Terdongkrak Sektor Barang Konsumsi, IHSG Menguat 0,64%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2018 16:32
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,46 triliun dengan volume sebanyak 9,14 miliar unit saham.
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,64% pada perdagangan pertama di pekan ini ke level 5.859,08. Penguatan IHSG terjadi kala bursa saham kawasan Asia berguguran, indeks Nikkei turun 0,79%, indeks Shanghai turun 1,04%, indeks Hang Seng turun 1,29%, indeks Strait Times turun 0,71%, indeks SET (Thailand) turun 0,4%, dan indeks KLCI (Malaysia) turun 0,95%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 7,46 triliun dengan volume sebanyak 9,14 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 408.629 kali.

Positifnya kinerja IHSG ditopang oleh rilis data ekspor-impor periode Mei. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor Indonesia sepanjang bulan lalu tercatat tumbuh 12,47% YoY, sementara impor melonjak hingga 28,12% YoY.

Capaian tersebut, khususnya untuk impor, jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, dimana para ekonom memperkirakan ekspor tumbuh 8,38% YoY, sementara impor diperkirakan tumbuh 12,13% YoY.

Lantas, defisit neraca perdagangan bulan Mei adalah sebesar US$ 1,52 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan konsensus yang sekitar US$ 1 juta saja. Sebagai catatan, defisit neraca perdagangan bulan April adalah sebesar US$ 1,63 miliar, dimana ini merupakan defisit terdalam semenjak April 2014.

Sempat direspon negatif oleh pelaku pasar, data perdagangan internasional periode Mei akhirnya dimaknai positif oleh investor. Pasalnya, tingginya lonjakan impor salah satunya dipicu oleh pesatnya impor barang konsumsi.

Impor barang konsumsi periode Mei tercatat sebesar US$ 1,73 miliar, melonjak hingga 14,88% dibandingkan posisi April yang sebesar US$ 1,5 miliar. Pertumbuhan pada pos barang konsumsi jauh mengungguli 2 pos lainnya yakni bahan baku dan barang modal yang masing-masing hanya tumbuh sebesar 9,02% dan 6,63%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY), impor barang konsumsi melesat hingga 34%.

Investor pun memburu saham-saham emiten barang konsumsi, seiring dengan adanya indikasi membaiknya konsumsi masyarakat; indeks sektor barang konsumsi ditutup menguat 2,94%, tertinggi dibandingkan 9 sektor saham lainnya.

Saham-saham emiten barang konsumsi yang membukukan penguatan diantaranya: PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+7,85%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (+5%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (+4,17%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (+1,81%), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+1,15%).

Namun, penguatan IHSG dibatasi oleh derasnya aksi jual investor asing. Sampai dengan akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 815,5 miliar. Aksi jual investor asing dipicu oleh rupiah yang melemah hingga 0,53% terhadap dolar AS ke level Rp 14.150.

Walau direspon positif di pasar saham, neraca perdagangan yang kembali mencatatkan defisit yang besar pada bulan Mei terbukti menjadi pemberat pergerakan rupiah, dikarenakan hal tersebut akan memberi tekanan bagi neraca berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

Pada kuartal-I kemarin, NPI membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar. Dengan aliran modal keluar investor asing yang tak kunjung bisa diredam, sangat dimungkinkan NPI tahun ini akan membukukan defisit.

Saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing diantaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 145 miliar), PT Bank BRIsyariah Tbk/BRIS (Rp 69,4 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 57,7 miliar), PT Ciputra Development Tbk/CTRA (Rp 53,4 miliar), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 52,9 miliar).

Dari sisi eksternal, risiko perang dagang juga membatasi laju IHSG. Teranyar, Presiden AS Donald Trump berencana melarang banyak perusahaan China berinvestasi pada perusahaan teknologi AS dan akan memblokir ekspor teknologi ke China, The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada Minggu malam (24/6/2018), mengutip orang-orang yang akrab dengan masalah ini, seperti dilansir dari CNBC International.

Kedua langkah tersebut rencananya akan diumumkan akhir pekan ini. Langkah ini dimaksudkan untuk menghalangi program "Made in China 2025", sebuah prakarsa untuk menjadikan China sebagai pemimpin global dalam bidang teknologi
(hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular