempercayai China sedang berusaha menurunkan tingkat polusi udara. Pasalnya, ekspor dari Indonesia didominasi oleh batu bara berkualitas lebih rendah, dengan nilai energi sebesar 4.200 kilokalori per kilogram (kcal/kg) atau kurang.
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa batu bara di Indonesia juga memiliki tingkat kandungan sulfur yang lebih rendah. Hal ini lantas berguna bagi pembangkit listrik di China untuk mencampur batu bara asal Indonesia dengan pasokan batu bara domestik atau impor yang berkadar sulfur tinggi. Hal ini akan memungkinkan China untuk menekan emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida, walaupun akan ada sedikit penalti untuk efisiensi boiler.
Juga jangan dilupakan bahwa batu bara asal Indonesia masih lebih murah dibandingkan batu bara termal berkualitas lebih tinggi dari Australia. Tingkat diskon dari batu bara Indonesia terhadap batu bara asal Newcastle Australia memang melebar cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir, dari 50% pada akhir 2017 menjadi saat ini sebesar 58%.
Meski hal ini akan mendorong lebih banyak pengiriman dari Indonesia, namun sesungguhnya ekspor batu bara Australia juga akan menerima manfaat dengan naiknya harga batu bara, bahkan dengan volume ekspor yang kurang lebih sama. Pada semester I-2018, impor China terhadap batu bara Australia tercatat naik tipis 0,52% dari periode yang sama setahun sebelumnya.
Di sisi lain, kenaikan harga batu bara hari ini masih cenderung terbatas oleh meningkatnya cadangan batu bara di 6 pembangkit listrik utama sebesar 5,4% pekan lalu, atau mencapai level tertingginya sejak pertengahan April 2018.
TIM RISET INDONESIA
(RHG/hps)
![]() |
Impor batu bara Negeri Tirai Bambu diestimasikan berada di angka 126,6 juta ton pada 6 bulan pertama tahun ini, naik sekitar 14% dari periode yang sama tahun lalu, berdasarkan data yang dikompilasi oleh Thomson Reuters Supply Chain and Commodity Forecasts.
Selain itu, impor bulan Juni juga diperkirakan menjadi yang terbesar pada tahun ini, dengan volume sebesar 22,1 juta ton, per hari Selasa (26/6). Data final dapat menjadi sedikit lebih tinggi, yakni di angka 25,9 juta ton. Jumlah tersebut mampu mengungguli rekor tertinggi tahun ini, yaitu di Bulan Maret 2018 sebesar 23,2 juta ton.
Catatan menariknya, Indonesia berhasil menjadi pemasok utama batu bara ke China, dengan menyumbang 61,8 juta ton, atau sekitar 49% dari total impor batu bara Negeri Panda pada semester I-2018. Jumlah itu mampu meningkat 33,48% dari semester I-2017.
Kuatnya pengiriman batu bara dari Indonesia sebenarnya menimbulkan pertanyaan besar bagi mereka yang mempercayai China sedang berusaha menurunkan tingkat polusi udara. Pasalnya, ekspor dari Indonesia didominasi oleh batu bara berkualitas lebih rendah, dengan nilai energi sebesar 4.200 kilokalori per kilogram (kcal/kg) atau kurang.
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa batu bara di Indonesia juga memiliki tingkat kandungan sulfur yang lebih rendah. Hal ini lantas berguna bagi pembangkit listrik di China untuk mencampur batu bara asal Indonesia dengan pasokan batu bara domestik atau impor yang berkadar sulfur tinggi. Hal ini akan memungkinkan China untuk menekan emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida, walaupun akan ada sedikit penalti untuk efisiensi boiler.
Juga jangan dilupakan bahwa batu bara asal Indonesia masih lebih murah dibandingkan batu bara termal berkualitas lebih tinggi dari Australia. Tingkat diskon dari batu bara Indonesia terhadap batu bara asal Newcastle Australia memang melebar cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir, dari 50% pada akhir 2017 menjadi saat ini sebesar 58%.
Meski hal ini akan mendorong lebih banyak pengiriman dari Indonesia, namun sesungguhnya ekspor batu bara Australia juga akan menerima manfaat dengan naiknya harga batu bara, bahkan dengan volume ekspor yang kurang lebih sama. Pada semester I-2018, impor China terhadap batu bara Australia tercatat naik tipis 0,52% dari periode yang sama setahun sebelumnya.
Di sisi lain, kenaikan harga batu bara hari ini masih cenderung terbatas oleh meningkatnya cadangan batu bara di 6 pembangkit listrik utama sebesar 5,4% pekan lalu, atau mencapai level tertingginya sejak pertengahan April 2018.
TIM RISET INDONESIA
Artikel Selanjutnya
Cadangan China Turun, Harga Batu Bara Naik 0,72%
(RHG/hps)